Blog ini hanya digunakan oleh siswa-siswi XII IPA 1 dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab belajar Bahasa dan Sastra Indonesia XII.
Jumat, 07 November 2008
PUISI-PUISI PILIHAN KARYA SISWA-SISWI XII IPA 1 0809
Puisi itu memang indah. Puisi itu memang bermakna. Puisi itu memang luas. Puisi itu memang kaya hakikat hidup dan kehidupan. Puisi itu penuh nuansa romantika kehidupan. Wujudkanlah bahwa engkau ada. Selamat berkarya.
Nama: Gloria Marcella M.W Kelas : XII IPA 1 No: 14
Puisi Sosial:
Senyumku untuk Dunia
Aku ingin menabur benih bahagia Bahagia di hatiku Juga di hatimu
Benih yang dimiliki siapapun Namun tidak semua menyadari Begitupun aku
Aku tak tahu Bahwa aku punya lukisan yang indah Indah dipandang
Dahulu yang ku pandang sebelah mata Kini begitu berharga Harganya tak sanggup dibeli dunia
Saat aku mengeluarkan lukisanku kepada dirimu Kau pun membalas demikian
Semua lukisan Sungguh indah dan mempesona Pesonanya kan membuat dirimu Memintanya lagi suatu hari nanti
Kn kulukiskan senyum di wajahku Kurangkul namamu di bibirku Tak lupa kulemparkan salamku
Saat senyumku terukir di hatimu Lukislah senyummu Berikan kepada yang lain Teruslah melukis hingga habis umurmu
Puisi Krisis Sosial:
Bukan Sampah Dunia
Ku tatap sekelilingku Ku lihat wajah-wajah penuh derita Penuh kesesakan Penuh kehampaan
Kedua bola mata mereka Menceritakan kejamnya dunia Air mata mereka Menumpahkan segudang kisah
Tubuh yang lunglai Kaki yang tak kuasa berdiri Perut yang selalu mengaum Rambut yang telah ditelan waktu
Mereka hanya bisa duduk Meminta belas kasihan Menjulurkan tangan di tengah ramainya dunia Namun tiada seorang peduli
Inikah hidup Hidup yang harus mereka jalani Entah berapa kali mereka mengeluh Berapa klai pula Engkau menguatkan mereka
Semuanya mereka terima Semua hinaan orang Semua perilaku orang
Orang lain boleh merendahkan mereka Tapi saya mau katakan Mereka bukan sampah dunia
Puisi Cinta:
Terpesona
Pertama bertemu Ada sebuah rasa dalam hati kecilku Perasaan kagum Kagum atas dirimu, pangeranku Kau berdiri terlalu jauh dariku Membuatku tak dapat menggapai dirimu Haruskah aku berlari megejarmu? Mengejar cinta petamaku
Wajahmu penuh kasih Senyummu menenangkan hatiku Cintamu memuaskanku
Kau memenuhi isi hatiku Membuat diriku terbuai akan cintamu Cinta ini tidak dapat lagi ku bendung Cinta yang begitu luas Seluas samudera
Pandanganmu menyejukkan hatiku Hatiku penuh kasihmu Diriku terpukau karena cintamu
Saat diriku menatapmu Perasaanku berbunga-bunga Saat diriku menyentuhmu Hatiku menari Saat diriku menyapamu Cintaku bergetar
Penuhi hari-hariku dengan cintamu Cinta yang tulus Diriku terpesona karena kau
Nama : Gerardus Ari Tubagus Angkasa Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 13
Puisi Sosial:
Pengamen Jalanan
Setiap hari aku bernyanyi Aku bernyanyi lagu-lagu gembira Untuk menghibur orang lain sekaligus diriku sendiri Diri yang tak kenal lelah bernyanyi Terus mencari sesuap nasi Bagi keluarga di rumah, dibawah kolong jembatan Yang berharap nanti saat aku pulang Nasi bungkus ada ditangan kananku
Setiap hari aku bernyanyi Bernyanyi mencari uang recehan Kadang aku tak dapat, yah... belum rejeki pikirku Mungkin nanti, atau esok, atau mungkin suatu saat nanti Aku akan mendapatkannya
Setiap hari aku bernyanyi Mencari rejeki dengan cara yang halal Tidak dengan menipu, tidak juga dengan mengemis
Setiap hari aku bernyanyi Dengan gayaku yang sok keren ini Mungkin ini yang membuat orang benci padaku Padahal.. aku melakukan ini untuk menarik perhatian orang Bukan untuk senang-senang
Orang pikir aku senang begini Yang setiap hari bernyanyi Tidak tahu akan penderitaanku Berjemur dibawah terik matahari Dengan bayangan adik-adik nanti menyambutku Jika aku membawakan nasi bungkus Jika tidak? Masamlah muka mereka Setiap hari ibu menghibur aku dan ayah Mudah-mudahan nanti aku jadi kaya katanya
Puisi Pendidikan:
Terima Kasihku
Dunia pendidikan ini sangat luas Banyak aspek yang terkandung didalamnya Namun ternyata ada satu bagian penting Yang sangat penting dan tak kalah penting Mereka adalah para karyawan yang bekerja tak kenal lelah Membersihkan, merawat, dan menjaga sekolah Mereka seringkali terlupakan Terlupakan karena tidak diperhatikan Dan juga terlupakan karena memang tidak ingin diperhatikan Entah mengapa.. mungkin malu..
Inilah mereka yang masih mau mengabdikan dirinya bagi sesama Walaupun hanya sebagai karyawan Yang membersihkan seluruh gedung sekolah setiap hari Tapi hanya inilah yang dapat mereka perbuat Sebagai bentuk pengabdian Kepada dunia pendidikan
Mereka tidak dapat mengajar Bukan karena tidak mau berusaha, namun tidak bisa Karena mereka tidak pintar SD pun mungkin tidak lulus Namun apa yang sudah mereka lakukan Yang tidak dilakukan oleh bagian-bagian lain dalam dunia pendidikan Telah menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan Terima kasih ku ucapkan Kepada mereka yang tidak ingin disebut
Puisi Krisis Moral :
Makna Mimpiku
Waktu itu aku melihat Anak-anak melempari orang gila dijalanan dengan batu Sambil tertawa-tawa lalu berlari Aku juga melihat Sebuah mobil menabrak motor begitu saja Lalu pergi meninggalkan pengendara motor tersebut Terbaring di tengah jalan minta tolong Kalau tidak salah Aku juga mendengar suara perkelahian Disalah satu rumah di perempatan jalan Aku mendengar ada suara kaca yang pecah Di iringi dengan teriakan-teriakan nyaring Dan tangisan yang tak kunjung reda Namun tiba-tiba ada pecahan kaca yang menyambar mukaku Lalu aku terbangun dari mimpiku “Untung, cumi, cuma mimpi”, kataku
Tapi segera aku berpikir Apakah dunia tempat aku tinggal ini tidak seperti itu? Rasanya sama saja Anak melawan orangtua dan guru Ayah bertengkar dengan ibu Kakak menjahili adiknya hingga menangis Pegawai melawan tuannya Tuan bertindak semena-mena terhadap pegawainya Ini baru contoh di sekitarku Belum dimasyarakatku Belum tentang negaraku Dan belum aku membahas duniaku ini
Begitu banyak pertentangan yang terjadi Dikarenakan krisis moral pada diri kita ini Apakah kita sadar?
Nama : Filemon Rido Yasin Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 11
Puisi kemerdekaan
Satu
Kami yang terhenti disini Seakan menunggu dalam angan2 mimpi Menanti sesuatu yang tak pasti sadar kan sesuatu yang telah tersisih dari dalam lubuk hati ini
Berjuang kami mencoba mengingat apa yang telah terlupa sesaat demi suatu jawaban kami teringat Berharap mungkin engkau tlah mencatat Ingatan perjuangan kemerdekaan
Kami merasa malu atas perjuangaan yang menanggung banyak penderitaan Kami mulai berdiri,berjalan ke depan mencari suatu alasan dan tujuan serta harapan yang tertahan
kini kamu telah berumur 63 tahun walau terlihat agak rentah
tetap saja, Merah putih benderamu Indonesiaku yang satu Maju terus negaraku Jangan kalah dimakan waktu
karena kami kan selalu ada disampingmu meneriakan KEMERDEKAANmu.. menghubungkan masa depan dan masa lalu bersama, kita semua bersatu siapapun juga..semuanya adalah satu
Puisi Sosial
Arti Sahabat
Sahabat itu cinta tapi bukan jatuh cinta Sahabat itu senyum Yang begitu lembut
Sahabat itu tangan Yang selalu menuntun keluar dari kegelapan Sahabat itu punggung yang begitu lebar hingga kw mampu mengangis di atasnya
Sahabat itu waktu saat kita habiskan bersama Dalam sukda dan duka Sahabat itu janji yang tak mungkin diingkari
Sahabat itu harapan Sama seperti dirimu sahabatku
Puisi Ekonomi
Ketika ekonomi
Ketika ekonomi mulai diabaikan Ketika hidup seseoarng telah dilupakan Ketika kemeralatan mulai muncul Ketika kemiskinan mulai nampak
Tangisan terpapar dimana-mana Kelaparan meraja lela Kehidupan semakin susah Kebutuhan semakin menggila
Nasib rakyat miskin dan susah Hidup lebih jadi sulit Dalam hal begini Bagaimana kita menghadap krisis
Ekonomi yang tak kian kian berhenti Dengan hutang negara yang membebani belum terlebih korupsi dan para koruptor yang terus menari
yang telah mendaging dalam negara kita akankah krisis ini berakhir..
Generasi Muda penerus bangsa Pemegang tampuk citra bangsa Cermin jati diri bangsa Harapan bagi bangsa
Namun apa yang kini terjadi ? Rusakkah moral bangsa ? Di manakah api para pemuda ?
Mungkin ini dari barat Kumpulan duri-duri sesat Bagai asap pekat Membutakan indera penglihat
Tak perlu ‘tuk salahkan Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan Hanya malas yang dipertahankan Tanpa udara untuk menahan
Tuntut sadar dalam diri Percaya pada sang ilahi Ciptakan tujuan yang murni Pegang Tut Wuri Handayani
Tak perlu beribu berjuta kata Utamakan upaya Kobarkan semangat Pancasila Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara
Majulah Indonesia
-Kemerdekaan Kita-
Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya Tak kunjung dilewati juga Jalan pasti menuju tujuannya
Duka panjang mengalir pada aliran sungai Membanjiri korban-korban kekerasan Menenggelamkan korban-korban pelecehan
Dahulu meriam berdentum dan gelora Semangat mengoyak malam membara Berjuang terus tiada henti Membasmi musuh sampai mati
Nyawa seakan tak berarti Tetap bertahan walau perih Demi kemerdekaan sejati Bukan hanya sesumbar janji
Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan Sudah terlalu jauh dari saat ini Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi
Apakah jalan menuju kemerdekaan ? Bebaskah kita dari perbudakan ? Jika penderitaan tak kunjung pudar Sampai kapan kita bersabar ?
-Perjuangan Sang Anak-
Anak manusia yang malang Langit ibunya bumi ayahnya
Sang surya mencuat tinggi melanglang Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang Berjalanlah ia sambil memegang perutnya Mencari riak air untuk mukanya
Sekumpulan jahat mengintai titisan awan Sang anak lanjutkan perjuangan Merasuki dusun-dusun Lewati jalan terjal bebatuan
Perjuangan masih berlanjut Lantunan suara merdu terus berdenyut Menggemparkan rumah-rumah di dusun
Sekeping, dua keping, empat lembar Suara menjemput sampai tangan kecilnya Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya Terus menerus terlantun nada-nada indah
Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar Tertangkap sang anak malang Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya
Tolong, suara dari bibir anak itu Merataplah yang jahat pergi dari situ Tinggallah nafas tinggal satu Sang anak terbujur kaku
Nama : Christine Chandra Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 06
*Puisi Religiusitas
Ketika Aku dan Tanah Bersatu
Tak kusadari bahwa ini adalah hari terakhirku Hari saat aku tertidur untuk selamanya Meninggalkan semua yang tersisa di dunia Mataku tertutup rapat Begitu pun hidupku
Bila Kau memberikan satu kali kesempatan biarkanlah aku hidup satu hari lebih lama Tak banyak yang kuminta hanya satu hari Satu hari yang akan mengubah semua
Kini itu hanya tinggal harapan Disinilah aku sendiri menunggu kepastian mendengarkan keputusan terakhir yang akan Kau berikan untukku
Tuhanku, begitu sesal diri ini menyiakan waktu yang telah Kau berikan Semua berlalu tanpa makna habis tak bersisa
Kini aku sendirian di tempat gelap yang tak pernah terbayang yang selama ini kujauhi Sekarang semua telah pergi meniggalkanku membiarkan aku bersatu dengan tanah
*Puisi Keprihatinan Sosial
Aku Malu
Aku malu dengan nenek moyangku yang berusaha keras membangun kehidupan ini Aku malu dengan bumiku dimana semua kekayaannya telah dikeruk habis Entah harus kuletakkan dimana mukaku ini
Dibangun dengan susah payah mengorbankan segalanya Dijaga dengan sepenuh hati untuk dapat bertahan agar nantinya kita sebagai penerus dapat terus hidup di dalamnya
Lalu, apa yang telah kuperbuat? Menghancurkan segalanya mengandaskan impian para pejuang Sampai aku terpuruk ke dasar jurang
Aku malu melihat teman-temanku yang bekerja dengan upah yang tak layak Aku malu melihat temanku yang lain meminta belas kasih di sepanjang jalan Aku hanya bisa bersembunyi
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan Habis keberanianku menatap pandangan mata mereka Aku adalah penghancur Aku menkhianati kepercayaan yang diberikan padaku Aku tak lebih dari seonggok sampah
Namun aku tak akan menyerah Akan kubalikkan rasa malu itu menjadi sebuah kebanggaan tak terkira Aku memang sampah tapi aku bukanlah sampah yang tak dapat berubah
*Puisi Sosial
Ketika Hidupnya Kembali Bermakna
Tergolek bagaikan boneka kayu yang patah Tak lagi ada semangat dengan mata menerawang jauh Pikirannya pun kosong layaknya boneka yang kehilangan jiwa
Saat itulah aku melihatnya Dia ada di dalam diriku saat aku tak punya arah saat aku kehilangan jejak saat penderitaan adalah hidupku
Seketika butiran air mata jatuh dan dengan cepat aku hapus Kukuatkan hati Aku tak lagi seperti dulu menunggu datangnya harapan palsu
Kakiku bergerak ke arahnya tanpa perintah kurangkul dirinya Berharap kehangatan sampai ke hatinya Layaknya selimut hangat kasih seorang ibu yang sepertinya tak lagi ia temukan
Sesaat kurasakan sesuatu menembus perutku Aku terdiam membisu dan kulihat pisau itu menancap dengan pasti dilanjutkan dengan aliran darah yang mengalir deras layaknya sungai di musim hujan
Dia menjebakku dengan wajah polosnya Dengan tangan terlatih merampas hartaku Aku merasa ringan mengapung di udara Aku hanya bisa tersenyum puas karena kusadari bahwa aku pernah membrinya kehangatan
Nama : G. E. T. Hakiki S. Kelas : XII IPA 1 No. : 15
-Pemuda Harapan Bangsa-
Generasi Muda penerus bangsa Pemegang tampuk citra bangsa Cermin jati diri bangsa Harapan bagi bangsa
Namun apa yang kini terjadi ? Rusakkah moral bangsa ? Di manakah api para pemuda ?
Mungkin ini dari barat Kumpulan duri-duri sesat Bagai asap pekat Membutakan indera penglihat
Tak perlu ‘tuk salahkan Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan Hanya malas yang dipertahankan Tanpa udara untuk menahan
Tuntut sadar dalam diri Percaya pada sang ilahi Ciptakan tujuan yang murni Pegang Tut Wuri Handayani
Tak perlu beribu berjuta kata Utamakan upaya Kobarkan semangat Pancasila Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara
Majulah Indonesia
-Kemerdekaan Kita-
Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya Tak kunjung dilewati juga Jalan pasti menuju tujuannya
Duka panjang mengalir pada aliran sungai Membanjiri korban-korban kekerasan Menenggelamkan korban-korban pelecehan
Dahulu meriam berdentum dan gelora Semangat mengoyak malam membara Berjuang terus tiada henti Membasmi musuh sampai mati
Nyawa seakan tak berarti Tetap bertahan walau perih Demi kemerdekaan sejati Bukan hanya sesumbar janji
Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan Sudah terlalu jauh dari saat ini Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi
Apakah jalan menuju kemerdekaan ? Bebaskah kita dari perbudakan ? Jika penderitaan tak kunjung pudar Sampai kapan kita bersabar ?
-Perjuangan Sang Anak-
Anak manusia yang malang Langit ibunya bumi ayahnya
Sang surya mencuat tinggi melanglang Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang Berjalanlah ia sambil memegang perutnya Mencari riak air untuk mukanya
Sekumpulan jahat mengintai titisan awan Sang anak lanjutkan perjuangan Merasuki dusun-dusun Lewati jalan terjal bebatuan
Perjuangan masih berlanjut Lantunan suara merdu terus berdenyut Menggemparkan rumah-rumah di dusun
Sekeping, dua keping, empat lembar Suara menjemput sampai tangan kecilnya Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya Terus menerus terlantun nada-nada indah
Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar Tertangkap sang anak malang Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya
Tolong, suara dari bibir anak itu Merataplah yang jahat pergi dari situ Tinggallah nafas tinggal satu Sang anak terbujur kaku
Nama: Brigitta Steffi Valegata De Kekko Gani Kelas: XII IPA 1 No. Absen: 04
==Dunia Baru==
Kuterasing dalam komunitas itu Wajah-wajah baru tak bersahabat, mengantarku ke urutan terbelakang Terpojok seorang diri, dalam beribu prasangka
Berbagai benteng pertahanan kubangun, demi melindungi pribadi Uluran sosialisasi kutepis dan kuabaikan Aku selalu waspada seraya menjaga kuda-kuda terhadap kemungkinan buruk yang mengancam eksistensiku
Waktu terus memutar roda kehidupan Benteng-benteng itu tak lagi melindungiku Ia memenjarakanku seorang diri Di tengah warna-warni dunia
Perlahan kusadari Tiada bisa ku sendiri Kubutuh individu lain tuk berbagi pahit manis kehidupan Butuh perspektif lain dalam membuka cakrawala pengetahuan
Bertahap kuhancurkan bui, yang memenjarakan hati dan pikiran Kubuka topeng besi penutup wajah Kubiarkan diriku hanyut dalam pelangi komunitas itu, dalam hitam putih karya merajut mimpi hari depan Kulemparkan semua pemikiran negatif, jauh ke dalam tubir laut Dan menenggelamkan diri dalam euforia positif yang membangun
Kini, kurasakan gradasi warna dalam hari Senyum, tawa dan canda, serta tangis ini adalah bukti Sungguh, aku seorang manusia sosial
==Musik dalam Derita==
Segerombolan tubuh kecil itu mendekat, menghampiri besi beroda empat yang kutumpangi Bermodal sebentuk ukulele senar empat, ditambah kecrek-kecrekan sederhana Mereka siap dengan pertunjukkan kecilnya
Wajah-wajah lugu berlapis debu jalanan itu, mengingat-ingat lirik dan irama lagu yang diagendakan tampil Tangan kecil itu memetik nada pembuka, disambut riuhnya benturan tutup-tutup botol Memecah kegersangan di tengah terik Sang Surya
Oops ... Mereka keliru melafalkan lirik, Sang ukulelis memetik senar yang salah Mereka yang berpandang-pandangan, seraya mengukir sebersit senyum konyol di wajah
Lampu hijau menyongsong kami Tanpa ragu mereka meminta imbalan atas pagelaran musik amatir yang telah ditampilkan
Mesin beroda empat ini membawa tubuhku pergi Dari kejauhan, tampak sukacita atas honor yang tak seberapa itu Dengan cermat, jari-jari itu mengkalkulasikan tiap peser recehan Dengan jujur, mereka membagi sama rata
Kasihan, belum sempat mereka menikmati nada-nada itu untuk pribadinya sendiri Tapi harus membaginya dengan orang lain, demi sekoin rupiah pemenuh asa
==Semangat Putih Abu-Abu==
Seragam itu, seragamku, kebanggaanku, kehormatanku, identitas pendidikan yang sedang kutiti Putih abu-abunya menempatkanku pada kasta tertinggi Di antara siswa putih merah dan putih biru
Tiga tahun ia setia melindungi jasmaniku dari panas dan hujan Ia menyerap butir-butir peluh dari pori-pori kulitku Kualitasnya tercabik-cabik kejam dunia yang menghampiriku Namun tak kan sekalipun melunturkan semangat putih abu-abunya
Ialah saksi bisu jatuh bangun kumenempatkan setumpuk ilmu pengetahuan di kepala Ia jugalah selimut tubuh yang merasakan degup jantungku menghadapi kejutan-kejutan yang menantiku di sekolah
Sayang, usang dalam serat-serat kainnya tak mampu cerminkan khazanah ilmu yang mengisi relung-relung otakku Ia tak cukup menggambarkan suka duka yang kutelan Pun tak mampu melukiskan pincangnya langkahku, mengayomi tiap anak tangga pendidikan
Akhirnya, ia mengantarkanku menyongsong gerbang pengetahuan lain yang lebih megah Walau kumelepas dan menggantinya dengan warna lain, semangat putih abu-abu itu kan senantiasa hidup di atas sadarku
Nama : Melia Suryani Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 31
*Puisi Keprihatinan Sosial* Sang Peminta - Minta
Duduk terlantar Bersanding dengan pohon besar meneduhi Terlewati oleh beratus orang berlalu lalang Tanpa dipandang bahkan dikenang
Panas membentang Tak menjadi sebuah halang Debu bertebaran Menambah keluh dan derita Membuatnya bertambah hitam dan kusam Dan menambah kesan terbuang Namun tak menghentikan langkahnya Berjuang demi hidup di belantara kejamnya dunia
Berjalan membawa kaleng yang bergemerincing Berisi koin dari sang pemberi Beribu ucapan terima kasih teruca Tanpanya, dia mungkin tak kan bertahan
Sang peminta-minta yang kesusahan Mencoba mencari sebuah pertolongan di antara keangkuhan Mencoba mencari sebuah kehidupan di antara semua penderitaan Mencoba mencari kebahagiaan di antara kesedihan Dan ia pun terus berjuang Tanap mengenal rasa takut dan ragu Bahkan lebih kuat dari didriku yang hanya membisu
Sang peminta-minta yang mencari uang Demi kelanjutan hidup di hari berikutnya
*Puisi Sosial* Awal
Peralahan tapi pasti Kita lalui perjalanan ini Melewati kabut dan bukit Melintasi semua hal Sampai tak terasa kita sudah berada di ujung Sampai kita harus berkata kata perpisahan Dengan menitikan air mata Berjuang untuk rela Untuk menunda semua pertemuan kita sampai saatnya tiba
Tanpa tangis dan kesedihan Mencoba untuk bertahan Demi utuhnya jalinan sahabat yang tak pernah direncanakan
Kembali memulai sebuah hidup dengan semangat dan khayalan Yakin bahwa ini hanyalah awal pertemuan
*Puisi Cinta* Rasaku
Udara dingin membekukan diri Menghiasi embun di daun pagi Merangkai kehangatan di dalam pelukan
Hujan turun tak henti Menghiasi hari yang kuanggap itu perih Membuat semuanya semakin lirih Tersayat - sayat dan terasa sakit
Hilang rasaku Betapa semua pedih dan pilu Hilang pikirku Betapa banyak kerinduan yang hanya terpendam Hilang harapku Betapa aku begitu mencintaimu
Kisah kasih yang terukir Hilang dan musnah Oleh jiwa yang terluka dan sepi
Tapi, kinipun masih di sini Di dalam hati dan kuakui
ku bagai mentari Yang menghilang, tertutupi awan yang kelam Bersembunyi dari rintik- rintik kesedihan
Tersenyum dan seakan berseru bahwa hidup itu indah Dan tak akan indah jika kata hanyalah kata bahwa dari kata timbulah rasa dan akan selalu terasa
Saat kusedih Merasakan keterpurukan Merasakan pukulan yang menyakitkan Keluargaku tak pernah lelah menghiburku
Saat kubahagia Merasakan kesuksesan Merasakan keindahan Keluargaku tak pernah berhenti menyanyangiku
Tak pernah kurasakan cinta sedalam ini di tempat lain Tak pernah kutemukan kasih setulus ini ditempat lain Tak dapat kuperoleh hangatnya kebersamaan di tempat lain Hanya di rumahku, keluargaku, aku dapat menemukannya
Terima kasih keluargaku Cinta yang tulus Kasih yang dalam Kebersamaan yang kuat Semua dapat kurasakan
Puisi Peduli Lingkungan:
Hutanku Masa Depanku
Indonesia negeriku tercinta Terbentang dari Sabang hingga Merauke Berjuta-juta kota beriri diatasnya Hutan nan hijaupun turut meramaikan
Hutan yang indah Hutan yang penuh guna Hutan yang subur dan permai Itulah hutanku, hutan Indonesiaku
Sedih rasanya hatiku ini Melihat hutan-hutan yang tak lagi berpohon Melihat hutan-hutan yang telah beralih fungsi Melihat hutan-hutan yang dimanfaatkan demi kepentingan pribadi
Karena mereka, orang-orang yang tidak bertanggungjawab Mereka yang hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri Mereka yang tidak memikirkan orang lain Mereka yang tega melakukannya
Hutan nan indah Hutan nan subur Hutan nan permai Itulah impian kita semua
Mari semua bergandengan tangan Mari generasi muda Mari lestarikan hutan kita Yang pada akhirnya demi kita jua
Tidakkah kau rasakan Udara segar yabg kau hirup Kebutuhan yang kau peroleh Semua karena hutan kita yang permai Ayo peduli hutan, peduli pada diri kita di masa depan
Puisi Pendidikan:
Harta Yang Paling Berharga
Ilmu bagaikan harta Harta yang tak akan hilang dimakan waktu Harta yang tak akan habis bila terus kau pakai Harta yang abadi, yang akan kau bawa seumur hidupmu
Ilmu, Tak semua orang bisa merasakannya Tak semua orang bisa merasakan nikmatnya Tak semua orang mengetahuinya
Ilmu itu abadi Ilmu itu indah Ilmu itu adalah seni Ilmu adalah harta teramat penting
Hai kau, Para pemuda dan pemudi Orang-orang yang diberi kesempatan untuk belajar Orang-orang yang diberi kesempatan untuk merasakan ilmu
Gunakanlah ilmumu dengan sebaik mungkin Ilmu yang akan berguna bagimu Kelak bagi kehidupan Dan bagi masa depanmu
Janganlah pernah ragu Untuk berbagi ilmu Untuk menambah ilmu Untuk mempertahankan ilmu
Karena ilmulah yang akan menuntunmu Menuntun masa depanmu Menuntun keluar dari kemelaratan dan kebodohan Itulah ilmu,hartaku yang paling berharga
Nama : Herputra Labune Gunawan Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 17
Puisi Cinta :
Kerinduan Cinta
Jauh di dalam hati ini Masih ada dirimu Cahaya dalam gelapku. . . Kau selalu menerangi hariku Ceriakan seiap malamku. . . Pada saat itu aku ingin bersamamu selalu Tak ingin tergantikan dengan yang lain Biarlah kau di sini hanya untuk menemaniku Hanya bayanganmu yang selalu menemaniku Tetap ada dirimu dalam hati ini Sejauh mata hatiku memandang hanya ada dirimu Karena tujuan dalam hati ini hanya ingin dekat denganmu Biarku merasakan kehangatan dalam cahaya pelangi Sebagai tempatku bersandar denganmu di saat hati ini berkeluh luka Tak satupun kehadiran waktu datang menghibur Hingga jiwaku hilang jauh terkubur dalam embun pagi ini Menghembuskan kabut kehampaan Begitu senyap dan hening tanpa jawaban Hujan di bulan September Yang selalu dingin kini hangat menyentuh Siapa yang telah memanggilku? Apakah gaung hutan? Ataukah kesenyapan malam yang membangunkanku? Mengapa rasa ini terasa indah? Suatu rasa yang membuatku terasa hidup Semua karena kehadiranmu. . . Kasih. . . Temani aku di sini Hiburlah hatiku agar tenang jiwaku kini Bersamamu. . . Berikanlah aku sebuah hadiah Hadiah yang selalu kunanti dan kudamba Sebuah cinta sejatimu Adakah semua itu akan kau berikan dan berjanji setia padaku? Aku hanyalah raga yang tak bernyawa Berikan aku nafas kehidupan Dengan cinta dan kasih sayang Darimu. . .
Puisi keprihatinan sosial
Balada Penghuni Gubuk
Terlihat seorang anak kecil yang sekarat Di bawah gubuk reyot nan kecil Untuk berkata sepatah pun ia tak sanggup Pandangan hanya terpaku pada satu sisi Tak terlihat lagi semangat hidupnya Seribu mata memandang padanya Tangan yang terkulai lemas Kaki tak bisa sedikitpun digerakkan Sekujur tubuh yang dihinggapi lalat-lalat berterbangan Hati-hati yang ingin membantu Tak sampai untuk meraih Mengapa keadaan semiris begitu adanya? Apakah ini suatu karma? Ataukah sebuah pertanda dari Sang Maha Pencipta? Apa yang telah ia perbuat? Ia hanya seorang anak kecil yang tak bisa melakukan apa-apa Anak kecil yang tak berdosa Waktu demi waktu berlalu begitu saja Tiada yang dapat membantunya Dokter, obat, bahkan uang sekalipun Tidak ada gunanya. . . Ia hanya dapat menunggu. . . Menunggu hingga Sang Pencipta memanggilnya kembali
Puisi Ekonomi
Sepotong Cerita dari Negeriku
Pengangguran bertebaran di negeriku Layaknya pasir di tepi pantai Kini segala kebutuhan tak bisa terpenuhi Untuk makan pun hanya cukup untuk dua kali sehari
Sungguh malang nasib rakyat negeriku Untuk makan saja pas-pasan Apalagi untuk kebutuhan sandan dan papan
Semalam panjang mereka menikmati malam ditemani sebatang lilin Tiada yang bersinar terang seperti matahari Hanya satu api kecil pengganti pelita
Semakin hari semakin bertambah penderitaan mereka Ekonomi di negeri semakin gawat Banyak orang tak bisa bertahan hidup Hingga bekerja serabutan seadanya
Apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kecil seperti mereka? banyak orang berkata "Mereka hanya malas hingga tak memiliki penghasilan" Tetapi itu semua salah Fakta berbicara rakyat kecil hanya menjadi korban Mereka tidak akan menderita Hanya oleh karena pemerintah yang tidak bijaksana
Buat seluruh pemerintah negaraku Berjuanglah untuk memajukan negeri ini Untuk generasi bangsa kini dan seterusnya
Nama : Haryogi Wirawan S Kelas : XII P 1 No : 16 Puisi religiusitas
Cahaya Doa
Kucoba untuk melihat ke dalam lebih dalam , lebih jauh demi menemukan diriMu dimanakah engkau Tuhanku?
Bait demi bait doa terucap di bibirku Namun tetap tak kutemuka diriMu Yang ada hanya aku ... tenggelam dalam gelapnya dosa
Apakah tiada pengampunan bagiku? Pertanyaan itu terus menghantuiku Kegelapan pun menyelimutiku lemas rasanya aku tak berdaya
ingin rasanya aku diberi kesempatan lagi Namun, masih adakah kesempatan untukku? aku hanya bisa berharap,berdoa menunggu pertolongan Yang bisa mengeluarkanku dari lubang yang gelap, menyeramkan
Aku pun terus berdoa meminta pengampunan pada yang punya hanya bisa berharao mendapat apa yang kutuju
gelap tenggelam cahaya terang muncul cahaya itu tak memakai listrik sebagai sumbernya cahaya itu tak berasal namun hangat bagai sebuah pelukan
terjawablah sudah pertanyaanku sujudku kuberikan kepadaNya yang telah memberiku kesempatan kedua
Puisi Patriotisme
Kemerdekaan
Kulihat bangsaku telah mati nuraninya karena lapar saling menyikut dan menindas yang ada diatas malah tersenyum senyum berlawanan dengan yang dulu dijanjikannya
Bebas sudah kita dari orang asing Sekarang malah bangsa sendiri yang menindas kita Aku hanya bisa tertegun,terpana ... Menyaksikan wajah - wajah yang tak kenal malu
Habis sudah harta kita ludes diambil orang - orang biadab itu aku jadi bertanya -tanya lagi kapan kita akan merdeka?
Kemerdekaan itu bak kaki yang menopang sebuah negara tanpanya, negara akan jatuh dan rusak Dan matilah juga negara itu bila hukumnya bisa dibeli dengan uang karena rakyatnya sudah dibelenggu oleh kedunguan dan penguasanya sudah diperbudak oleh kekuasaan
Sekarang aku hanya bisa menunggu dengan mengabdikan waktuku yang tersisa saat ini demi bangsaku, Negeriku.
Puisi Cinta
Jatuh Cinta
Bertemu dengannya adalah hal terbaik bagiku Senyumnya bagai cahaya dunia yang menerangi hariku sorot matanya saat memandang mataku bagai pemberi semangat bagiku Suaranya bagaikan melodi yang beralun harmonis
Berbincang dengannya adalah hal terasik bagiku saat ia tanyakan semua tentang diriku saat gerai tawa menghiasi wajahnya semua itu yang membuatku jatuh .. jatuh hati kepadanya
Engaku bagaikan bintang di malam hari menghiasi kegelapan malam dengan sinarmu memberiku keberanian dalam cahayamu tanpa dirimu dunia terasa gelap... suram...
Engkaulah cinta dalam hidupku penerang jiwaku yang dingin dan sepi aku jatuh cinta kepadamu sungguh jatuh cinta...
Saat itu sungguh teduh Begitu asyik becanda tawa bersama Bersenandung bersama Dinaungi sang Beringin Saat itu sungguh teduh hati ini
Dedaunan kakek beringin melindungi Melindungi kita para cucu dunia Dari terik sang surya Begitu gemulai ia menari Bilamana angin mulai bertiup
Apa yang kita lakukan Merusak Menebang Membakar mereka Semua hanya demi keegoisan semata
Walaupun kini kota ini telah maju Sadarkah engkau Ingatkah engkau Sang pelindung bumi Sang Beringin kini telah tiada
Puisi sosial
Kita Kala Itu
Saat itu kita tertawa bersama Saat itu kita bejalan bersama Saat itu kita tertawa bersama Begitu manis tawa persahabatan kita
Tidak pernah kita bertengkar Tidak pernah kita membenci Tiap saat selalu mendukung Selalu menopang di saat sulit
Saat ini kita masih bersama Adalah berkat Tuhan yang berharga Kesetiaan kawan adalah hal yang sangat jarang di jaman ini hal yang patut diperjuangkan terlebih, dipertahankan
cepat lambat kita akan terpisah demi mencari arti hidup masing-masing apabila saat itu tiba ingatlah selalu kita pernah bersama kita pernah bersahabat ingatlah engkau selalu miliki sahabat ini inilah janji sahabat
puisi cinta
Tenanglah Sayang
Kutatap langit biru yang tiada batas Begitu luas membahana Dapatkah aku seperti langit Berhati lapang luas Menerima dia apa adanya
Kurasakan angin semilir Berhembus lembut, namun tanpa tujuan Dapatkah aku seperti angin Terus menjalani hubungan ini Menjaga dia sepenuh hati
Kulihat bintang bergemerlapan Di malam gelap tanpa sang surya Dapatkah aku seperti sang bintang Menghibur dirinya disaat sedih
Tenanglah sayang... Hati ini telah memutuskan Berusaha untuk selalu lebih baik demi dirimu Selalu menghiburmu Selalu ada untukmu Karena, dirimulah nafas hidupku
Nama : Gabriella Gunawan Kelas : XII IPA 1 No : 12
Puisi Patriotisme
-Akhir dari Sebuah Perjuangan-
Suara dentuman bergemuruh Berpadu dengan lengkingan sendu Satu lagi kembali gugur Teman seperjuanganku Aku tetap bersembunyi Mengatur nafas Ku siap membalas!
Meskipun… Mungkin ini adalah akhir dari segalanya Aku tidak gentar Berbanggalah jiwa dalam diriku Jika aku tak disini Bangsaku tidak akan berdiri Kugenggam erat tombakku Kupandang dengan tajam
Dengan gagah aku berdiri Berbalik, menatap musuh menanti Teriakan mundur terdengar Tapi buat apa mundur Jika aku bisa maju Tekadku bulat Aku berlari menyongsong pengakhiran Asalkan mereka tidak menyerang bangsaku lagi Aku rela mati….
Puisi Religiositas
-Sang Penenang Jiwa-
Setiap nafas yang kuhembuskan Siapa yang menghendaki? Setiap tangis yang kuteteskan Siapa yang menadahi?
Setiap saat Desah kerinduanku pada-Mu Kulantunkan dalam syair indah Kitab abadimu yang sempurna
Setiap waktu Kutengadahkan tanganku Memuji nama-Mu Memohon pada-Mu
Tuhanku… Cahaya penerang hidupku Aku percaya Engkaulah satu-satunya Yang tidak pernah meninggalkanku Yang terus menggandeng tanganku
Bersamamu semua berarti Pengabdianku hanya kepada-Mu Tuhanku… Aku berserah pada-Mu
Puisi Pendidikan
-Tolonglah Muridmu-
Rupamu yang dewasa pemikiranmu yang luas Kesabaranmu yang terus diuji Membuatku kagum padamu
Namun perlahan… Aku merasa tertekan Tuntutanmu yang nyaris tak bercela Akupun ingin menggapainya
Guruku yang terkasih Kharismamu sungguh tak terelakkan Menghormatimu… Menghargaimu…
Namun aku ingin kau mengerti Kami bukanlah anak-anak, bukan seorang dewasa Kami hanyalah remaja Kami masih ingin bebas
Maaf jika kami mengecewakanmu Kami tidak sesempurna yang kau harapkan Tapi satu hal yang perlu kau tahu Kami terus berusaha untuk mebuatmu tersenyum
Nama : Junita Rosliacova Kelas : XII IPA 1 Abesn : 23
Puisi Cinta:
Cinta Maya
Siapa kira kaulah cinta? Kaulah Cassiopeia Terbaik di antara yang baik Satu di antara sejuta
Terlahir dari suatu kesempurnaan Singgah dalam dirimu yang sejuk Memberi suatu ketenangan Kebahagiaan yang pekat
Tatapan dan senyuman Tawa dan canda Pemikiran dan tangismu Tak ada yang harus ditata ulang
Kau adalah kau Manusia yang hidup dalam mimpi Melebur menjadi suatu aura yang indah Aku tak dapat lagi melepaskan diriku dari dirimu
Tetapi kau di sana Tempat yang tak pernah kupijak Itu adalah aurora di duniaku Indah, namun maya
Perlahan aku terhisap oleh lumpur di kakiku Menjauh dari bayanganmu Bawalah aku bersama cinta Hingga kita menghilang bersama
Puisi Krisis Ekonomi:
Siapakah yang Bersalah?
Lihatlah si tua itu Mengengkol becak Melawan teriknya siang Dengan tubuhnya yang renta
Berjuang untuk hidup Di dunia yang menolaknya Di dunia yang tak dapat digapainya Di dunia yang pahit baginya
Ia tua Ia miskin Tetapi ia punya keluarga Di bawah tanggung jawabnya
Semua harga melambung tinggi Tinggi sekali hingga mustahil bagiya untuk menggapai Dengan usianya yang tua, Dengan tubuhnya yang rapuh
Memeras keringat, Membanting tulang, Semuanya kurang! Tak ada tempat baginya untuk memohon
Suaranya bagai bisikan Tak didengar oleh para penduduk kursi agung. Ia memohon keringanan Tetapi semuanya dipersulit
Bapak tua itu sakit Ia mati Bagaimana dengan keluarganya? Siapakah yang bersalah?
Puisi Pendidikan:
Tragedi Seorang Murid
Sekolah... Apa itu? Tempat untuk menjadi pintar, Atau sekedar mencari tugas?
Kuprihatin! Kubelajar untuk menjadi linglung Kubelajar hingga kulupa apa itu do re mi Kubelajar hingga kurasa waktu berhenti
Kuberjuang untuk memahami Memahami pelajaran yang bahkan sulit dipahami Pelajaran yang bahkan tak jelas apa kelak kupakai Pelajaran yang bahkan hanya menambah beban otak saja!
Bagiku, 24 jam sehari itu kurang! Tak dapat menemukan waktu untuk berselang Sibuk! Jadwal bertabrakan seperti tanah longsor
Kumerasa sekolah menyeramkan Aku takut ke sana Bukan karena itu hutan berhantu Tetapi karena banyaknya tugas yang tak dapat kubendung
Aku tak bermaksud mendemo Aku hanya mencurahkan apa yang selama ini tertahan Mencurahkan perasaanku Dalam sebuah seni dan damai
Tapi tak apa Bukankah itu yang disebut kewajiban? Belajar dan belajar Hingga semuanya memudar
Dunia ini sedang berduka Awan hitam masih enggan beranjak dari tempatnya Jerit tangis masih terdengar Semakin lama semakin keras Menggema ke seluruh dunia
Dunia ini masih terluka Bencana tak henti-hentinya datang Belum kering air mata ini Sudah muncul lagi luka yang baru Memaksa untuk melanjutkan hidup Tanpa sempat meratapi apa yang telah terjadi
Entah sudah berapa banyak airmata ini menetes Entah berapa besar pengorbanan ini Tapi penderitaan ini seolah abadi Seakan tak akan ada lagi matahari
Tetapi satu hal Apa pun yang akan terjadi Tak peduli betapa menderitanya jiwa ini Tak peduli betapa sakitnya raga ini Dan tak peduli betapa kejamnya hidup ini Ingatlah bahwa kita harus tetap berjuang Memperbaiki kehidupan Memperbaiki dunia
Karena semua bencana ini Hanyalah batu penghalang Yang harus dilewati Untuk sampai ke tempat yang lebih tinngi
Puisi Peduli Lingkungan :
Surgaku
Aku bisa merasakan kesejukkannya Aku bisa menghirup aromanya Aku bisa melihat keindahannya Sungguh indah
Itulah sirgaku, itulah taman Eden-ku Disanalah aku pulang Disanalah aku memikirkan segalanya Didalam sebuah bingkai di kepalaku Bingkai yang telah lama ada Yang selalu muncul saat penatku datang
Namun itu hanya ilusi Saat kubuka mata Semuanya sirna Kehidupan masih berantakan Alamku sudah rusak Dan lingkunganku semakin tercemar
Aku ingin selalu berada di surgaku Bahkan saat aku membuka mataku Aku ingin semuanya menjadi nyata Aku ingin semuanya abadi
Aku ingin mengubahnya Mengubah alamku menjadi sugaku Aku ingin memperbaiki semuanya Akan kutunjukkan pada dunia Bahwa alam itu begitu indah Inilah alamku Inilah surgaku
Puisi Cinta
Dia
Dia begitu indah Indah tak terlukiskan Namun jauh tak tergapai Tak akan bisa kusentuh Tak akan bisa kumiliki
Dia adalah senyumku Senyum bahagia dan senyum pedihku Dia adalah kekuatanku Sumber segala perasaanku
Dia tak tahu Dan dia tak akan pernah tahu Tentang diriku Yang akan selalu mengawasinya Yang akan selalu mengagumi keindahannya Dari sudut gelapku
Tapi biarlah Biarlah tetap seperti ini Karena aku masih mampu bertahan Aku masih mampu menikmati rasa sakit ini Rasa sakit karena mencintainya
Mungkin suatu saat, cinta ini akan pergi Mungkin waktu akan mengikisnya Mungkin semuanya akan berlalu Tapi cinta ini akan selalu kuingat Dia yang telah membuatku seperti ini Dia yang telah membuatku tersenyum Dia yang telah membuatku menangis Dan dia, Yang tak akan pernah terganti
Berjalanku diatas dunia Mencuri pandang indahnya panorama Air dan api, tanah dan besi, terang dan gelap Mewarnai arti hidup, manusia
Dunia itu bulat, fakta Dunia itu berputar, fakta Dunia itu indah, fakta Dunia itu sakit, tahukah? Dunia itu merana, sadarkah? Dunia itu melemah, benarkah?
Hati senang orang bilang dunia itu ceria Perut kenyang orang bilang dunia itu kaya Tidur nyenyak orang bilang dunia itu mewah Tapi sakitnya dunia, siapa peduli?
Biar saja orang lain yang peduli Aku hanya hidup menumpang disini Aku hanya satu disbanding berjuta milyar insani Apa artinya aku peduli, jika orang-orang melarikan diri
Hei kau manusia muna! Lihat sekelilingmu Duniamu baru saja rusak Tapi kau acuh tak acuh Kau memang hidup sekali Tapi tidak berarti riwayatmu hanya satu kali
Hei kau manusia muna! Lihat sekelilingmu Air meluap di ujung dunia Membawa kenangan nuh lama Suatu hari akan kau rasa
Maka itu bangkit! Lawan dan hindari sakiti dunia Kau tak rugi, itu namanya berkorban Simpan dan tahan loyalmu Kau tak kikir, itu namanya hemat Sayang dan cintai lingkunganmu Kau tak jahat, itu namanya mulai Masa bodoh semua orang Yang kau rasa adalah ‘Apa kata dunia?’
Topik : Cinta Senja Dibalik Bayangnya
Mematung kuberdiri, melihatnya, memandangnya Bahkan ketika itu waktu pertama kita berjumpa Parasnya yang menawan Memancar pesona sejuta safir Memasung mataku si matanya
Tapi dia memilih menjauh Memupus cinta dan harapanku Meninggalkan aku yang terombang Oleh rasa yang aku tak yakin
Aku tak tahu, aku bingung Tiap tingkah dia yang tidak menentu Garis takdir kita yang menyatu, dia tak percaya Dia kubur, dia pendam habis cintanya Baginya seabad kehidupan itu mudah Dibanding cintanya sedetik padaku
Hatiku sudah jatuh, kalah melawan Tertawan oleh senyumnya yang menawan Terkurung oleh harumnya yang merindukan Terikat oleh cinta yang terlarang
Ketika senja datang Kau berbeda Ketika malam membayang Kau tak sama
Jadikan aku sepertinya Bahagia aku mendapatkannya Menapak hidup abadi selamanya
Topik: Krisis Moral Wanita Kerudung Putih
Kau membuka mulutmu Berharap jeritan memilukan akan terdengar Sunyi Tanpa satu pun desis suara Tapi hatimu menjerit Ketika tangan-tangan kotor itu menyentuk kulitmu Tubuh yang kau balut rapat Tertutup dalam kerudung suci Tangan itu memaksa Menarik, merobek, menghancurkan Semua, semua yang kau pendam tersucikan
Kau bertanya, Masih adakah Tuhan di sana? Masih Tuhankah penerang hidupmu? Masih adakah Tuhan menjagamu? Kemana Tuhan ketika kau tersiksa? Kemana Tuhan ketika orang-orang memfitnahmu? Kemana Tuhan ketika orang-orang mengucilkan dirimu atas dosa yang dilimpahkan kepadamu?
Noda Hanya bukti bisu selain bisumu Terkutuklah biadab itu Yang bertopeng emas bertangan besi Menodaimu si balik layar
Kau menjerit Membuka paksa layar-layar itu Berharap bau busuk akan terkuak Tapi semua hidung tertutup Tersumpal oleh wangi parfum memabukkan
Kau berdoa Biarlah Tuhan mengujiku Hanya Dia Yang Maha Tahu Semua kalbu dan ceritaku
Nama : Calvina Chandra Kelas : XII IPA 1 No. absen : 5
Puisi peduli lingkungan
Biarkan dunia tersenyum
Jika aku adalah matahari Akan ku sinari semesta ini Agar terlepas dari kegelapan yang meliputi
Jika aku adalah hujan Akan kubasahi bumi ini Agar terlepas dari polusi yang mematikan
Jika aku adalah bunga Akan kuindahkan dunia ini Agar terlepas dari kejahatan yang membelenggu
Akan tetapi, Jika aku adalah aku. Apa yang akan kulakukan?
Kan kukumpulkan teman-temanku Tuk bangun dunia baru Di mana canda tawa kan merayu
Beri dunia ini warna baru Ketika hujan telah kembali menghijau Dan sungai telah membiru
Puisi pendidikan
Terimakasih Guru
Kau seperti lilin yang menerangi Memberi sinar dalam kegelapan yang menyelimuti Agar aku jadi mengerti Tanpamu belajar tiada arti Tak mungkin pula aku ada di sini
Di saat ragu engkau lah pembantu Memberi ilmu tanpa jemu Tak kenal tenaga dan waktu Jasamu itu kan kukenang selalu Biarpun waktu sudah berlalu
Sesekali melangkah pasti lelah Nasihatmu kan kuingat tuk hilangkan gundah Agar diri ini menjadi lebih gagah Aku pasti tak mungkin mengalah Ilmu dan pengalaman diberi sudah Setelah berusaha dan berdoa, smua reda
Wahai guruku yang kukasihi Terima maaf dan ampun ini Lantaran berbudi tak berbakti Untuk satu perjuangan yang terjadi Kami kan berusaha tuk berdikari
Terima kasih
Puisi cinta
Sahabat
Ingin kubangunkan kau sebuah gunung Agar ketika hatimu berkecamuk Kau dapat menyepi kesana mencari tentram Ingin kutangkap dan kukotakkan sepuluh kupu Agar kala sedih tiba Kau dapat membuka kotak itu untuk memberimu riang
Ingin kugapai dan kuberi kau seratus pelangi Agar di tengah badai mengamuk Aku dapat bersamamu mengusir sedih Ingin kupetik dan kuberi kau seribu mawar Agar kala kemarau datang menyengat Aku dapat bersamamu menebar senyum
Hatiku ruah dengan semangat membubung Untuk menyentuh hatimu Dan membuatnya girang Dengan sejuta angan-angan Aku berikan diriku Agar kau dapat mengejar mimpi riang
Aku sadar sahabat, diriku terbatas Aku sedang belajar Menggapai pelangi Menanam mawar Mengejar kupui Membangun gunung Tapi sementara aku belajar melakukan semua itu Mari kau pegang tanganku erat Sandarkanlah dirimu di bahuku Karena aku sahabatmu
Nama : Jesslyn Claresta Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 21
Ketetapan Hati Sang Serdadu
Kuambil senapanku, kuarahkan ke depan musuh dengan tatapan sang pemburu liar Kuhilangkan segala noda di sepatuku Seragam kebanggaanku telah menanti kedatanganku dengan gagahnya Lencana yang hanya ada satu di muka bumi ini menatapku seolah berkata "Maju!!"
Kubusungkkan dadaku Kulangkahkan kakiku dengan gagah berani Langkahg awal yang menentukan harus kulakukan Keluar dari pintu kecil istanaku Langah semut kaki ini akan merubah segala kehidupanku
Kudengar isak tangis sang permaisuri membahana di dalam istanaku Anak-anak yang masih kecil hanya dapat meratapi ibundanya dengan penuh tanya Jika aku sang raja, tentu aku akan mendampingi sang permaisuri hingga akhir hayatnya Semua itu tinggal kenangan Kukecup keningnya Kuseka air mata di pipinya dengan lembut Kata perpisahan tak tertahankan lagi Keluar bak air yang mengalir
Sang pangeran duduk Melamunkan semua kondisi yang serba membingungkan Kupeluk ia hangat Kubelai halus rambutnya Harapanku Jika aku dapat melihat ia tumbuh besar Kelak pasti ia akan menjadi pria gagah Segagah ayahnya
Kuharap kelak aku dapat menjumpai mereka lagi Kutinggalkan istanaku Kata maaf kuucapkan tak terhitung banyaknya Kejamkah aku? Di tengah segala kericuhan ini, aku terus berjuang Bertahan hidup Menembak mati segala musuh negara tercintaku Kehidupan layak bagi orang banyak harus tercapai Maju, maju, dan maju Kami harus menang Kami pasti menang!
Doa Seorang Anak Durhaka
Detik demi detik, waktu terus berjalan Waktu berjalan Entah mengapa terasa seperti menunggu kura-kura di sisi lain lapangan Ya Tuhan, ingin rasanya kupasrahkan semuanya kepada-Mu Tetapi tak bisa Entah mengapa aku tak kuasa menahan gejolak perasaan di dalam dada ini
Hujan deras membasahi tubuhku Mengguyur tubuh lemah di tengah badai angin yang tak henti-hentinya Tak terasa Entah mengapa, semua itu tak terasa olehku Halilintar yang menyambar bersahut-sahutan terasa seperti nyanyian indah di telingaku Membuatku bertahan dan terus terjaga Ingin rasanya aku berteriak Mencaci maki diriku sendiri Di tengah gelapnya malam, hanya kepada-Mu aku berpasrah
Kuhantamkan pintu rumah ke dinding tak bergerak sekeras kerasnya Sekeras amarahku yang bergelora Kata-kata caci maki yang tak pantas keluar dari mulutku bak air terjun yang jatuh membasahi bumi Sungguh tak kusangka itu semua adalah salam terakhir dariku Apakah Tuhan masih akan membukakan pintu maaf bagi anak durhaka sepertiku?
Aku menangis Di tengah bisingnya malam di kotaku, aku meraung-raung Kupacu mobil kebanggaanku dengan pikiran yang tak tentu Semua terasa kosong dan sangat gelap Semua kulalui dengan cepat Tak ada yang kuperdulikan Ingin rasanya kususul mereka Mencium kaki ibu, memohon ampun atas segala perbuatanku Memeluk hangat ayah, mengatakan bahwa aku minta maaf dan aku menyesal Aku bahkan tak dapat mengingat kapan terakhir kali ayah memelukku dengan lembut
Tiba-tiba senyum hangato kedua orangtuaku terlintas di benakku Kuingat belaian hangat ibuku Semua terasa masih sangat baru dan masih membekas di hatiku Aku tak sanggup lagi Jika aku dapat memutar waktu Ya Tuhan, izinkanlah hambamu ini memutar waktu Biarkanlah anak yang durhaka ini yang menggantikan mereka di sisi-MU Izinkan aku mengulang hari-hariku, Ya Tuhan Kupejamkan mataku, kurasakan aku telah berada di depan pintu-Mu Kuketuk perlahan dan kusampaikan pesanku Maaf....
Selamatkan Teman-Teman Kita
Kulihat kelinci berlarian dengan riangnya Tupai-tupai melompat dari satu dahan ke dahan lainnya Rusa-rusa menyegarkan tenggorokan mereka di pinggir sungai Padang rumput indah membentng luas dengan gagahnya Ah, alangkah indahnya
Suara sungai yang mengalir deras terasa bak nyanyian selamat pagi Angin berhembus sepoi-sepoi membelai dan memeluk sekujur tubuhku Kicauan para merpati kecil membuat hatiku terasa sangat tentram Ah, alangkah indahnya
KIni, bangunan tinggi menjulang di mana-mana Rerumputan dilapisi oleh aspal tebal dan keras Sungai dan parit terlihat bak saudara lain ibu Di manakah alam yang damai dan indah tadi?
Burun-burung kecil temanku terpaksa beristirahat di sebuah kabel tipis Rusa-rusa ttak tahu lagi harus tinggal di mana Mereka mulai diburu secara liar Seliar kelakuan manusia di kota besar Sungguh teman-temanku yang malang
Pepohonan hijau lenyap dari hadapanku Warna hijau yang dahulu menyala kini tergantikan dengan warna merah menyala Warna api yang berkobar di mana-mana Kini yang tertinggal hanya sehamparan luas tanah kosong yang siap diisi dengan bangunan-bangunan megah lainnya
Marilah kita bantu teman-teman kita Mengembalikan tempat hidup mereka Menanam pepohonan, menghijaukan kota kita Hentikan perburuan liar dan pembakaran hutan sembarangan Cintailah alam asri kita
Aku ini adalah korban dari ketamakan saudara-saudaramu Aku telah kehilangan segala harta yang kumiliki Keindahanku, kerindanganku, kehijauanku Semuanya telah dirampas oleh saudaramu
Saudaramu itu memang tak tahu di untung Diberi hati, mintanya jantung Mereka telah merampas semua milikku Tanpa membalas sedikit pun budi baikku
Telah sering aku menjerit Menjerit kesakitan disiksa dan dibantai Tapi tak seorang pun mendengar jeritanku Mereka tak kan peduli akan diriku
Bukan hanya aku yang menderita Teman hidupku pun ikut sengsara Kehilangan rumah, tempat berkumpul keluarga Kelaparan, kehilangan sumber makanan mereka
Kini aku sudah murka Aku tak tahu lagi apa yang kan mereka lakukan Kini biarlah hukum alam yang berbicara Menghukum kerakusan dan ketamakan saudaramu itu
Puisi Keprihatinan Sosial :
Ungkapan Hati TKW
Disini aku duduk terdiam Merindukan tawa lepas dari mulut ini Disini aku menatap hampa Termenung meratap masa depan
Sudah biasa aku dicacimaki Layaknya tak punya harga diri Sudah terbiasa pula 10 jari mendarat di pipi Layaknya aku ini benda mati
Aku ini memang manusia berkasta rendah Tapi aku bukan binatang jalang Aku hanya ingin mencari sesuap nasi Tapi mengapa seperti ingin dibuat mati ?
Hatiku telah penuh dengan luka Bak dicabik dengan cambuk Ragaku pun penuh cidera Tak berbentuk, penuh lebam yang parah
Sebenarnya, apa salahku ini ? Hingga penderitaan ini tak lepas membelenggu diri Apakah ini cobaan, ataukah ini karma Apapun itu sungguh ku tak sanggup lagi
Puisi Pendidikan :
Guru yang Telah Tiada
Engkau laksana air di padang pasir Memberikan kelegaan dalam kehausan Engkau laksana rembulan malam Memberikan cahaya dalam kegelapan
Masih kuingat wajahmu Tak kan kulupa senyumanmu Senyuman kehangatan bagi jiwa ini Memberikan kedamaian dalam hidup ini
Sungguh besar pengorbananmu Kau rela mengabdikan hidupmu demi bangsamu Kau rela meneteskan ribuan keringatmu demi muridmu Memberikan semua yang menjadi modalmu
Jiwamu sungguh kaya Kaya akan kasih dan cinta Hatimu sungguh indah Bak permata dalam cahaya
Tapi kini engkau telah tiada Engakau telah pergi bersama-Nya di sana Tapi guru tercintaku, tak kulupa jasamu Kan kuukir pengabdianmu didalam hatiku
Asap membumbung hitam Gelap merengkuh udara Sesak tercium baunya Memenuhi paru dalam jiwa
Gila... Mana hutanku kini Mana hijaunya bumi Mana burung-burung yang bernyanyi
Semua musnah Hilang oleh amarah Memanas, marah membakar Apapun yang didekatnya
Seenaknya mereka berbuah Membakar dan membumihanguskan Menghilangkan hijaunya Meniadakan lembut nyanyiannya
Hai para penguasa Sadarkah kau merusak bumi Sadarkah kau menghancurkan dunia Membunuh generasimu
Bumi butuh hijau Birunya langit yang membuai Butuh udara yang mengisi paru Membuat jiwa yang melega
Puisi Keprihatinan:
Mana Keadilan Itu
Aku duduk diam Membisu dalam sedih Melirih dalam sendu Tangis yang mengiris
Di sana ada anak yang mengais Mencari plastik-plastik bekas dalam tong sampah Bau dan penuh kotoran Mengumpulkan untuk ditukar dengan kehidupan
Di sana ada yang terbahak Menumpuk dan mengoleksi pundi-pundi kekayaan Mencuri dan merampas Dengan korupsi dan manipulasi
Aku duduk diam membisu Tanpa dapat berkata Tanpa dapat berbuat Hanya tanya dalam dada Mana keadilan itu
Puisi Budaya:
Penari
Gemerincing gelang berbunyi Lentik jari yang meruncing Melenggak lenggok goyang yang gemulai Mengikuti tabuhan genderang yang berderai
Wajah-wajah cantik penari Berbaju merah berselendang hijau Ramai berputar bergandeng tangan Tampak serasi dan indah dipandang
Semua bertepuk dan ikut bersama Membaur dalam gembira budaya bangsa Tanpa melihat siapa Anda Yang ada hanya kebanggaan Bangga karena aku anak Indonesia
Wajah-wajah cantik penari Berbaju merah berselendang hijau Alangkah elok lenggak-lenggokmu Mengikuti tabuhan genderang yang berderai
Wahai Tanah airku yang tercinta Sudah berapa lamanya kau dijajah oleh bangsa asing Menyengsarakan jutaan rakyatmu Rakyatmu yang tak berdosa itu
Wahai Tanah airku yang terkasih Kini engkau telah bebas Berkat para pahlawan yang telah berjuang keras Yang telah berjuang dengan gigihnya
Engkau berjuang dengan tulus Tanpa mengutamakan kepentingan materiil Apakah yang utama bagimu Yakni kepentingan bangsamu
Jiwamu yang begitu patriot Membela tanah air dengan segenap tenaga Semangatmu yang berkobar Berjuang demi tanah air tercinta
Begitu besar pengorbananmu bagi ibu pertiwi Tanah air beta Rela mati demi kemerdekaan negara Tanpa mengharap imbalan apa pun
Selalu siap menghadapi kesulitan apapun Berjuang sampai titik darah penghabisan Hanya satu yang engkau impikan Negara yang bebas dan merdeka
Sejak kecil hingga dewasa Aku mendengarkan dan membaca cerita perjuanganmu Aku begitu kagum Aku begitu terharu
Kuingin agar seluruh rakyat terus mengingatmu Meneruskan perjuanganmu yang gigih Meneruskan semangatmu yang berkobar Meneruskan jiwamu yang begitu patriot dan cinta tanah air
Puisi bertema ekonomi :
Kebusukan akibat uang
Dimanapun kulihat di sekitarku Penuh sesak orang-orang yang gila akan kekayaan Begitu hausnya akan uang
Tak pernah lah ia merasa puas Akan harta benda miliknya sendiri Selalu mencari dan mencari Kesempatan dalam kesempitan Kesempatan dimana ia bisa Mendapatkan keuntungan diatas kerugian seseorang
Telah sering kulihat dan kudengar Tentang orang-orang yang tamak itu Baik wajah-wajah yang sering kulihat di televisi Ataupun yang tampak di halaman koran
Mereka yang telah berkecukupan itu Mereka yang telah berlebihan itu Dengan tamaknya terus meraup uang
Tidakkah kalian merasa kasihan?? Tidakkah kalian merasa bersalah?? Tidakkah kalian merasa berdosa?? Atas segala tindak tanduk yang licik itu Merugikan begitu banyak orang Orang-orang yang berkekurangan Orang-orang yang membutuhkan
Tiadakah di dunia ini yang bisa menghakimi mereka?? Orang-orang yang licik itu Orang-orang yang tamak itu
Melihat tindak tanduk mereka Aku hanya bisa duduk berpangku tangan Sambil memendam rasa kesal di lubuk hati Dan terus berharap Seseorang berani berdiri di bawah cahaya Menunjuk orang-orang itu
Puisi bertema sosial :
Dunia Luar
Ketika kulihat di sekelilingku Dalam dunia yang luas Baru lah aku tersadar betapa berbahagianya diriku betapa berkecukupannya diriku betapa tersayangnya diriku
melihat di dunia yang luas ini di pinggir jalan orang-orang yang seumuran diriku mencari nafkah dengan begitu sulitnya ketika aku duduk bersantai di dalam mobil
melihat di dunia yang luas ini di pinggir jalan orang-orang yang seumuran diriku mencari makan dengan begitu sulitnya ketika aku duduk bersantai di dalam restoran
aku merasa iba melihat mereka hidup dalam kesengsaraan aku merasa sedih melihat mereka hidup dalam berkekurangan aku merasa beruntung melihat bahwa diriku hidup tanpa berkekurangan
tiadakah yang bisa kulakukan selain menyumbang untuk mereka yang begitu berkekurangan begitu banyak jumlahnya mereka yang berkekurangan di luar sana sedangkan aku tak bisa berbuat apa-apa hanya duduk bersantai menikmati karunia yang diberikan oleh Tuhan, dan oleh ayah-ibuku
Nama : Mirayunitha Pandora Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 33
Puisi Romantika Psikopat Cinta
Cantik engkau, manisku.... Seperti bunga mawar merah merekah di antara duri-duri yang tajam Demikianlah engkau manis di antara gadis-gadis lainnya
Betapa cantik... Betapa jelita engkau... Hai yang tercinta di antara segala yang disenangi
Taruhlah aku seperti materai pada hatimu... Seperti materai pada lenganmu... Karena cintaku kuat seperti maut Kegigihanku sekeras baja Hatiku menyala-nyala Bukan nyala biasa Nyala api membara Air yang banyak tak dapat memadamkannya Sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya
Saatku memiliki engkau, maka akan ada kata masa depan bagiku Harapanku tidak akan surut..... Memilikimu, membuatku menjadi orang terkaya sejagat raya.... Tak ada kesusahan menimpaku.... Tak ada kegelisahan dalam hidupku....
Tapi.... Hatiku punah, remuk, hancur, musnah Kemolekanmu adalah bohong Kecantikanmu sia-sia Semua mimpi buruk, lebih buruk dari kematian
Baru kusadari engkau hanyalah perempuan jalang yang menarikku terus.... Lebih dalam ke suatu lobang dalam, sangat dalam.... Meninggalkan, mencampakkan, dan membuangku Engkau tak bedanya dengan mawar yang menipu.... Dengan duri kau menikamku, lambat, lambat, tepat di jatungku yang berdetak Air mataku bercucuran siang dan malam tapi engkau tidak mengindahkannya Napasku berhenti ketika engkau meninggalkanku tanpa sebab.... Kau tumpahkan tinta pada lembar sejarah yang baru hendak kubingkai Semua hitam, kelam, gelap, tak ada cahaya Anehnya engkau tak tersentuh sedikit pun Tak bereaksi.... Tetap menebar pesona pada korbanmu yang lain.... Tetap menjajalkan senyum manis tanpa dosa.... Janganlah menginginkan kecatikkannya dalam hatimu Janganlah terpikat oleh bulu matanya
Engkau psikopat cinta! Bibirmu menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutmu lebih licin dari pada minyak Pandai menutupi kebusukkanmu Tapi akhirnya ku tahu Engkau pahit bagai empedu Engkau tajam seperti pedang bermata dua Manusuk tanpa alasan.... Tanpa sebab.... Hanya sakit padaku engkau tinggalkan Sakit yang menggerogotiku sampai akhir hayat.... Sampai maut memanggilku....
Puisi Pendidikan Mencari Hikmat Paling Berharga
Bukankah hikmat berseru-seru dan kepandaian memperdengarkan suaranya? Dimana?
Di atas tempat-tempat yang tinggi di tepi jalan.... Di persimpangan jalan-jalan.... Di sanalah ia berdiri
Di samping pintu-pintu gerbang.... Di depan kota.... Pada jalan masuk, ia berseru dengan nyaring
Hai orang yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan Hai orang bebal, mengertilah dalam hatimu Dengarlah karena akan dikatakan perkara-perkara yang dalam Dengarlah karena akan ada bibir terbuka tentang perkara-perkara yang tepat Karena lidahnya mengatakan kebenaran dan kebohongan adalah kekejian bagi bibirnya Segala perkataannya adalah adil, tidak berbelat-belit, tidak serong
Terimalah didikannya lebih dari pada perak Terimalah pengetahuannya lebih dari pada emas pilihan Karena hikmat lebih berharga dari pada permata.... Apapun yang diinginkan orang..... Tidak dapat menyamainya....
Padanya ada nasihat dan pertimbangan Dialah pengertian, padanyalah kekuatan Kekayaan dan kehormatan ada padanya, juga harta yang tetap dan keadilan
Hikmat telah mendirikan rumahnya.... Menegakkan ketujuh tiangnya.... Menyediakan hidangannya.... Pelayan-pelayannya telah berseru, ”Siapa yang tak berpengalaman singgahlah kemari...” ”Siapa yang tak berakal budi makanlah rotinya...” Karena ia akan menjadi sandaranmu dan akan menghindarkan kakimu dari jerat...
Puisi Religiusitas Antara Aku dan Tuhan
Kepada-Mu..... Ya Tuhan.... Gunung batuku, aku berseru....
Janganlah berdiam diri terhadap aku Aku menjadi seorang yang turun dalam liang kubur.... Gelap, sunyi, tanpa seorangpun di sisiku....
Dengarkanlah suara permohonanku Apabila aku berteriak pada-Mu.... Meminta pertolongan dan pernyetaan-Mu.... Apabila aku mengangkat tanganku.... Ke arah tempat-Mu yang maha kudus....
Janganlah menyeretku bersama-sama dengan orang munafik Bersama-sama dengan orang yang melakukan kejahatan Bersama-sama dengan orang yang ramah dengan teman-temannya, tetapi.... Yang hatinya penuh kejahatan...
Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka Menurut kelakuan mereka yang jahat... Ganjarilah mereka setimpal dengan perbuatan tangan mereka Balaslah kepada mereka apa yang telah mereka lakukan Karena mereka tidak mengindahkan-Mu
Terpujilah Tuhan karena Ia telah mendengar suara permohonanku Tuhan adalah kekkuatanku dan perisaiku Kepada-Nya hatiku percaya dan bersandar
Ia peduli.... Sebab itu aku beria-ria dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya Ingin kuserahkan hidupku dalam kuasa penyertaan-Mu Ambilah dan pakai hidupku menjadi alat pernyataan tangan kasih-Mu Sebab aku bukanlah lagi hamba bagi-Mu Dengan kasih-Mu aku telah menjadi anak-Mu Menjadi bola mata-Mu yang berharga.... Terpujilah nama-Mu.... Sesungguhnya aku percaya pada-Mu...
Dahulu kala, semua masih normal-normal saja Setiap anak patuh pada orang tuanya Murid-murid menghormati gurunya Sangat harmonis dan sejuk perasaan semuanya
Namun, kini semua berbeda Tidak lagi cermin sama dari dulu Melainkan suatu noda yang amat tidak tertolong lagi Mungkin zaman sudah berbeda Tapi, apakah yang tidak baik harus muncul?
Banyak anak-anak yang membantah orang tuanya Hormat pada guru sudah menjadi permainan Mereka terlihat menghormati, namun pada hakikatnya Itu semua hanya kepalsuan
Apa yang sebenarnya terjadi? Pengaruh apa yang membuat itu? Semua saling menuduh, saling menyalahkan Tunjuk sana tunjuk sini Tidak sadar kesalahannya sendiri
Moral sudah pudar Dan itu katanya salah orang luar sana Pengaruh budaya luar, itu yang orang-orang katakana Tetapi di luar negri, moral tetap ada tuh Jadi hal itu mungkin tidak benar
Ya, jadi semua itu mungkin salah kita sendiri Harusnya pengaruh luar bias dipilah-pilah Ambil baiknya, buang buruknya Sehingga moral bangsa ini Tidak pudar dimakan waktu yang berjalan cepat
Puisi cinta
Cinta Yang Lain
Mencintai orang lain Itu mungkin suatu hal yang sudah biasa Semua orang pasti sering mengalaminya Cinta pada orang tua, saudara, kakek, nenek
Namun, sepertinya yang satu ini berbeda Cinta ini tentang seseorang yang special Dia bukanlah bagian keluargaku Tapi dia berarti seperti keluargaku
Dia bukan sesuatu yang mahal harganya Kalo yang itu sudah sesuatu yang lain Itu hanya cinta harta, tidak semurni cinta ini Cinta tentang dia yang special
Aku bingung, bingung bagai tersesat di hutan gelap Yang dia lakukan seperti pertunjukan yang amat menarik Senyumnya bagai lukisan pemandangan yang tak tertandingi Tak tertandingi oleh apapun, kapanpun, dimanapun
Apapun yang kulakukan, dimanapun aku berada Selalu teringat pada satu sosok Sosoknya selalu lewat, dengan setia memberikan kebahagiaan Sosok itu adalah dia, dia sang cinta yang lain.
Puisi Alam Keindahan yang tercoreng Alam yang amat indah, tak tertandingi oleh apapun Betapa mempesonanya dirimu bagai cahaya pelangi Engkau adalah anugrah, anugrah terbaik Anugrah yang tidak akan tergantikan oleh apapun Hingga kapanpun waktu telah berlari dan berpetualang
Meskipun Engkau adalah anugrah Tapi aku heran, kami sering merusakmu Kami memang amat bodoh sebagai manusia Yang konon makhluk tertinggi derajatnya di bumi ini Kami merusakmu, membuat semuanya tercoret Kami tidak menghargaimu
Tinta perusak mulai menjalar dari pena kami Pohon-pohon hijau mulai hilang ditelan gelapnya Menjadi ladang gundul, gundul dari anugrah Sungai-sungai juga mulai tertutupi Tertutupi oleh tinta hitam, tinta hitam limbah
Mungkin kami sudah merusakmu, tak tertolong lagi Tapi, kami akan, bahkan harus berusaha Berusaha hapuskan lagi noda yang menelanmu Berusaha berikan lagi hijaumu yang ternilai Untukmu, untuk masa depan kami kelak
Puisi Romantika Remaja Penantian: Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan
Yang aku tahu, otakku senantiasa menstimulasiku untuk menunggunya Ya, menunggu… Menunggu bangku di salah satu barisan kelas itu tidak sedih ditinggal penghuninya Menunggu dirinya ‘tuk melafalkan sepotong klausa padaku Menunggu namanya terukir di inbox handphoneku setiap waktu Menunggu senyuman dan tawanya... Meski aku mengerti, hal itu bukan untuk diriku seorang
Mereka bilang aku bodoh Hanya menari dalam pelita redup dan bayangan semunya Yang selalu bernapas dalam lentera hati dan anganku Untuk menemani sisi getir dalam hari-hariku Entah mengapa, keberanian dan kejujuran tidak menyambut jabat tanganku
Demi dia... Aku mencoba berusaha keras Memahami dirinya Menyukai kegemarannya Bahkan berkorban baginya Namun kenapa semuanya berbuah puing-puing derita, bertangkai air mata, dan berdaun kekecewaan?
Padahal, selama ini ada seseorang yang menanti diriku Meski ia mengerti, aku terkungkung dalam penjara penyesalanku Meski ia tahu, aku sering membuatnya kecewa Meski ia hapal, betapa sering aku menyakitinya Pun di saat terakhir aku menjauh dan meninggalkannya, ia tetap setia dalam penantiannya yang tak berujung
Ketika sayapku patah, ia tulus mengulurkan tangannya dan memapahku Ia selalu berusaha menyeka kepedihanku dengan sapu tangan kelembutannya Menerbitkan sukacita dan senyuman dalam langkahku Sejak dulu, saat ini, dan mungkin selamanya...
Bintang di langit, akhirnya aku mengerti Kadangkala orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita Dan dia, yang membawa kita ke pelukannya dan menangis bersamanya ..... adalah cinta yang tidak kita sadari
Puisi Sosial (Persahabatan) Pesan Terakhir Buat Seorang Sahabat
Persahabatan... Atas namanya, kita awali bersama Menyongsong sumringah matahariku dalam birunya ombak lautmu Berlari kecil dalam taman surgawi Sambil merangkai zamrud kepercayaan dan kemilau safir kejujuran Pun mengucap sejuta asa dan cita dengan polosnya
Pernah pula kita menyusuri terowongan gelap berpekat keegoisan Hingga bersaing mencari peniti di dasar palung berkaram semu Demi busungkan dada, tengadahkan kepala Bahkan bersama lewati cucuran pilu hati berpayungkan kelabu Dan pupuskan cerahnya pelangi dalam jiwa lemah kita Di lain waktu, engkau tetap duduk manis di sampingku dalam detik waktu yang terus melaju dan antre menunggu Meski aku dapat meraba senyum kecut telah tersungging dalam hati kecilmu
Namun, canda tawa dalam pelukan angin selalu menyoroti panggung kita Melepuhkan lembar kebencian yang tersimpan dalam skenario hidupku Meski tak kupungkiri, pintu dendam pernah kudatangi atas sikapmu Sadarkah kau, sahabat? Engkau menjadi batu langka bagiku Batu langka yang kokoh, hingga aku dapat menghampirimu saat hujan menerpa
Hari kita bertemu akan selalu terbaca dalam hati Kuingin persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu Karena sesungguhnya, kita ini hanya sejauh pikiran
Sahabat... Suatu waktu jika memang terjadi, dan esok aku tidak bersamamu lagi Ketahuilah... Aku hanya berharap ketika dirimu mendengar namaku, kamu tersenyum dan bilang, ”Dia sahabat aku...” Dan, kenangan paling indah yang kubawa pergi adalah ...”Aku pernah mengenalmu”...
Puisi Pendidikan Kamu, Orang Tuamu, dan Aku
Di balik fisikmu yang gagah perkasa Terekam berbagai kenangan yang takkan tergantikan Kenangan lucu saat aku memulai perkenalan denganmu dengan bantuan masa orientasi Kenangan indah saat aku menjalin persaudaraan dengan teman-teman sekelasku Kenangan pahit saat aku dan teman-temanku dijemur orang tuamu, para guruku Kenangan manis saat aku merajut kasih dengannya, pujaan hatiku Kenangan sedih saat aku terpaksa kehilangan orang tuamu, satu per satu
Berjuta kata telah terlontar tanpa gentar dari mulut orang tuamu Ada yang pantas mengajar, ada pula yang menyiksa kami para pelajar Suara orang tuamulah yang membuat kami mengecap setetes embun penuh wawasan Namun satu yang tidak terlupakan: pr, pr, pr,pr, pr, pr, pr, pr, dan pr!
Kadang aliran darah ke otakku tersendat dengan paradigma orang tuamu Mereka mengenakan dasi bermotif visi-standar kompetensi-target yang mencekik leherku tanpa berusaha menjelaskan apa itu dasi Hingga aku tak berdaya, tinggal seonggok jasad tanpa kesadaran Bahkan aku terkadang merasa takjub, darimana datanganya bongkahan energi bertronton-tronton Hanya ’tuk penuhi semua kemauan dan ketulusan hati kalian dalam menganugerahkan tugas Satu pintaku, agar kolom nilai senantiasa terisi oleh orang tuamu Tepat di absen dua puluh empat
Semuanya terus bergulir, seperti siklus terbentuknya hujan di geografi yang tak kunjung usai Dan, akhirnya tiba saatnya bagiku untuk pamit padamu, sekolah! Semoga asa dan cita tak sebatas angan di kalbu Namun senantiasa mengalun lembut, getarkan ingatanku Hingga mampu menuntunku tuk menatokan grafiti bercat emas pada sisi tubuhmu Dan menggapai bintang terjauh di langit Tuk persembahkan padamu, sekolah...
Nama : Vincentia A. S. Gozali Kelas : XII IPA 1 No. Absen : 40
puisi Cinta
Cinta
Sesuatu yang begitu indah Tak dapat diungkapkan dengan kata- kata Cinta itu datang… Cinta itu pergi… Ia datang tanpa diundang
Betapa indah rasanya jatuh cinta Tak pernah ada rasa yang mampu mengalahkan cinta Cinta mampu mengalahkan segalanya Tak ada yang mampu menghalangi kedatangannya
Cinta datang begitu saja Tak ada yang tahu kapan ia datang Cinta bisa datang kapan saja, dimana saja dan dengan berbagai macam cara
Cinta membuat orang mabuk kepayang Hanya ada seorang dihati ini Takkan ada cinta yang lain Cinta ini hanya untukmu
Kau kembali membuka hatiku yang selama ini telah tertutup Tak pernah aku temukan orang seperti dirimu Yang membuat hidupku begitu indah seperti ini Kuharap, kita akan selalu bersama hingga tiba akhir masa menjemput kita.
Puisi Patriotisme
Semangat Berjuang
Kau begitu mulia Tak pantang mundur membela Negara ini Demi satu tujuan Merdeka!
Berikanlah semangatmu pada generasi muda saat ini Semangat membela tanah air yang tercinta ini Semangat yang membara Semangat yang kuat untuk terus maju membela negara tanpa pantang mundur
Bangkitlah! Bangkitlah generasi muda! Bangkitkan semangatmu demi Negara ini Agar jangan sampai Negara ini makin terpuruk Karena hanya generasi mudalah yang mampu membangun Negara ini kembali agar menjadi kuat Tidak mudah dihancurkan oleh apapun
Pahlawanku.. Salurkan semangat juangmu pada kami semua Generasi- generasi penerus bangsa yang akan meneruskan perjuanganmu demi kemerdekaan yang kita inginkan Kemerdekaan seutuhnya bagi seluruh rakyat.
Puisi Krisis Moral
Tindakan Amoral
Pemerasan… Penyiksaan… Pembunuhan.. Masih banyak hal lain lagi yang terjadi didunia saat ini Banyak kekerasan yang dilakukan orang-orang yang tak bermoral kekejaman terjadi dimana- mana
Banyak orang yang mengalami krisis moral saat ini Orang sudah tidak mengenal belaskasih lagi Sampai hal yang paling kejam terjadi Menghilangkan nyawa orang!
Entah apa yang terjadi sekarang.. Orang – orang didunia betul- betul mengalami krisis moral yang seharusnya tidak terjadi Menyebabkan orang lain yang tidak bersalah menjadi korbannya
Pemerasan.. Orang yang sudah kalap akan melakukan apa saja! Tidak berhasil dengan pemerasan, mungkin akan terjadi pembunuhan Betapa sulit menjalani hidup sekarang Yang semua orang sudah mengalami krisis moral.
Nama : I Gusti Bagus Aginda Kelas : XII IPA 1 No : 19
*Kemenangan Sejati*
Seketika darahku bergejolak Melihat Sang Saka berkibar kencang di angkasa Sejenak kuhentikan aktivitasku Dan memberi hormat kepadanya
Seketika jantungku berdegup kencang Merasakan kebebasan yang telah lama kuidamkan Sejenak kuletakkan bedilku Dan menikmati kebebasan ini
Seketika semangatku berkobar Mendengar seruan kemenangan dari seberang sana Sejenak kutarik napasku Dan ikut bersorak penuh sukacita
Semoga keadaan ini akan abadi Keadaan ketika kita merasa aman Keadaan ketika kita merasa menang Keadaan ketika kita merasa merdeka Hidup di Bumi Pertiwi
Kami dahulu mempercayai setiap kata-katamu Kami dahulu mendukung setiap perbuatanmu Kini semua itu telah sirna Sirna tertelan oleh sikapmu yang serakah dan busuk
Wahai para penguasa Belum puaskah engkau menindas kami Tegakah engkau menyayat hati kami Sampai kapan engkau mengkhianati kami
Kami para orang kecil Hanya dapat berharap Agar kami bisa terlepas dari jerat rantaimu
*Tobat*
Tuhan Kutermenung ketika sadar Bahwa selama ini aku telah berdosa aku telah menyimpang dari jalan suci-Mu
Pernahkah Kau murka kepadaku Ketika kuabaikan perintah-Mu Pernahkah Kau mengutukku Ketika aku meninggalkan-Mu
Bisakah aku kembali ke jalan-Mu Yang penuh dengan kebahagiaan Dengan ketenangan Dengan kesucian Bisakah aku kembali Dengan tubuh yang lemah Dan jiwa yang rapuh ini
Agama bukan alasan Melainkan suatu pegangan Dalam menjalani kehidupan Tolong jangan disalahartikan
Berbuatlah banyak amal Jangan hanya karena mau dikenal Juga janganlah suka membual Karena membuat orang mual
Banyak-banyaklah berbuat Tetapi jangan jahat Apalagi yang sesat Kalau tidak mau dihujat
Hidup harus punya arti Jangan berbuat sesuka hati Jika sering dipuji Maka dilarang sampai mati
Jangan suka iri hati Karena menjadi beban hati Dan hanya meracuni diri sendiri Kuatkanlah hati dan berusaha lagi
Puisi Sosial
Kardusku Istanaku
Lihatlah kardus-kardus buah Bagimu mungkin sampah Tapi bagiku itu rumah
Rumah Tempatku tidur Tempatku makan Tempatku tumbuh
Meskipun itu kardus Dan tidak ada kakus Bekas beli mie bungkus Dan tidak terurus
Bukannya aku senang Tapi sudah kepalang Nasibku memang malang Seperti binatang jalang
Walau badan digigit kutu Tidak ada yang mau tahu Hanya mohon tolong dibantu Jalani hari-hariku
Puisi Lingkungan
Aku Sayang pada Manusia
Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini Ada kesedihan hati Ada sesal tertakhta di jiwa Ada kekecewaan di perasaan
Aku bukan berat pembangunan Apalagi untuk kemajuan Ini rejeki kotaku Mewarnai derajat negeriku Mengangkat martabat negaraku
Aku bukan arti kehidupan Bangunan puncakan langit itu Jalan- jalan lelangit itu Adalah kebanggaan kita Majulah negara kita
Namun aku sayang padanya Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang Tapi mereka membesar bersamaku Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras Aku mengukir janji cinta pertamaku
Aku bukan benci pembangunan Jauh sekali menjadi arti kemajuan Namun aku sayang padanya Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa Berkorban sabar hari demi kita semua Memastikan pencemaran bukan santapan kita
Agama bukan alasan Melainkan suatu pegangan Dalam menjalani kehidupan Tolong jangan disalahartikan
Berbuatlah banyak amal Jangan hanya karena mau dikenal Juga janganlah suka membual Karena membuat orang mual
Banyak-banyaklah berbuat Tetapi jangan jahat Apalagi yang sesat Kalau tidak mau dihujat
Hidup harus punya arti Jangan berbuat sesuka hati Jika sering dipuji Maka dilarang sampai mati
Jangan suka iri hati Karena menjadi beban hati Dan hanya meracuni diri sendiri Kuatkanlah hati dan berusaha lagi
Puisi Sosial
Kardusku Istanaku
Lihatlah kardus-kardus buah Bagimu mungkin sampah Tapi bagiku itu rumah
Rumah Tempatku tidur Tempatku makan Tempatku tumbuh
Meskipun itu kardus Dan tidak ada kakus Bekas beli mie bungkus Dan tidak terurus
Bukannya aku senang Tapi sudah kepalang Nasibku memang malang Seperti binatang jalang
Walau badan digigit kutu Tidak ada yang mau tahu Hanya mohon tolong dibantu Jalani hari-hariku
Puisi Lingkungan
Aku Sayang pada Manusia
Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini Ada kesedihan hati Ada sesal tertakhta di jiwa Ada kekecewaan di perasaan
Aku bukan berat pembangunan Apalagi untuk kemajuan Ini rejeki kotaku Mewarnai derajat negeriku Mengangkat martabat negaraku
Aku bukan arti kehidupan Bangunan puncakan langit itu Jalan- jalan lelangit itu Adalah kebanggaan kita Majulah negara kita
Namun aku sayang padanya Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang Tapi mereka membesar bersamaku Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras Aku mengukir janji cinta pertamaku
Aku bukan benci pembangunan Jauh sekali menjadi arti kemajuan Namun aku sayang padanya Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa Berkorban sabar hari demi kita semua Memastikan pencemaran bukan santapan kita
Nama : Maria lily Kesuma Kelas : XII IPA 1 No. absen : 30
Puisi Pendidikan:
Terlanjur Sayang
Sekolah… Itu tempat yang aneh Sejatinya tempat membuka cakrawala Menggali asa yang terkubur
Sekolahku… Bagaikan penjara ilmu Dikelilingi pagar-pagar raksasa Ada serpihan kapur menari-nari Apa pula deretan meja… yang seolah memaksa ‘tuk mengasah otak
Sekolah tua penuh kenangan Terkadang menyebalkan Tapi dirindukan saat liburan Tempat berbaurnya beragam insan Tempat menjalin persahabatan
Sekolahku... Saksi bisu peradaban dunia Sekian lama didatangi bagaikan kekasih Mengapa saat akan berpisah, hati mendadak perih? Mungkinkah… Ak terlanjur sayang padanya?
Puisi: Peduli Lingkungan
Suara Kami
Kami memang masih kecil Tetapi suara kami tidak kecil Kami dapat berteriak keras Sekeras adzan di subuh hari ‘tuk menyuarakan nurani kami
Suara hatiku membisikkan kata Menyapa puing-puing berserakan Di negeri tercinta Mengapa semua ini harus terjadi?
Di tengah kesunyian malam Kududuk seorang diri Kutatap langit mendung berkabut Seperti hatiku yang kalut
Ingin sekali… Aku menyerukan pada semua insan Bahwa kami tumbuh bersama alam Bahwa dari alam kami bernafas Dan dari alam pula kami belajar
Biarkan alam tetap melindungi kami Alam yang memberi hidup Lalu bersama-sama kita menjaga alam Maka alam pun akan memeluk kita
Puisi Cinta:
Pintu Hatimu
Saat kutenggelam dalam kegelapan Saat itu pula kau datang menghampiriku Seperti pelita dalam kegelapan Kau menyinari dan memberi warna Di hari hampaku
Warna berkilauan Namun tak dapat terdefinisikan dengan kata-kata belaka Menyentuh hati Lubuk hati yang paling dalam Hingga menyentuh ke dalam dasar jiwa ini
Saat kumasuki gerbang Gerbang kehidupan yang sangat indah Kubuka perlahan pintu gerbang itu Pintu yang penuh akan arti Pintu yang penuh akan kebahagiaan
Dan… Ada jendela di sana Jendela yang penuh rasa Rasa akan keinduan padamu Dirimu… Yang memberi warna di hari-hariku ini Dan semua itu Kualami saat kumasuki pintu itu Pintu dan jendela Hatimu…
Berabad-abad ditindas kompeni Bertahun- tahun dibodohi nippon Berbulan- bulan diombang- ambing janji kemerdekaan s Cukup sudah martabat pribumi terinjang- injak Cukup sudah hujan air mata, banjir darah membasahi bumi kathulistiwa Cukup sudah ibu pertiwi dikelilingi lingkaran setan
Atas keringat dan semangat berapi-api bunga bangsa Kini tiba saatnya mentari terbit menyinari nusa Mengusir jauh para mahluk terkutuk berhati batu dari tanah air.
Kumandangkan Proklamasi Lantunkan Indonesia Raya Kibarkan Sang Saka Merah Putih di puncak tertinggi
17 Agustus 1945 Babak baru segera dimulai Indonesia bangkit dari tidur ratusan tahun
Bangkitlah pula wahai pemuda milenia Jangan biarkan setan- setan kembali menghantui sang bunda pertiwi Jangan sia-siakan pengorbanan sang pejuang Bawalah Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya
2. Cinta
Puisiku Untuk Bunda
Wajahnya begitu elok Berjuta cinta tersimpan didalam Matanya begitu jernih Seindah safir tak ternilai harganya Tangannya sehalus sutra Mampu mengangkatku ke tempat lebih tinggi
Bibirnya begitu suci Tak henti mengucap doa bagiku
Andai aku awan Ia kan menjadi angin yang mengarahkanku Andai aku langit Ia kan menjadi pelangi yang mewarnai kesepianku Andai aku burung Ia rela menjadi pohon tempatku hinggap tiap saat Andai aku lebah Ia pasti menjadi bunga yang menyediakan madu
Kini ku t’lah kehabisan kata-kata Tuhan.. Oh Tuhan Ia anugrah terbesar dalam hidupku Tuhan.. Sayangilah ia Sayangilah Bundaku..
3. Religiusitas
Hanya-Mu Ya Allah
Ku melangkah dalam gelap Tanpa arah tujuan Ku ikuti kemana kaki ini melangkah Hingga nampak sebuah nur Makin lama makin luar menerangi sekelilingku Ku amat terpukau manatap Indahnya nama-Mu di dalam sata
Kau sadarkanku Hanya kau satu-satunya pelita Tak kan pernah padam bagiku Hanya kau tempat ku memohon Dan meminta Hanya kau tujuan akhir hidupku Di dunia ini Hanya padaMu kubersujud Ya Allah
Raga Mu tak nampak Suara Mu tak terdengar Mata Mu ada dimana-mana Kasihmu tak pernah padam
Darahku mendidih terpanaskan suhu walau hanya distorsi semata Darahku membuih, meggelegak memberontak dalam kuali Darahku menggebu keluar dari jeruji kukungan ketidakadilan
Hati si perempuan hancur berkeping tak kunjung menyatu Negerinya lebur Jadi bubur yang melebur bersama lumpur
Ego si laki-laki tumbang Tanah kelahirannya mengambang Mengambang di antara mati dan neraka Tak ada kata hidup, apalagi surgawi
Sedang aku, Aku marah Pada penguasa biadab Para jahanam pemikir uang Para koruptor perampas hak fundamental
Mereka yang bertopeng Mereka yang mengaku revolusioner Mereka yang melipat tangan di balik meja Menikmati apa yang bukan milik mereka
Wahai kalian si tak berhati nurani Dengarkan aku Jikalau kesabaran ini habis Jikalau kesabaran ini hilang
Waspadalah! Engkau para budak nominal Kalian akan binasa Bukan karena aku Bukan karena dia si laki-laki Bukan karena dia si perempuan
Tapi karena kami semua Menjatuhkan pinalti mati untukmu Nasibmu ada di tangan kami Pelatuk senapan siap dilepas Waspadalah!
-Kau Punya Aku-
Soekarno-Hatta gugur Pangeran Diponegoro gugur Ki Hajar Dewantara gugur Beribu pahlawan gugur demi mengharumkanmu
Mereka pergi untuk selamanya. Meninggalkan impian untuk digapai Mewariskan perjuangan tiada batas
Ibarat seekor ikan koi di tengah Samudera Hindia Ibarat satu bintang di antara galaksi malam bima sakti
Kau kehilangan arah Membisu diam tak berkutik Kau ketakutan dan bergetar
Jangan gentar Jangan kuatir Jangan goyah Kau punya aku
Darah ini kukucurkan Tulang ini kupatahkan Harta ini kugadaikan Nyawa ini kupersembahkan Hidup ini kuabdikan
Jangan gentar Jangan kuatir Jangan goyah Kau punya seribu aku
Kami pasukan siap mati Mati membelamu Mati mengharumkanmu
Hanya untukmu Hanya demimu Negeriku tercinta Indonesia
-Nol-Nol di Belakang Nominal-
Perlahan tapi pasti Angka nol semakin berderet Mengantri ransum berdempet Di pangan kita Di sandang kita Di papan kita
Seakan ia kertas berserakan Bisa dikoyak Bisa dirobek Kapan saja, di mana saja
Seolah ia daun berguguran Gugur tiap musim berganti Tidak berguna, hanya sampah
Tapi sayang, Ia bukan kertas apalagi daun Ia adalah keringat, mengalir bulir demi bulir Satu bulir keringat demi satu bulir beras Satu bulir keringat demi satu helai benang Satu bulir keringat demi sejurus kayu
Berapa banyak keringat demi sesuap nasi? Berapa banyak keringat demi secercah kehidupan? Sampai nol di belakang nominal menyaingi bulir keringat kah?
Anak bangsa menangis kelaparan Anak negeri menjerit kedinginan
Tapi, Kau belum juga menoleh
Haruskah kami menangis darah? Haruskah kami mengemis di pangkuan kakimu? Haruskah kami berlutut di hadapanmu?
Tapi, Aku tahu Kau belum juga menoleh....
Mungkinkah kau ingin kami mati satu demi satu? Hingga mayat terseret ke depan batang hidungmu? Hingga kau lihat akibat ulah serakahmu....
43 komentar:
Nama: Gloria Marcella M.W
Kelas : XII IPA 1
No: 14
Puisi Sosial:
Senyumku untuk Dunia
Aku ingin menabur benih bahagia
Bahagia di hatiku
Juga di hatimu
Benih yang dimiliki siapapun
Namun tidak semua menyadari
Begitupun aku
Aku tak tahu
Bahwa aku punya lukisan yang indah
Indah dipandang
Dahulu yang ku pandang sebelah mata
Kini begitu berharga
Harganya tak sanggup dibeli dunia
Saat aku mengeluarkan lukisanku kepada dirimu
Kau pun membalas demikian
Semua lukisan
Sungguh indah dan mempesona
Pesonanya kan membuat dirimu
Memintanya lagi suatu hari nanti
Kn kulukiskan senyum di wajahku
Kurangkul namamu di bibirku
Tak lupa kulemparkan salamku
Saat senyumku terukir di hatimu
Lukislah senyummu
Berikan kepada yang lain
Teruslah melukis hingga habis umurmu
Puisi Krisis Sosial:
Bukan Sampah Dunia
Ku tatap sekelilingku
Ku lihat wajah-wajah penuh derita
Penuh kesesakan
Penuh kehampaan
Kedua bola mata mereka
Menceritakan kejamnya dunia
Air mata mereka
Menumpahkan segudang kisah
Tubuh yang lunglai
Kaki yang tak kuasa berdiri
Perut yang selalu mengaum
Rambut yang telah ditelan waktu
Mereka hanya bisa duduk
Meminta belas kasihan
Menjulurkan tangan di tengah ramainya dunia
Namun tiada seorang peduli
Inikah hidup
Hidup yang harus mereka jalani
Entah berapa kali mereka mengeluh
Berapa klai pula Engkau menguatkan mereka
Semuanya mereka terima
Semua hinaan orang
Semua perilaku orang
Orang lain boleh merendahkan mereka
Tapi saya mau katakan
Mereka bukan sampah dunia
Puisi Cinta:
Terpesona
Pertama bertemu
Ada sebuah rasa dalam hati kecilku
Perasaan kagum
Kagum atas dirimu, pangeranku
Kau berdiri terlalu jauh dariku
Membuatku tak dapat menggapai dirimu
Haruskah aku berlari megejarmu?
Mengejar cinta petamaku
Wajahmu penuh kasih
Senyummu menenangkan hatiku
Cintamu memuaskanku
Kau memenuhi isi hatiku
Membuat diriku terbuai akan cintamu
Cinta ini tidak dapat lagi ku bendung
Cinta yang begitu luas
Seluas samudera
Pandanganmu menyejukkan hatiku
Hatiku penuh kasihmu
Diriku terpukau karena cintamu
Saat diriku menatapmu
Perasaanku berbunga-bunga
Saat diriku menyentuhmu
Hatiku menari
Saat diriku menyapamu
Cintaku bergetar
Penuhi hari-hariku dengan cintamu
Cinta yang tulus
Diriku terpesona karena kau
Nama : Gerardus Ari Tubagus Angkasa
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 13
Puisi Sosial:
Pengamen Jalanan
Setiap hari aku bernyanyi
Aku bernyanyi lagu-lagu gembira
Untuk menghibur orang lain sekaligus diriku sendiri
Diri yang tak kenal lelah bernyanyi
Terus mencari sesuap nasi
Bagi keluarga di rumah, dibawah kolong jembatan
Yang berharap nanti saat aku pulang
Nasi bungkus ada ditangan kananku
Setiap hari aku bernyanyi
Bernyanyi mencari uang recehan
Kadang aku tak dapat, yah... belum rejeki pikirku
Mungkin nanti, atau esok, atau mungkin suatu saat nanti
Aku akan mendapatkannya
Setiap hari aku bernyanyi
Mencari rejeki dengan cara yang halal
Tidak dengan menipu, tidak juga dengan mengemis
Setiap hari aku bernyanyi
Dengan gayaku yang sok keren ini
Mungkin ini yang membuat orang benci padaku
Padahal.. aku melakukan ini untuk menarik perhatian orang
Bukan untuk senang-senang
Orang pikir aku senang begini
Yang setiap hari bernyanyi
Tidak tahu akan penderitaanku
Berjemur dibawah terik matahari
Dengan bayangan adik-adik nanti menyambutku
Jika aku membawakan nasi bungkus
Jika tidak? Masamlah muka mereka
Setiap hari ibu menghibur aku dan ayah
Mudah-mudahan nanti aku jadi kaya katanya
Puisi Pendidikan:
Terima Kasihku
Dunia pendidikan ini sangat luas
Banyak aspek yang terkandung didalamnya
Namun ternyata ada satu bagian penting
Yang sangat penting dan tak kalah penting
Mereka adalah para karyawan yang bekerja tak kenal lelah
Membersihkan, merawat, dan menjaga sekolah
Mereka seringkali terlupakan
Terlupakan karena tidak diperhatikan
Dan juga terlupakan karena memang tidak ingin diperhatikan
Entah mengapa.. mungkin malu..
Inilah mereka yang masih mau mengabdikan dirinya bagi sesama
Walaupun hanya sebagai karyawan
Yang membersihkan seluruh gedung sekolah setiap hari
Tapi hanya inilah yang dapat mereka perbuat
Sebagai bentuk pengabdian
Kepada dunia pendidikan
Mereka tidak dapat mengajar
Bukan karena tidak mau berusaha, namun tidak bisa
Karena mereka tidak pintar
SD pun mungkin tidak lulus
Namun apa yang sudah mereka lakukan
Yang tidak dilakukan oleh bagian-bagian lain dalam dunia pendidikan
Telah menjadi salah satu kunci keberhasilan
dalam dunia pendidikan
Terima kasih ku ucapkan
Kepada mereka yang tidak ingin disebut
Puisi Krisis Moral :
Makna Mimpiku
Waktu itu aku melihat
Anak-anak melempari orang gila dijalanan dengan batu
Sambil tertawa-tawa lalu berlari
Aku juga melihat
Sebuah mobil menabrak motor begitu saja
Lalu pergi meninggalkan pengendara motor tersebut
Terbaring di tengah jalan minta tolong
Kalau tidak salah
Aku juga mendengar suara perkelahian
Disalah satu rumah di perempatan jalan
Aku mendengar ada suara kaca yang pecah
Di iringi dengan teriakan-teriakan nyaring
Dan tangisan yang tak kunjung reda
Namun tiba-tiba ada pecahan kaca yang menyambar mukaku
Lalu aku terbangun dari mimpiku
“Untung, cumi, cuma mimpi”, kataku
Tapi segera aku berpikir
Apakah dunia tempat aku tinggal ini tidak seperti itu?
Rasanya sama saja
Anak melawan orangtua dan guru
Ayah bertengkar dengan ibu
Kakak menjahili adiknya hingga menangis
Pegawai melawan tuannya
Tuan bertindak semena-mena terhadap pegawainya
Ini baru contoh di sekitarku
Belum dimasyarakatku
Belum tentang negaraku
Dan belum aku membahas duniaku ini
Begitu banyak pertentangan yang terjadi
Dikarenakan krisis moral pada diri kita ini
Apakah kita sadar?
Nama : Filemon Rido Yasin
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 11
Puisi kemerdekaan
Satu
Kami yang terhenti disini
Seakan menunggu dalam angan2 mimpi
Menanti sesuatu yang tak pasti
sadar kan sesuatu yang telah tersisih
dari dalam lubuk hati ini
Berjuang kami mencoba mengingat
apa yang telah terlupa sesaat
demi suatu jawaban kami teringat
Berharap mungkin engkau tlah mencatat
Ingatan perjuangan kemerdekaan
Kami merasa malu atas perjuangaan
yang menanggung banyak penderitaan
Kami mulai berdiri,berjalan ke depan
mencari suatu alasan dan tujuan
serta harapan yang tertahan
kini kamu telah berumur 63 tahun
walau terlihat agak rentah
tetap saja, Merah putih benderamu
Indonesiaku yang satu
Maju terus negaraku
Jangan kalah dimakan waktu
karena kami kan selalu ada disampingmu
meneriakan KEMERDEKAANmu..
menghubungkan masa depan dan masa lalu
bersama, kita semua bersatu
siapapun juga..semuanya adalah satu
Puisi Sosial
Arti Sahabat
Sahabat itu cinta
tapi bukan jatuh cinta
Sahabat itu senyum
Yang begitu lembut
Sahabat itu tangan
Yang selalu menuntun keluar dari kegelapan
Sahabat itu punggung
yang begitu lebar hingga kw mampu mengangis di atasnya
Sahabat itu waktu
saat kita habiskan bersama
Dalam sukda dan duka
Sahabat itu janji
yang tak mungkin diingkari
Sahabat itu harapan
Sama seperti dirimu
sahabatku
Puisi Ekonomi
Ketika ekonomi
Ketika ekonomi mulai diabaikan
Ketika hidup seseoarng telah dilupakan
Ketika kemeralatan mulai muncul
Ketika kemiskinan mulai nampak
Tangisan terpapar dimana-mana
Kelaparan meraja lela
Kehidupan semakin susah
Kebutuhan semakin menggila
Nasib rakyat miskin dan susah
Hidup lebih jadi sulit
Dalam hal begini
Bagaimana kita menghadap krisis
Ekonomi yang tak kian kian berhenti
Dengan hutang negara yang membebani
belum terlebih korupsi
dan para koruptor yang terus menari
yang telah mendaging dalam negara kita
akankah krisis ini berakhir..
-Pemuda Harapan Bangsa-
Generasi Muda penerus bangsa
Pemegang tampuk citra bangsa
Cermin jati diri bangsa
Harapan bagi bangsa
Namun apa yang kini terjadi ?
Rusakkah moral bangsa ?
Di manakah api para pemuda ?
Mungkin ini dari barat
Kumpulan duri-duri sesat
Bagai asap pekat
Membutakan indera penglihat
Tak perlu ‘tuk salahkan
Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan
Hanya malas yang dipertahankan
Tanpa udara untuk menahan
Tuntut sadar dalam diri
Percaya pada sang ilahi
Ciptakan tujuan yang murni
Pegang Tut Wuri Handayani
Tak perlu beribu berjuta kata
Utamakan upaya
Kobarkan semangat Pancasila
Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara
Majulah Indonesia
-Kemerdekaan Kita-
Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya
Tak kunjung dilewati juga
Jalan pasti menuju tujuannya
Duka panjang mengalir pada aliran sungai
Membanjiri korban-korban kekerasan
Menenggelamkan korban-korban pelecehan
Dahulu meriam berdentum dan gelora
Semangat mengoyak malam membara
Berjuang terus tiada henti
Membasmi musuh sampai mati
Nyawa seakan tak berarti
Tetap bertahan walau perih
Demi kemerdekaan sejati
Bukan hanya sesumbar janji
Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan
Sudah terlalu jauh dari saat ini
Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi
Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi
Apakah jalan menuju kemerdekaan ?
Bebaskah kita dari perbudakan ?
Jika penderitaan tak kunjung pudar
Sampai kapan kita bersabar ?
-Perjuangan Sang Anak-
Anak manusia yang malang
Langit ibunya bumi ayahnya
Sang surya mencuat tinggi melanglang
Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang
Berjalanlah ia sambil memegang perutnya
Mencari riak air untuk mukanya
Sekumpulan jahat mengintai titisan awan
Sang anak lanjutkan perjuangan
Merasuki dusun-dusun
Lewati jalan terjal bebatuan
Perjuangan masih berlanjut
Lantunan suara merdu terus berdenyut
Menggemparkan rumah-rumah di dusun
Sekeping, dua keping, empat lembar
Suara menjemput sampai tangan kecilnya
Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya
Terus menerus terlantun nada-nada indah
Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar
Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar
Tertangkap sang anak malang
Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya
Tolong, suara dari bibir anak itu
Merataplah yang jahat pergi dari situ
Tinggallah nafas tinggal satu
Sang anak terbujur kaku
Nama : Christine Chandra
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 06
*Puisi Religiusitas
Ketika Aku dan Tanah Bersatu
Tak kusadari bahwa ini adalah hari terakhirku
Hari saat aku tertidur untuk selamanya
Meninggalkan semua yang tersisa di dunia
Mataku tertutup rapat
Begitu pun hidupku
Bila Kau memberikan satu kali kesempatan
biarkanlah aku hidup satu hari lebih lama
Tak banyak yang kuminta
hanya satu hari
Satu hari yang akan mengubah semua
Kini itu hanya tinggal harapan
Disinilah aku sendiri
menunggu kepastian
mendengarkan keputusan terakhir
yang akan Kau berikan untukku
Tuhanku,
begitu sesal diri ini
menyiakan waktu yang telah Kau berikan
Semua berlalu tanpa makna
habis tak bersisa
Kini aku sendirian
di tempat gelap yang tak pernah terbayang
yang selama ini kujauhi
Sekarang semua telah pergi meniggalkanku
membiarkan aku bersatu dengan tanah
*Puisi Keprihatinan Sosial
Aku Malu
Aku malu dengan nenek moyangku
yang berusaha keras membangun kehidupan ini
Aku malu dengan bumiku
dimana semua kekayaannya telah dikeruk habis
Entah harus kuletakkan dimana mukaku ini
Dibangun dengan susah payah
mengorbankan segalanya
Dijaga dengan sepenuh hati
untuk dapat bertahan
agar nantinya kita sebagai penerus dapat terus hidup di dalamnya
Lalu,
apa yang telah kuperbuat?
Menghancurkan segalanya
mengandaskan impian para pejuang
Sampai aku terpuruk ke dasar jurang
Aku malu melihat teman-temanku yang bekerja
dengan upah yang tak layak
Aku malu melihat temanku yang lain
meminta belas kasih di sepanjang jalan
Aku hanya bisa bersembunyi
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan
Habis keberanianku menatap pandangan mata mereka
Aku adalah penghancur
Aku menkhianati kepercayaan yang diberikan padaku
Aku tak lebih dari seonggok sampah
Namun aku tak akan menyerah
Akan kubalikkan rasa malu itu
menjadi sebuah kebanggaan tak terkira
Aku memang sampah
tapi aku bukanlah sampah yang tak dapat berubah
*Puisi Sosial
Ketika Hidupnya Kembali Bermakna
Tergolek bagaikan boneka kayu yang patah
Tak lagi ada semangat
dengan mata menerawang jauh
Pikirannya pun kosong
layaknya boneka yang kehilangan jiwa
Saat itulah aku melihatnya
Dia ada di dalam diriku
saat aku tak punya arah
saat aku kehilangan jejak
saat penderitaan adalah hidupku
Seketika butiran air mata jatuh
dan dengan cepat aku hapus
Kukuatkan hati
Aku tak lagi seperti dulu
menunggu datangnya harapan palsu
Kakiku bergerak ke arahnya
tanpa perintah kurangkul dirinya
Berharap kehangatan sampai ke hatinya
Layaknya selimut hangat kasih seorang ibu
yang sepertinya tak lagi ia temukan
Sesaat kurasakan sesuatu menembus perutku
Aku terdiam membisu
dan kulihat pisau itu menancap dengan pasti
dilanjutkan dengan aliran darah yang mengalir deras
layaknya sungai di musim hujan
Dia menjebakku dengan wajah polosnya
Dengan tangan terlatih merampas hartaku
Aku merasa ringan mengapung di udara
Aku hanya bisa tersenyum puas
karena kusadari bahwa aku pernah membrinya kehangatan
Nama : G. E. T. Hakiki S.
Kelas : XII IPA 1
No. : 15
-Pemuda Harapan Bangsa-
Generasi Muda penerus bangsa
Pemegang tampuk citra bangsa
Cermin jati diri bangsa
Harapan bagi bangsa
Namun apa yang kini terjadi ?
Rusakkah moral bangsa ?
Di manakah api para pemuda ?
Mungkin ini dari barat
Kumpulan duri-duri sesat
Bagai asap pekat
Membutakan indera penglihat
Tak perlu ‘tuk salahkan
Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan
Hanya malas yang dipertahankan
Tanpa udara untuk menahan
Tuntut sadar dalam diri
Percaya pada sang ilahi
Ciptakan tujuan yang murni
Pegang Tut Wuri Handayani
Tak perlu beribu berjuta kata
Utamakan upaya
Kobarkan semangat Pancasila
Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara
Majulah Indonesia
-Kemerdekaan Kita-
Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya
Tak kunjung dilewati juga
Jalan pasti menuju tujuannya
Duka panjang mengalir pada aliran sungai
Membanjiri korban-korban kekerasan
Menenggelamkan korban-korban pelecehan
Dahulu meriam berdentum dan gelora
Semangat mengoyak malam membara
Berjuang terus tiada henti
Membasmi musuh sampai mati
Nyawa seakan tak berarti
Tetap bertahan walau perih
Demi kemerdekaan sejati
Bukan hanya sesumbar janji
Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan
Sudah terlalu jauh dari saat ini
Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi
Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi
Apakah jalan menuju kemerdekaan ?
Bebaskah kita dari perbudakan ?
Jika penderitaan tak kunjung pudar
Sampai kapan kita bersabar ?
-Perjuangan Sang Anak-
Anak manusia yang malang
Langit ibunya bumi ayahnya
Sang surya mencuat tinggi melanglang
Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang
Berjalanlah ia sambil memegang perutnya
Mencari riak air untuk mukanya
Sekumpulan jahat mengintai titisan awan
Sang anak lanjutkan perjuangan
Merasuki dusun-dusun
Lewati jalan terjal bebatuan
Perjuangan masih berlanjut
Lantunan suara merdu terus berdenyut
Menggemparkan rumah-rumah di dusun
Sekeping, dua keping, empat lembar
Suara menjemput sampai tangan kecilnya
Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya
Terus menerus terlantun nada-nada indah
Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar
Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar
Tertangkap sang anak malang
Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya
Tolong, suara dari bibir anak itu
Merataplah yang jahat pergi dari situ
Tinggallah nafas tinggal satu
Sang anak terbujur kaku
Nama: Brigitta Steffi Valegata De Kekko Gani
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 04
==Dunia Baru==
Kuterasing dalam komunitas itu
Wajah-wajah baru tak bersahabat,
mengantarku ke urutan terbelakang
Terpojok seorang diri,
dalam beribu prasangka
Berbagai benteng pertahanan kubangun,
demi melindungi pribadi
Uluran sosialisasi kutepis dan kuabaikan
Aku selalu waspada seraya menjaga kuda-kuda
terhadap kemungkinan buruk yang mengancam eksistensiku
Waktu terus memutar roda kehidupan
Benteng-benteng itu tak lagi melindungiku
Ia memenjarakanku seorang diri
Di tengah warna-warni dunia
Perlahan kusadari
Tiada bisa ku sendiri
Kubutuh individu lain
tuk berbagi pahit manis kehidupan
Butuh perspektif lain
dalam membuka cakrawala pengetahuan
Bertahap kuhancurkan bui,
yang memenjarakan hati dan pikiran
Kubuka topeng besi penutup wajah
Kubiarkan diriku hanyut dalam pelangi komunitas itu,
dalam hitam putih karya merajut mimpi hari depan
Kulemparkan semua pemikiran negatif,
jauh ke dalam tubir laut
Dan menenggelamkan diri
dalam euforia positif yang membangun
Kini, kurasakan gradasi warna dalam hari
Senyum, tawa dan canda, serta tangis ini adalah bukti
Sungguh, aku seorang manusia sosial
==Musik dalam Derita==
Segerombolan tubuh kecil itu mendekat,
menghampiri besi beroda empat yang kutumpangi
Bermodal sebentuk ukulele senar empat,
ditambah kecrek-kecrekan sederhana
Mereka siap dengan pertunjukkan kecilnya
Wajah-wajah lugu berlapis debu jalanan itu,
mengingat-ingat lirik dan irama lagu yang diagendakan tampil
Tangan kecil itu memetik nada pembuka,
disambut riuhnya benturan tutup-tutup botol
Memecah kegersangan di tengah terik Sang Surya
Oops ...
Mereka keliru melafalkan lirik,
Sang ukulelis memetik senar yang salah
Mereka yang berpandang-pandangan,
seraya mengukir sebersit senyum konyol di wajah
Lampu hijau menyongsong kami
Tanpa ragu mereka meminta imbalan
atas pagelaran musik amatir yang telah ditampilkan
Mesin beroda empat ini membawa tubuhku pergi
Dari kejauhan, tampak sukacita atas honor yang tak seberapa itu
Dengan cermat, jari-jari itu mengkalkulasikan tiap peser recehan
Dengan jujur, mereka membagi sama rata
Kasihan, belum sempat mereka menikmati nada-nada itu
untuk pribadinya sendiri
Tapi harus membaginya dengan orang lain,
demi sekoin rupiah pemenuh asa
==Semangat Putih Abu-Abu==
Seragam itu,
seragamku,
kebanggaanku,
kehormatanku,
identitas pendidikan yang sedang kutiti
Putih abu-abunya menempatkanku pada kasta tertinggi
Di antara siswa putih merah dan putih biru
Tiga tahun ia setia melindungi jasmaniku dari panas dan hujan
Ia menyerap butir-butir peluh dari pori-pori kulitku
Kualitasnya tercabik-cabik kejam dunia yang menghampiriku
Namun tak kan sekalipun melunturkan semangat putih abu-abunya
Ialah saksi bisu jatuh bangun kumenempatkan setumpuk ilmu pengetahuan di kepala
Ia jugalah selimut tubuh yang merasakan degup jantungku
menghadapi kejutan-kejutan yang menantiku di sekolah
Sayang, usang dalam serat-serat kainnya
tak mampu cerminkan khazanah ilmu yang mengisi relung-relung otakku
Ia tak cukup menggambarkan suka duka yang kutelan
Pun tak mampu melukiskan pincangnya langkahku,
mengayomi tiap anak tangga pendidikan
Akhirnya, ia mengantarkanku menyongsong gerbang pengetahuan lain
yang lebih megah
Walau kumelepas dan menggantinya dengan warna lain,
semangat putih abu-abu itu kan senantiasa hidup di atas sadarku
Nama : Melia Suryani
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 31
*Puisi Keprihatinan Sosial*
Sang Peminta - Minta
Duduk terlantar
Bersanding dengan pohon besar meneduhi
Terlewati oleh beratus orang berlalu lalang
Tanpa dipandang bahkan dikenang
Panas membentang
Tak menjadi sebuah halang
Debu bertebaran
Menambah keluh dan derita
Membuatnya bertambah hitam dan kusam
Dan menambah kesan terbuang
Namun tak menghentikan langkahnya
Berjuang demi hidup di belantara kejamnya dunia
Berjalan membawa kaleng yang bergemerincing
Berisi koin dari sang pemberi
Beribu ucapan terima kasih teruca
Tanpanya, dia mungkin tak kan bertahan
Sang peminta-minta yang kesusahan
Mencoba mencari sebuah pertolongan di antara keangkuhan
Mencoba mencari sebuah kehidupan di antara semua penderitaan
Mencoba mencari kebahagiaan di antara kesedihan
Dan ia pun terus berjuang
Tanap mengenal rasa takut dan ragu
Bahkan lebih kuat dari didriku yang hanya membisu
Sang peminta-minta yang mencari uang
Demi kelanjutan hidup di hari berikutnya
*Puisi Sosial*
Awal
Peralahan tapi pasti
Kita lalui perjalanan ini
Melewati kabut dan bukit
Melintasi semua hal
Sampai tak terasa kita sudah berada di ujung
Sampai kita harus berkata kata perpisahan
Dengan menitikan air mata
Berjuang untuk rela
Untuk menunda semua pertemuan kita
sampai saatnya tiba
Tanpa tangis dan kesedihan
Mencoba untuk bertahan
Demi utuhnya jalinan sahabat
yang tak pernah direncanakan
Kembali memulai sebuah hidup
dengan semangat dan khayalan
Yakin
bahwa ini hanyalah awal pertemuan
*Puisi Cinta*
Rasaku
Udara dingin membekukan diri
Menghiasi embun di daun pagi
Merangkai kehangatan di dalam pelukan
Hujan turun tak henti
Menghiasi hari yang kuanggap itu perih
Membuat semuanya semakin lirih
Tersayat - sayat dan terasa sakit
Hilang rasaku
Betapa semua pedih dan pilu
Hilang pikirku
Betapa banyak kerinduan yang hanya terpendam
Hilang harapku
Betapa aku begitu mencintaimu
Kisah kasih yang terukir
Hilang dan musnah
Oleh jiwa yang terluka dan sepi
Tapi,
kinipun masih di sini
Di dalam hati
dan kuakui
ku bagai mentari
Yang menghilang,
tertutupi awan yang kelam
Bersembunyi dari rintik- rintik kesedihan
Tersenyum dan seakan berseru
bahwa hidup itu indah
Dan tak akan indah jika kata hanyalah kata
bahwa dari kata timbulah rasa
dan akan selalu terasa
Nama:Novianty Kosasih
Kelas:XII IPA 1
No. Absen:36
Puisi Cinta:
Keluargaku Tercinta
Cinta,
Tak pernah kurasakan setulus ini
Tak pernah kurasakan sebanyak ini
Hanya dari sini, dari rumahku kuperoleh itu
Keluargaku,
Kalian tak pernah lelah membimbingku
Kalian tak pernah berhenti mendukungku
Kalian tak pernah berhenti menyayangiku
Hangatnya kasih sayang
Hangatnya pelukan
Hangatnya kebersamaan
Disinilah kuperoleh
Saat kusedih
Merasakan keterpurukan
Merasakan pukulan yang menyakitkan
Keluargaku tak pernah lelah menghiburku
Saat kubahagia
Merasakan kesuksesan
Merasakan keindahan
Keluargaku tak pernah berhenti menyanyangiku
Tak pernah kurasakan cinta sedalam ini di tempat lain
Tak pernah kutemukan kasih setulus ini ditempat lain
Tak dapat kuperoleh hangatnya kebersamaan di tempat lain
Hanya di rumahku, keluargaku, aku dapat menemukannya
Terima kasih keluargaku
Cinta yang tulus
Kasih yang dalam
Kebersamaan yang kuat
Semua dapat kurasakan
Puisi Peduli Lingkungan:
Hutanku Masa Depanku
Indonesia negeriku tercinta
Terbentang dari Sabang hingga Merauke
Berjuta-juta kota beriri diatasnya
Hutan nan hijaupun turut meramaikan
Hutan yang indah
Hutan yang penuh guna
Hutan yang subur dan permai
Itulah hutanku, hutan Indonesiaku
Sedih rasanya hatiku ini
Melihat hutan-hutan yang tak lagi berpohon
Melihat hutan-hutan yang telah beralih fungsi
Melihat hutan-hutan yang dimanfaatkan demi kepentingan pribadi
Karena mereka, orang-orang yang tidak bertanggungjawab
Mereka yang hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri
Mereka yang tidak memikirkan orang lain
Mereka yang tega melakukannya
Hutan nan indah
Hutan nan subur
Hutan nan permai
Itulah impian kita semua
Mari semua bergandengan tangan
Mari generasi muda
Mari lestarikan hutan kita
Yang pada akhirnya demi kita jua
Tidakkah kau rasakan
Udara segar yabg kau hirup
Kebutuhan yang kau peroleh
Semua karena hutan kita yang permai
Ayo peduli hutan, peduli pada diri kita di masa depan
Puisi Pendidikan:
Harta Yang Paling Berharga
Ilmu bagaikan harta
Harta yang tak akan hilang dimakan waktu
Harta yang tak akan habis bila terus kau pakai
Harta yang abadi, yang akan kau bawa seumur hidupmu
Ilmu,
Tak semua orang bisa merasakannya
Tak semua orang bisa merasakan nikmatnya
Tak semua orang mengetahuinya
Ilmu itu abadi
Ilmu itu indah
Ilmu itu adalah seni
Ilmu adalah harta teramat penting
Hai kau,
Para pemuda dan pemudi
Orang-orang yang diberi kesempatan untuk belajar
Orang-orang yang diberi kesempatan untuk merasakan ilmu
Gunakanlah ilmumu dengan sebaik mungkin
Ilmu yang akan berguna bagimu
Kelak bagi kehidupan
Dan bagi masa depanmu
Janganlah pernah ragu
Untuk berbagi ilmu
Untuk menambah ilmu
Untuk mempertahankan ilmu
Karena ilmulah yang akan menuntunmu
Menuntun masa depanmu
Menuntun keluar dari kemelaratan dan kebodohan
Itulah ilmu,hartaku yang paling berharga
Nama : Herputra Labune Gunawan
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 17
Puisi Cinta :
Kerinduan Cinta
Jauh di dalam hati ini
Masih ada dirimu
Cahaya dalam gelapku. . .
Kau selalu menerangi hariku
Ceriakan seiap malamku. . .
Pada saat itu aku ingin bersamamu selalu
Tak ingin tergantikan dengan yang lain
Biarlah kau di sini hanya untuk menemaniku
Hanya bayanganmu yang selalu menemaniku
Tetap ada dirimu dalam hati ini
Sejauh mata hatiku memandang hanya ada dirimu
Karena tujuan dalam hati ini hanya ingin dekat denganmu
Biarku merasakan kehangatan dalam cahaya pelangi
Sebagai tempatku bersandar denganmu
di saat hati ini berkeluh luka
Tak satupun kehadiran waktu datang menghibur
Hingga jiwaku hilang jauh terkubur dalam embun pagi ini
Menghembuskan kabut kehampaan Begitu senyap dan hening tanpa jawaban
Hujan di bulan September
Yang selalu dingin kini hangat menyentuh
Siapa yang telah memanggilku?
Apakah gaung hutan?
Ataukah kesenyapan malam yang membangunkanku?
Mengapa rasa ini terasa indah?
Suatu rasa yang membuatku terasa hidup
Semua karena kehadiranmu. . .
Kasih. . .
Temani aku di sini
Hiburlah hatiku agar tenang jiwaku kini
Bersamamu. . .
Berikanlah aku sebuah hadiah
Hadiah yang selalu kunanti dan kudamba
Sebuah cinta sejatimu
Adakah semua itu akan kau berikan dan berjanji setia padaku?
Aku hanyalah raga yang tak bernyawa
Berikan aku nafas kehidupan
Dengan cinta dan kasih sayang Darimu. . .
Puisi keprihatinan sosial
Balada Penghuni Gubuk
Terlihat seorang anak kecil yang sekarat
Di bawah gubuk reyot nan kecil
Untuk berkata sepatah pun ia tak sanggup
Pandangan hanya terpaku pada satu sisi
Tak terlihat lagi semangat hidupnya
Seribu mata memandang padanya
Tangan yang terkulai lemas
Kaki tak bisa sedikitpun digerakkan
Sekujur tubuh yang dihinggapi lalat-lalat berterbangan
Hati-hati yang ingin membantu
Tak sampai untuk meraih
Mengapa keadaan semiris begitu adanya?
Apakah ini suatu karma?
Ataukah sebuah pertanda dari Sang Maha Pencipta?
Apa yang telah ia perbuat?
Ia hanya seorang anak kecil yang tak bisa melakukan apa-apa
Anak kecil yang tak berdosa
Waktu demi waktu berlalu begitu saja
Tiada yang dapat membantunya
Dokter, obat, bahkan uang sekalipun
Tidak ada gunanya. . .
Ia hanya dapat menunggu. . .
Menunggu hingga Sang Pencipta memanggilnya kembali
Puisi Ekonomi
Sepotong Cerita dari Negeriku
Pengangguran bertebaran di negeriku
Layaknya pasir di tepi pantai
Kini segala kebutuhan tak bisa terpenuhi
Untuk makan pun hanya cukup untuk dua kali sehari
Sungguh malang nasib rakyat negeriku
Untuk makan saja pas-pasan
Apalagi untuk kebutuhan sandan dan papan
Semalam panjang mereka menikmati malam ditemani sebatang lilin
Tiada yang bersinar terang seperti matahari
Hanya satu api kecil pengganti pelita
Semakin hari semakin bertambah penderitaan mereka
Ekonomi di negeri semakin gawat
Banyak orang tak bisa bertahan hidup
Hingga bekerja serabutan seadanya
Apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kecil seperti mereka?
banyak orang berkata
"Mereka hanya malas hingga tak memiliki penghasilan"
Tetapi itu semua salah
Fakta berbicara rakyat kecil hanya menjadi korban
Mereka tidak akan menderita
Hanya oleh karena pemerintah yang tidak bijaksana
Buat seluruh pemerintah negaraku
Berjuanglah untuk memajukan negeri ini
Untuk generasi bangsa kini dan seterusnya
Nama : Haryogi Wirawan S
Kelas : XII P 1
No : 16
Puisi religiusitas
Cahaya Doa
Kucoba untuk melihat ke dalam
lebih dalam , lebih jauh
demi menemukan diriMu
dimanakah engkau Tuhanku?
Bait demi bait doa terucap di bibirku
Namun tetap tak kutemuka diriMu
Yang ada hanya aku ...
tenggelam dalam gelapnya dosa
Apakah tiada pengampunan bagiku?
Pertanyaan itu terus menghantuiku
Kegelapan pun menyelimutiku
lemas rasanya aku tak berdaya
ingin rasanya aku diberi kesempatan lagi
Namun, masih adakah kesempatan untukku?
aku hanya bisa berharap,berdoa menunggu pertolongan
Yang bisa mengeluarkanku dari lubang yang gelap, menyeramkan
Aku pun terus berdoa
meminta pengampunan pada yang punya
hanya bisa berharao
mendapat apa yang kutuju
gelap tenggelam cahaya terang muncul
cahaya itu tak memakai listrik sebagai sumbernya
cahaya itu tak berasal
namun hangat bagai sebuah pelukan
terjawablah sudah pertanyaanku
sujudku kuberikan kepadaNya
yang telah memberiku kesempatan kedua
Puisi Patriotisme
Kemerdekaan
Kulihat bangsaku telah mati nuraninya
karena lapar saling menyikut dan menindas
yang ada diatas malah tersenyum senyum
berlawanan dengan yang dulu dijanjikannya
Bebas sudah kita dari orang asing
Sekarang malah bangsa sendiri yang menindas kita
Aku hanya bisa tertegun,terpana ...
Menyaksikan wajah - wajah yang tak kenal malu
Habis sudah harta kita
ludes diambil orang - orang biadab itu
aku jadi bertanya -tanya lagi
kapan kita akan merdeka?
Kemerdekaan itu bak kaki yang menopang sebuah negara
tanpanya, negara akan jatuh dan rusak
Dan matilah juga negara itu bila hukumnya bisa dibeli dengan uang
karena rakyatnya sudah dibelenggu oleh kedunguan dan penguasanya sudah diperbudak oleh kekuasaan
Sekarang aku hanya bisa menunggu
dengan mengabdikan waktuku yang tersisa saat ini
demi bangsaku, Negeriku.
Puisi Cinta
Jatuh Cinta
Bertemu dengannya adalah hal terbaik bagiku
Senyumnya bagai cahaya dunia yang menerangi hariku
sorot matanya saat memandang mataku bagai pemberi semangat bagiku
Suaranya bagaikan melodi yang beralun harmonis
Berbincang dengannya adalah hal terasik bagiku
saat ia tanyakan semua tentang diriku
saat gerai tawa menghiasi wajahnya
semua itu yang membuatku jatuh ..
jatuh hati kepadanya
Engaku bagaikan bintang di malam hari
menghiasi kegelapan malam dengan sinarmu
memberiku keberanian dalam cahayamu
tanpa dirimu dunia terasa gelap...
suram...
Engkaulah cinta dalam hidupku
penerang jiwaku yang dingin dan sepi
aku jatuh cinta kepadamu
sungguh jatuh cinta...
Nama :Syl Via
Kelas :XII IPA 1
No :39
Tema :Patriotisme
Arti Kemerdekaan
Berlari mengejar mimpi
Menggengam harapan dan cita cita
Melawan segala rintangan
Sampai titik darah penghabisan
Darah bercucuran
Nyawa hilang melayang
Penuh duka lara
Namun tak ada yang dapat mencegahnya
Merdeka…
Terniang di telingaku
Lagu Indonesia raya dikumandangkan
Membawakan sejuta melodi perjuangan
Maju…
Langkahku ke depan
Menatap Sang Bendera Pusaka
Merah Putih yang berkibar
Semua menghadap kepadanya
Memberi hormat agung nan mulia
Menggengam tangan di dada
Penuh kepuasan
Langit seakan berkata
Wahai penerus bangsa, pelita negeri
Tanah air ini tetap harus kau jaga
Selamanya
Tema :Peduli Lingkungan
Alam Berubah
Dulu…
Terdengar suara nan merdu di balik ranting pepohonan
Indah menenangkan hati
Dulu
Ikan-ikan menari di laut biru bagai permata
Sejuk tak tertandingi
Dulu
Bunga-bunga berwarna warni
Cantik bak bidadari
Kemudian…
Alam berubah
Langit tak tersenyum lagi padanya
Keindahanya telah lenyap
Kulihat ke atas
Langit mendung menagisi alam
Lautan merintih kesakitan
Alam berteriak, meronta
Merenungi nasibnya
Keindahannya telah lenyap
Kelestraianya berkurang
Alam bertanya pada dunia
Akan sebab ia berubah
Ingin kujawab
Tetapi mult ini hanya diam, membisu
Alam..
Maafkan kami
Kami yang telah membuatmu berubah
Sehingga kau tak tampak indah
Tema :budaya
Tari Tanggai
Lemah gemulai gerakanmu
Menciptakan kebesaran nan mulia
Melodi mengiringimu
Tanpa mengenal rasa lelah
Berasal dari ujung barat negeri
Dikenal di seluruh tanah air
Dengan adat yang dipertahankan
Menjadikannya budaya yang patut diagungkan
Semua mata tertuju kearahmu
Terpana akan keelokanmu
Pesona yang kau pancarkan
Membawakan kebanggan bagi bangsamu
Tak hanya di Sriwijaya
Tetapi di seluruh negri
Kau selayak harta
Harta yang tak ternilai harganya
Kau ada sejak dulu kala
Pada zaman kerajaan lamanya
Namun kau tetap setia
Menghiasi keragaman budaya bangsa
Kan kujaga kau selalu
Sampai kapan pun jua
Agar dapat kupersembahkan kepada anak cucuku tercinta
Kerubin SS
XIIP1
25
Puisi peduli lingkungan.
Sang Beringin
Saat itu sungguh teduh
Begitu asyik becanda tawa bersama
Bersenandung bersama
Dinaungi sang Beringin
Saat itu sungguh teduh hati ini
Dedaunan kakek beringin melindungi
Melindungi kita para cucu dunia
Dari terik sang surya
Begitu gemulai ia menari
Bilamana angin mulai bertiup
Apa yang kita lakukan
Merusak
Menebang
Membakar mereka
Semua hanya demi keegoisan semata
Walaupun kini kota ini telah maju
Sadarkah engkau
Ingatkah engkau
Sang pelindung bumi
Sang Beringin kini telah tiada
Puisi sosial
Kita Kala Itu
Saat itu kita tertawa bersama
Saat itu kita bejalan bersama
Saat itu kita tertawa bersama
Begitu manis tawa persahabatan kita
Tidak pernah kita bertengkar
Tidak pernah kita membenci
Tiap saat selalu mendukung
Selalu menopang di saat sulit
Saat ini kita masih bersama
Adalah berkat Tuhan yang berharga
Kesetiaan kawan
adalah hal yang sangat jarang di jaman ini
hal yang patut diperjuangkan
terlebih, dipertahankan
cepat lambat kita akan terpisah
demi mencari arti hidup masing-masing
apabila saat itu tiba
ingatlah selalu kita pernah bersama
kita pernah bersahabat
ingatlah engkau selalu miliki sahabat ini
inilah janji sahabat
puisi cinta
Tenanglah Sayang
Kutatap langit biru yang tiada batas
Begitu luas membahana
Dapatkah aku seperti langit
Berhati lapang luas
Menerima dia apa adanya
Kurasakan angin semilir
Berhembus lembut, namun tanpa tujuan
Dapatkah aku seperti angin
Terus menjalani hubungan ini
Menjaga dia sepenuh hati
Kulihat bintang bergemerlapan
Di malam gelap tanpa sang surya
Dapatkah aku seperti sang bintang
Menghibur dirinya disaat sedih
Tenanglah sayang...
Hati ini telah memutuskan
Berusaha untuk selalu lebih baik demi dirimu
Selalu menghiburmu
Selalu ada untukmu
Karena, dirimulah nafas hidupku
Nama : Gabriella Gunawan
Kelas : XII IPA 1
No : 12
Puisi Patriotisme
-Akhir dari Sebuah Perjuangan-
Suara dentuman bergemuruh
Berpadu dengan lengkingan sendu
Satu lagi kembali gugur
Teman seperjuanganku
Aku tetap bersembunyi
Mengatur nafas
Ku siap membalas!
Meskipun…
Mungkin ini adalah akhir dari segalanya
Aku tidak gentar
Berbanggalah jiwa dalam diriku
Jika aku tak disini
Bangsaku tidak akan berdiri
Kugenggam erat tombakku
Kupandang dengan tajam
Dengan gagah aku berdiri
Berbalik, menatap musuh menanti
Teriakan mundur terdengar
Tapi buat apa mundur
Jika aku bisa maju
Tekadku bulat
Aku berlari menyongsong pengakhiran
Asalkan mereka tidak menyerang bangsaku lagi
Aku rela mati….
Puisi Religiositas
-Sang Penenang Jiwa-
Setiap nafas yang kuhembuskan
Siapa yang menghendaki?
Setiap tangis yang kuteteskan
Siapa yang menadahi?
Setiap saat
Desah kerinduanku pada-Mu
Kulantunkan dalam syair indah
Kitab abadimu yang sempurna
Setiap waktu
Kutengadahkan tanganku
Memuji nama-Mu
Memohon pada-Mu
Tuhanku…
Cahaya penerang hidupku
Aku percaya
Engkaulah satu-satunya
Yang tidak pernah meninggalkanku
Yang terus menggandeng tanganku
Bersamamu semua berarti
Pengabdianku hanya kepada-Mu
Tuhanku…
Aku berserah pada-Mu
Puisi Pendidikan
-Tolonglah Muridmu-
Rupamu yang dewasa
pemikiranmu yang luas
Kesabaranmu yang terus diuji
Membuatku kagum padamu
Namun perlahan…
Aku merasa tertekan
Tuntutanmu yang nyaris tak bercela
Akupun ingin menggapainya
Guruku yang terkasih
Kharismamu sungguh tak terelakkan
Menghormatimu…
Menghargaimu…
Namun aku ingin kau mengerti
Kami bukanlah anak-anak, bukan seorang dewasa
Kami hanyalah remaja
Kami masih ingin bebas
Maaf jika kami mengecewakanmu
Kami tidak sesempurna yang kau harapkan
Tapi satu hal yang perlu kau tahu
Kami terus berusaha untuk mebuatmu tersenyum
Nama : Junita Rosliacova
Kelas : XII IPA 1
Abesn : 23
Puisi Cinta:
Cinta Maya
Siapa kira kaulah cinta?
Kaulah Cassiopeia
Terbaik di antara yang baik
Satu di antara sejuta
Terlahir dari suatu kesempurnaan
Singgah dalam dirimu yang sejuk
Memberi suatu ketenangan
Kebahagiaan yang pekat
Tatapan dan senyuman
Tawa dan canda
Pemikiran dan tangismu
Tak ada yang harus ditata ulang
Kau adalah kau
Manusia yang hidup dalam mimpi
Melebur menjadi suatu aura yang indah
Aku tak dapat lagi melepaskan diriku dari dirimu
Tetapi kau di sana
Tempat yang tak pernah kupijak
Itu adalah aurora di duniaku
Indah, namun maya
Perlahan aku terhisap oleh lumpur di kakiku
Menjauh dari bayanganmu
Bawalah aku bersama cinta
Hingga kita menghilang bersama
Puisi Krisis Ekonomi:
Siapakah yang Bersalah?
Lihatlah si tua itu
Mengengkol becak
Melawan teriknya siang
Dengan tubuhnya yang renta
Berjuang untuk hidup
Di dunia yang menolaknya
Di dunia yang tak dapat digapainya
Di dunia yang pahit baginya
Ia tua
Ia miskin
Tetapi ia punya keluarga
Di bawah tanggung jawabnya
Semua harga melambung tinggi
Tinggi sekali hingga mustahil bagiya untuk menggapai
Dengan usianya yang tua,
Dengan tubuhnya yang rapuh
Memeras keringat,
Membanting tulang,
Semuanya kurang!
Tak ada tempat baginya untuk memohon
Suaranya bagai bisikan
Tak didengar oleh para penduduk kursi agung.
Ia memohon keringanan
Tetapi semuanya dipersulit
Bapak tua itu sakit
Ia mati
Bagaimana dengan keluarganya?
Siapakah yang bersalah?
Puisi Pendidikan:
Tragedi Seorang Murid
Sekolah...
Apa itu?
Tempat untuk menjadi pintar,
Atau sekedar mencari tugas?
Kuprihatin!
Kubelajar untuk menjadi linglung
Kubelajar hingga kulupa apa itu do re mi
Kubelajar hingga kurasa waktu berhenti
Kuberjuang untuk memahami
Memahami pelajaran yang bahkan sulit dipahami
Pelajaran yang bahkan tak jelas apa kelak kupakai
Pelajaran yang bahkan hanya menambah beban otak saja!
Bagiku, 24 jam sehari itu kurang!
Tak dapat menemukan waktu untuk berselang
Sibuk!
Jadwal bertabrakan seperti tanah longsor
Kumerasa sekolah menyeramkan
Aku takut ke sana
Bukan karena itu hutan berhantu
Tetapi karena banyaknya tugas yang tak dapat kubendung
Aku tak bermaksud mendemo
Aku hanya mencurahkan apa yang selama ini tertahan
Mencurahkan perasaanku
Dalam sebuah seni dan damai
Tapi tak apa
Bukankah itu yang disebut kewajiban?
Belajar dan belajar
Hingga semuanya memudar
Nama : Brian Stefanus Chan
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 3
Puisi Cinta
Maafkan Diriku
Maafkan aku
untuk semua ketidakmengertianku
akan gundah di hatimu
akan sakit di ragamu
Aku tidak pernah mengerti
hanya ingin dimengerti
betapa besar egoku padamu
Aku tidak pernah hadir
saat dukamu
ataupun saat sedihmu
Aku tidak perna menemani
saat gundahmu
ataupun saat gelisahmu
Meski ku tahu berartinya diriku
saat keterpurukanmu
Maafkan aku
untuk semua egoku
Puisi Pendidikan
Masa Depanku
Pendidikan
Merupakan ilmu yang kita dapat
melalui suatu proses
dimana ilmu tersebut dimatangkan
Salam menjawab
Tidak teliti
Nilai yang kecil
Semuanya merupakan proses
menuju kematangan
yang kita dambakan
Dengan bermodal pendidikan
dari SD, SMP, SMA
dan Perguruan Tinggi
Cita-cita kita tergapai
Bersaing di masa depan
Untuk
kehidupan yang mapan
Mulai sekarang
Belajarlah dengan rajin
untuk mengais
mimpi kita
Puisi Sosial
Persahabatan Sejati
Tak mengenal ras maupun bangsa
Jangan pandang dari warnanya
Papa dan kaya bukan bencana
Susah dan senang lalui cerita
Terdiam kita dalam kesunyian
Merenung ia tak kunjung datang
Menangisi kenangan mati di jalan
Seribu keceriaan tak terlupakan
Jagalah kesucian dari sang hitam
Mengapa perlu kita mengotorinya
padahal suci di depan mata
Mengapa hati mesti dikhianati
demi kesenangan pribadi
Nama : Lenni
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 27
Puisi Cinta :
Hatiku
Aku menyadari kesalahanku
Telah meninggalkanmu
Hanya untuk dirinya
Dan itu tak pantas untukmu
Maafkan aku
Aku tak bisa hidup sendiri
kembalilah bersamaku
Itu yang aku butuhkan saat ini
Nyanyikanlah sebuah lagu untukku
Dan aku akan menyanyikannya pula untukmu.
Kita dapat bernyanyi bersama
Mengulangi kembali masa-masa itu
Namun kini aku sendiri
Sendiri menjalani hari-hari
Aku berharap
Sebuah lagu terdengar lagi olehku
Ini hatiku
Yang berdetak untukmu
Hanya untukmu
Dan hatiku adalah milikmu
Aku tak sanggup
Tak sanggup berdiri sendiri
Karena...
Hatiku telah menjadi milikmu seutuhnya
Puisi Peduli Lingkungan :
Dimana Hutanku?
Lihat...
Pohon-pohon menangis
Menangisi nasib mereka
Berusaha memberontak namun tak bisa.
Dimana hutanku?
Dimana...
Jangan teruskan penebangan itu
Berhentilah menyakiti mereka
Tanpa pohon-pohon itu
Apa jadinya bumi ini
Gundul...
Tak kan ada keindahan yang tersisa.
Ketahuilah wahai orang-orang tak bertanggung jawab
Akibat ulahmu itu bencana alam akan datang.
Menghampiri kita semua sambil tertawa.
Kapan bencana alam itu tiba?
Dimana bencana alam itu akan singgah?
Semua menggelengkan kepala,
tak tahu katanya
Sadarilah, hentikanlah
Bayangkanlah betapa menderitanya bumi ini.
Lestarikanlah hutan
Demi keselamatan kita semua.
Puisi Patriotisme :
Rapatkan Barisanmu
Eratkan tangan
Bersatu padu melawan musuh
Kuatkan tekad
Untuk mencapai satu kemenangan
Tak usah gentar
Terus maju
Pantang mundur
Hadapilah musuh dengan gagah berani
Suara senapan bersahut-sahutan
Tangisan menggema
Teriakan-teriakan memekikkan telinga
Luka pedih menusuk dada
Berserakan tubuh bersimbah darah
Serang...
Terjang...
Kalahkan rasa takut
Berjuanglah untuk menang
Rapatkan barisanmu
Satukan tekad dan semangat
Raihlah kemenangan
Pertahankan terus tanah air kita.
Teruslah bertahan
Sampai titik darah penghabisan
Basmi musuh
Bela ibu pertiwi
Kobarkan semangat perjuangan
Runtuhkan ketakutan itu
Jangan lengah
Bangkitkan persatuan
Raihlah Indonesia merdeka
Merdeka...
Puisi Keprihatinan:
Bencana Ini
Dunia ini sedang berduka
Awan hitam masih enggan beranjak dari tempatnya
Jerit tangis masih terdengar
Semakin lama semakin keras
Menggema ke seluruh dunia
Dunia ini masih terluka
Bencana tak henti-hentinya datang
Belum kering air mata ini
Sudah muncul lagi luka yang baru
Memaksa untuk melanjutkan hidup
Tanpa sempat meratapi apa yang telah terjadi
Entah sudah berapa banyak airmata ini menetes
Entah berapa besar pengorbanan ini
Tapi penderitaan ini seolah abadi
Seakan tak akan ada lagi matahari
Tetapi satu hal
Apa pun yang akan terjadi
Tak peduli betapa menderitanya jiwa ini
Tak peduli betapa sakitnya raga ini
Dan tak peduli betapa kejamnya hidup ini
Ingatlah bahwa kita harus tetap berjuang
Memperbaiki kehidupan
Memperbaiki dunia
Karena semua bencana ini
Hanyalah batu penghalang
Yang harus dilewati
Untuk sampai ke tempat yang lebih tinngi
Puisi Peduli Lingkungan :
Surgaku
Aku bisa merasakan kesejukkannya
Aku bisa menghirup aromanya
Aku bisa melihat keindahannya
Sungguh indah
Itulah sirgaku, itulah taman Eden-ku
Disanalah aku pulang
Disanalah aku memikirkan segalanya
Didalam sebuah bingkai di kepalaku
Bingkai yang telah lama ada
Yang selalu muncul saat penatku datang
Namun itu hanya ilusi
Saat kubuka mata
Semuanya sirna
Kehidupan masih berantakan
Alamku sudah rusak
Dan lingkunganku semakin tercemar
Aku ingin selalu berada di surgaku
Bahkan saat aku membuka mataku
Aku ingin semuanya menjadi nyata
Aku ingin semuanya abadi
Aku ingin mengubahnya
Mengubah alamku menjadi sugaku
Aku ingin memperbaiki semuanya
Akan kutunjukkan pada dunia
Bahwa alam itu begitu indah
Inilah alamku
Inilah surgaku
Puisi Cinta
Dia
Dia begitu indah
Indah tak terlukiskan
Namun jauh tak tergapai
Tak akan bisa kusentuh
Tak akan bisa kumiliki
Dia adalah senyumku
Senyum bahagia dan senyum pedihku
Dia adalah kekuatanku
Sumber segala perasaanku
Dia tak tahu
Dan dia tak akan pernah tahu
Tentang diriku
Yang akan selalu mengawasinya
Yang akan selalu mengagumi keindahannya
Dari sudut gelapku
Tapi biarlah
Biarlah tetap seperti ini
Karena aku masih mampu bertahan
Aku masih mampu menikmati rasa sakit ini
Rasa sakit karena mencintainya
Mungkin suatu saat, cinta ini akan pergi
Mungkin waktu akan mengikisnya
Mungkin semuanya akan berlalu
Tapi cinta ini akan selalu kuingat
Dia yang telah membuatku seperti ini
Dia yang telah membuatku tersenyum
Dia yang telah membuatku menangis
Dan dia,
Yang tak akan pernah terganti
Nama: Netti Herawati
Kelas : XII IPA 1
No: 35
Topik : Peduli Dunia
Apa Kata Dunia?
Berjalanku diatas dunia
Mencuri pandang indahnya panorama
Air dan api, tanah dan besi, terang dan gelap
Mewarnai arti hidup, manusia
Dunia itu bulat, fakta
Dunia itu berputar, fakta
Dunia itu indah, fakta
Dunia itu sakit, tahukah?
Dunia itu merana, sadarkah?
Dunia itu melemah, benarkah?
Hati senang orang bilang dunia itu ceria
Perut kenyang orang bilang dunia itu kaya
Tidur nyenyak orang bilang dunia itu mewah
Tapi sakitnya dunia, siapa peduli?
Biar saja orang lain yang peduli
Aku hanya hidup menumpang disini
Aku hanya satu disbanding berjuta milyar insani
Apa artinya aku peduli, jika orang-orang melarikan diri
Hei kau manusia muna!
Lihat sekelilingmu
Duniamu baru saja rusak
Tapi kau acuh tak acuh
Kau memang hidup sekali
Tapi tidak berarti riwayatmu hanya satu kali
Hei kau manusia muna!
Lihat sekelilingmu
Air meluap di ujung dunia
Membawa kenangan nuh lama
Suatu hari akan kau rasa
Maka itu bangkit!
Lawan dan hindari sakiti dunia
Kau tak rugi, itu namanya berkorban
Simpan dan tahan loyalmu
Kau tak kikir, itu namanya hemat
Sayang dan cintai lingkunganmu
Kau tak jahat, itu namanya mulai
Masa bodoh semua orang
Yang kau rasa adalah ‘Apa kata dunia?’
Topik : Cinta
Senja Dibalik Bayangnya
Mematung kuberdiri, melihatnya, memandangnya
Bahkan ketika itu waktu pertama kita berjumpa
Parasnya yang menawan
Memancar pesona sejuta safir
Memasung mataku si matanya
Tapi dia memilih menjauh
Memupus cinta dan harapanku
Meninggalkan aku yang terombang
Oleh rasa yang aku tak yakin
Aku tak tahu, aku bingung
Tiap tingkah dia yang tidak menentu
Garis takdir kita yang menyatu, dia tak percaya
Dia kubur, dia pendam habis cintanya
Baginya seabad kehidupan itu mudah
Dibanding cintanya sedetik padaku
Hatiku sudah jatuh, kalah melawan
Tertawan oleh senyumnya yang menawan
Terkurung oleh harumnya yang merindukan
Terikat oleh cinta yang terlarang
Ketika senja datang
Kau berbeda
Ketika malam membayang
Kau tak sama
Jadikan aku sepertinya
Bahagia aku mendapatkannya
Menapak hidup abadi selamanya
Topik: Krisis Moral
Wanita Kerudung Putih
Kau membuka mulutmu
Berharap jeritan memilukan akan terdengar
Sunyi
Tanpa satu pun desis suara
Tapi hatimu menjerit
Ketika tangan-tangan kotor itu menyentuk kulitmu
Tubuh yang kau balut rapat
Tertutup dalam kerudung suci
Tangan itu memaksa
Menarik, merobek, menghancurkan
Semua, semua yang kau pendam tersucikan
Kau bertanya,
Masih adakah Tuhan di sana?
Masih Tuhankah penerang hidupmu?
Masih adakah Tuhan menjagamu?
Kemana Tuhan ketika kau tersiksa?
Kemana Tuhan ketika orang-orang memfitnahmu?
Kemana Tuhan ketika orang-orang mengucilkan dirimu
atas dosa yang dilimpahkan kepadamu?
Noda
Hanya bukti bisu selain bisumu
Terkutuklah biadab itu
Yang bertopeng emas bertangan besi
Menodaimu si balik layar
Kau menjerit
Membuka paksa layar-layar itu
Berharap bau busuk akan terkuak
Tapi semua hidung tertutup
Tersumpal oleh wangi parfum memabukkan
Kau berdoa
Biarlah Tuhan mengujiku
Hanya Dia Yang Maha Tahu
Semua kalbu dan ceritaku
Nama : Calvina Chandra
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 5
Puisi peduli lingkungan
Biarkan dunia tersenyum
Jika aku adalah matahari
Akan ku sinari semesta ini
Agar terlepas dari kegelapan yang meliputi
Jika aku adalah hujan
Akan kubasahi bumi ini
Agar terlepas dari polusi yang mematikan
Jika aku adalah bunga
Akan kuindahkan dunia ini
Agar terlepas dari kejahatan yang membelenggu
Akan tetapi,
Jika aku adalah aku.
Apa yang akan kulakukan?
Kan kukumpulkan teman-temanku
Tuk bangun dunia baru
Di mana canda tawa kan merayu
Beri dunia ini warna baru
Ketika hujan telah kembali menghijau
Dan sungai telah membiru
Puisi pendidikan
Terimakasih Guru
Kau seperti lilin yang menerangi
Memberi sinar dalam kegelapan yang menyelimuti
Agar aku jadi mengerti
Tanpamu belajar tiada arti
Tak mungkin pula aku ada di sini
Di saat ragu engkau lah pembantu
Memberi ilmu tanpa jemu
Tak kenal tenaga dan waktu
Jasamu itu kan kukenang selalu
Biarpun waktu sudah berlalu
Sesekali melangkah pasti lelah
Nasihatmu kan kuingat tuk hilangkan gundah
Agar diri ini menjadi lebih gagah
Aku pasti tak mungkin mengalah
Ilmu dan pengalaman diberi sudah
Setelah berusaha dan berdoa, smua reda
Wahai guruku yang kukasihi
Terima maaf dan ampun ini
Lantaran berbudi tak berbakti
Untuk satu perjuangan yang terjadi
Kami kan berusaha tuk berdikari
Terima kasih
Puisi cinta
Sahabat
Ingin kubangunkan kau sebuah gunung
Agar ketika hatimu berkecamuk
Kau dapat menyepi kesana mencari tentram
Ingin kutangkap dan kukotakkan sepuluh kupu
Agar kala sedih tiba
Kau dapat membuka kotak itu untuk memberimu riang
Ingin kugapai dan kuberi kau seratus pelangi
Agar di tengah badai mengamuk
Aku dapat bersamamu mengusir sedih
Ingin kupetik dan kuberi kau seribu mawar
Agar kala kemarau datang menyengat
Aku dapat bersamamu menebar senyum
Hatiku ruah dengan semangat membubung
Untuk menyentuh hatimu
Dan membuatnya girang
Dengan sejuta angan-angan
Aku berikan diriku
Agar kau dapat mengejar mimpi riang
Aku sadar sahabat, diriku terbatas
Aku sedang belajar
Menggapai pelangi
Menanam mawar
Mengejar kupui
Membangun gunung
Tapi sementara aku belajar melakukan semua itu
Mari kau pegang tanganku erat
Sandarkanlah dirimu di bahuku
Karena aku sahabatmu
Nama : Jesslyn Claresta
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 21
Ketetapan Hati Sang Serdadu
Kuambil senapanku, kuarahkan ke depan musuh dengan tatapan sang pemburu liar
Kuhilangkan segala noda di sepatuku
Seragam kebanggaanku telah menanti kedatanganku dengan gagahnya
Lencana yang hanya ada satu di muka bumi ini menatapku seolah berkata "Maju!!"
Kubusungkkan dadaku
Kulangkahkan kakiku dengan gagah berani
Langkahg awal yang menentukan harus kulakukan
Keluar dari pintu kecil istanaku
Langah semut kaki ini akan merubah segala kehidupanku
Kudengar isak tangis sang permaisuri membahana di dalam istanaku
Anak-anak yang masih kecil hanya dapat meratapi ibundanya dengan penuh tanya
Jika aku sang raja, tentu aku akan mendampingi sang permaisuri hingga akhir hayatnya
Semua itu tinggal kenangan
Kukecup keningnya
Kuseka air mata di pipinya dengan lembut
Kata perpisahan tak tertahankan lagi
Keluar bak air yang mengalir
Sang pangeran duduk
Melamunkan semua kondisi yang serba membingungkan
Kupeluk ia hangat
Kubelai halus rambutnya
Harapanku
Jika aku dapat melihat ia tumbuh besar
Kelak pasti ia akan menjadi pria gagah
Segagah ayahnya
Kuharap kelak aku dapat menjumpai mereka lagi
Kutinggalkan istanaku
Kata maaf kuucapkan tak terhitung banyaknya
Kejamkah aku?
Di tengah segala kericuhan ini, aku terus berjuang
Bertahan hidup
Menembak mati segala musuh negara tercintaku
Kehidupan layak bagi orang banyak harus tercapai
Maju, maju, dan maju
Kami harus menang
Kami pasti menang!
Doa Seorang Anak Durhaka
Detik demi detik, waktu terus berjalan
Waktu berjalan
Entah mengapa terasa seperti menunggu kura-kura di sisi lain lapangan
Ya Tuhan, ingin rasanya kupasrahkan semuanya kepada-Mu
Tetapi tak bisa
Entah mengapa aku tak kuasa menahan gejolak perasaan di dalam dada ini
Hujan deras membasahi tubuhku
Mengguyur tubuh lemah di tengah badai angin yang tak henti-hentinya
Tak terasa
Entah mengapa, semua itu tak terasa olehku
Halilintar yang menyambar bersahut-sahutan terasa seperti nyanyian indah di telingaku
Membuatku bertahan dan terus terjaga
Ingin rasanya aku berteriak
Mencaci maki diriku sendiri
Di tengah gelapnya malam, hanya kepada-Mu aku berpasrah
Kuhantamkan pintu rumah ke dinding tak bergerak sekeras kerasnya
Sekeras amarahku yang bergelora
Kata-kata caci maki yang tak pantas keluar dari mulutku bak air terjun yang jatuh membasahi bumi
Sungguh tak kusangka itu semua adalah salam terakhir dariku
Apakah Tuhan masih akan membukakan pintu maaf bagi anak durhaka sepertiku?
Aku menangis
Di tengah bisingnya malam di kotaku, aku meraung-raung
Kupacu mobil kebanggaanku dengan pikiran yang tak tentu
Semua terasa kosong dan sangat gelap
Semua kulalui dengan cepat
Tak ada yang kuperdulikan
Ingin rasanya kususul mereka
Mencium kaki ibu, memohon ampun atas segala perbuatanku
Memeluk hangat ayah, mengatakan bahwa aku minta maaf dan aku menyesal
Aku bahkan tak dapat mengingat kapan terakhir kali ayah memelukku dengan lembut
Tiba-tiba senyum hangato kedua orangtuaku terlintas di benakku
Kuingat belaian hangat ibuku
Semua terasa masih sangat baru dan masih membekas di hatiku
Aku tak sanggup lagi
Jika aku dapat memutar waktu
Ya Tuhan, izinkanlah hambamu ini memutar waktu
Biarkanlah anak yang durhaka ini yang menggantikan mereka di sisi-MU
Izinkan aku mengulang hari-hariku, Ya Tuhan
Kupejamkan mataku, kurasakan aku telah berada di depan pintu-Mu
Kuketuk perlahan dan kusampaikan pesanku
Maaf....
Selamatkan Teman-Teman Kita
Kulihat kelinci berlarian dengan riangnya
Tupai-tupai melompat dari satu dahan ke dahan lainnya
Rusa-rusa menyegarkan tenggorokan mereka di pinggir sungai
Padang rumput indah membentng luas dengan gagahnya
Ah, alangkah indahnya
Suara sungai yang mengalir deras terasa bak nyanyian selamat pagi
Angin berhembus sepoi-sepoi membelai dan memeluk sekujur tubuhku
Kicauan para merpati kecil membuat hatiku terasa sangat tentram
Ah, alangkah indahnya
KIni, bangunan tinggi menjulang di mana-mana
Rerumputan dilapisi oleh aspal tebal dan keras
Sungai dan parit terlihat bak saudara lain ibu
Di manakah alam yang damai dan indah tadi?
Burun-burung kecil temanku terpaksa beristirahat di sebuah kabel tipis
Rusa-rusa ttak tahu lagi harus tinggal di mana
Mereka mulai diburu secara liar
Seliar kelakuan manusia di kota besar
Sungguh teman-temanku yang malang
Pepohonan hijau lenyap dari hadapanku
Warna hijau yang dahulu menyala kini tergantikan dengan warna merah menyala
Warna api yang berkobar di mana-mana
Kini yang tertinggal hanya sehamparan luas tanah kosong yang siap diisi dengan bangunan-bangunan megah lainnya
Marilah kita bantu teman-teman kita
Mengembalikan tempat hidup mereka
Menanam pepohonan, menghijaukan kota kita
Hentikan perburuan liar dan pembakaran hutan sembarangan
Cintailah alam asri kita
Nama : Herry Tanamal
Kelas : XII IPA 1
No : 18
Puisi Peduli Lingkungan :
Kemurkaan Alam
Aku ini adalah korban dari ketamakan saudara-saudaramu
Aku telah kehilangan segala harta yang kumiliki
Keindahanku, kerindanganku, kehijauanku
Semuanya telah dirampas oleh saudaramu
Saudaramu itu memang tak tahu di untung
Diberi hati, mintanya jantung
Mereka telah merampas semua milikku
Tanpa membalas sedikit pun budi baikku
Telah sering aku menjerit
Menjerit kesakitan disiksa dan dibantai
Tapi tak seorang pun mendengar jeritanku
Mereka tak kan peduli akan diriku
Bukan hanya aku yang menderita
Teman hidupku pun ikut sengsara
Kehilangan rumah, tempat berkumpul keluarga
Kelaparan, kehilangan sumber makanan mereka
Kini aku sudah murka
Aku tak tahu lagi apa yang kan mereka lakukan
Kini biarlah hukum alam yang berbicara
Menghukum kerakusan dan ketamakan saudaramu itu
Puisi Keprihatinan Sosial :
Ungkapan Hati TKW
Disini aku duduk terdiam
Merindukan tawa lepas dari mulut ini
Disini aku menatap hampa
Termenung meratap masa depan
Sudah biasa aku dicacimaki
Layaknya tak punya harga diri
Sudah terbiasa pula 10 jari mendarat di pipi
Layaknya aku ini benda mati
Aku ini memang manusia berkasta rendah
Tapi aku bukan binatang jalang
Aku hanya ingin mencari sesuap nasi
Tapi mengapa seperti ingin dibuat mati ?
Hatiku telah penuh dengan luka
Bak dicabik dengan cambuk
Ragaku pun penuh cidera
Tak berbentuk, penuh lebam yang parah
Sebenarnya, apa salahku ini ?
Hingga penderitaan ini tak lepas membelenggu diri
Apakah ini cobaan, ataukah ini karma
Apapun itu sungguh ku tak sanggup lagi
Puisi Pendidikan :
Guru yang Telah Tiada
Engkau laksana air di padang pasir
Memberikan kelegaan dalam kehausan
Engkau laksana rembulan malam
Memberikan cahaya dalam kegelapan
Masih kuingat wajahmu
Tak kan kulupa senyumanmu
Senyuman kehangatan bagi jiwa ini
Memberikan kedamaian dalam hidup ini
Sungguh besar pengorbananmu
Kau rela mengabdikan hidupmu demi bangsamu
Kau rela meneteskan ribuan keringatmu demi muridmu
Memberikan semua yang menjadi modalmu
Jiwamu sungguh kaya
Kaya akan kasih dan cinta
Hatimu sungguh indah
Bak permata dalam cahaya
Tapi kini engkau telah tiada
Engakau telah pergi bersama-Nya di sana
Tapi guru tercintaku, tak kulupa jasamu
Kan kuukir pengabdianmu didalam hatiku
Nama: Nanie Intan Pratiwi
Kelas: XII IPA 1
No. absen: 34
Puisi Peduli Lingkungan:
Hilangnya Hutanku
Asap membumbung hitam
Gelap merengkuh udara
Sesak tercium baunya
Memenuhi paru dalam jiwa
Gila...
Mana hutanku kini
Mana hijaunya bumi
Mana burung-burung yang bernyanyi
Semua musnah
Hilang oleh amarah
Memanas, marah membakar
Apapun yang didekatnya
Seenaknya mereka berbuah
Membakar dan membumihanguskan
Menghilangkan hijaunya
Meniadakan lembut nyanyiannya
Hai para penguasa
Sadarkah kau merusak bumi
Sadarkah kau menghancurkan dunia
Membunuh generasimu
Bumi butuh hijau
Birunya langit yang membuai
Butuh udara yang mengisi paru
Membuat jiwa yang melega
Puisi Keprihatinan:
Mana Keadilan Itu
Aku duduk diam
Membisu dalam sedih
Melirih dalam sendu
Tangis yang mengiris
Di sana ada anak yang mengais
Mencari plastik-plastik bekas dalam tong sampah
Bau dan penuh kotoran
Mengumpulkan untuk ditukar dengan kehidupan
Di sana ada yang terbahak
Menumpuk dan mengoleksi pundi-pundi kekayaan
Mencuri dan merampas
Dengan korupsi dan manipulasi
Aku duduk diam membisu
Tanpa dapat berkata
Tanpa dapat berbuat
Hanya tanya dalam dada
Mana keadilan itu
Puisi Budaya:
Penari
Gemerincing gelang berbunyi
Lentik jari yang meruncing
Melenggak lenggok goyang yang gemulai
Mengikuti tabuhan genderang yang berderai
Wajah-wajah cantik penari
Berbaju merah berselendang hijau
Ramai berputar bergandeng tangan
Tampak serasi dan indah dipandang
Semua bertepuk dan ikut bersama
Membaur dalam gembira budaya bangsa
Tanpa melihat siapa Anda
Yang ada hanya kebanggaan
Bangga karena aku anak Indonesia
Wajah-wajah cantik penari
Berbaju merah berselendang hijau
Alangkah elok lenggak-lenggokmu
Mengikuti tabuhan genderang yang berderai
Nama : Suryana
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 38
Puisi bertema patriotisme :
Pemerdeka Tanah Air
Wahai Tanah airku yang tercinta
Sudah berapa lamanya kau dijajah oleh bangsa asing
Menyengsarakan jutaan rakyatmu
Rakyatmu yang tak berdosa itu
Wahai Tanah airku yang terkasih
Kini engkau telah bebas
Berkat para pahlawan yang telah berjuang keras
Yang telah berjuang dengan gigihnya
Engkau berjuang dengan tulus
Tanpa mengutamakan kepentingan materiil
Apakah yang utama bagimu
Yakni kepentingan bangsamu
Jiwamu yang begitu patriot
Membela tanah air dengan segenap tenaga
Semangatmu yang berkobar
Berjuang demi tanah air tercinta
Begitu besar pengorbananmu bagi ibu pertiwi
Tanah air beta
Rela mati demi kemerdekaan negara
Tanpa mengharap imbalan apa pun
Selalu siap menghadapi kesulitan apapun
Berjuang sampai titik darah penghabisan
Hanya satu yang engkau impikan
Negara yang bebas dan merdeka
Sejak kecil hingga dewasa
Aku mendengarkan dan membaca cerita perjuanganmu
Aku begitu kagum
Aku begitu terharu
Kuingin agar seluruh rakyat terus mengingatmu
Meneruskan perjuanganmu yang gigih
Meneruskan semangatmu yang berkobar
Meneruskan jiwamu yang begitu patriot dan cinta tanah air
Puisi bertema ekonomi :
Kebusukan akibat uang
Dimanapun kulihat di sekitarku
Penuh sesak orang-orang yang gila akan kekayaan
Begitu hausnya akan uang
Tak pernah lah ia merasa puas
Akan harta benda miliknya sendiri
Selalu mencari dan mencari
Kesempatan dalam kesempitan
Kesempatan dimana ia bisa
Mendapatkan keuntungan diatas kerugian seseorang
Telah sering kulihat dan kudengar
Tentang orang-orang yang tamak itu
Baik wajah-wajah yang sering kulihat di televisi
Ataupun yang tampak di halaman koran
Mereka yang telah berkecukupan itu
Mereka yang telah berlebihan itu
Dengan tamaknya terus meraup uang
Tidakkah kalian merasa kasihan??
Tidakkah kalian merasa bersalah??
Tidakkah kalian merasa berdosa??
Atas segala tindak tanduk yang licik itu
Merugikan begitu banyak orang
Orang-orang yang berkekurangan
Orang-orang yang membutuhkan
Tiadakah di dunia ini yang bisa menghakimi mereka??
Orang-orang yang licik itu
Orang-orang yang tamak itu
Melihat tindak tanduk mereka
Aku hanya bisa duduk berpangku tangan
Sambil memendam rasa kesal di lubuk hati
Dan terus berharap
Seseorang berani berdiri di bawah cahaya
Menunjuk orang-orang itu
Puisi bertema sosial :
Dunia Luar
Ketika kulihat di sekelilingku
Dalam dunia yang luas
Baru lah aku tersadar
betapa berbahagianya diriku
betapa berkecukupannya diriku
betapa tersayangnya diriku
melihat di dunia yang luas ini
di pinggir jalan
orang-orang yang seumuran diriku
mencari nafkah dengan begitu sulitnya
ketika aku
duduk bersantai di dalam mobil
melihat di dunia yang luas ini
di pinggir jalan
orang-orang yang seumuran diriku
mencari makan dengan begitu sulitnya
ketika aku
duduk bersantai di dalam restoran
aku merasa iba
melihat mereka hidup dalam kesengsaraan
aku merasa sedih
melihat mereka hidup dalam berkekurangan
aku merasa beruntung
melihat bahwa diriku hidup tanpa berkekurangan
tiadakah yang bisa kulakukan selain menyumbang
untuk mereka yang begitu berkekurangan
begitu banyak jumlahnya mereka yang berkekurangan di luar sana
sedangkan aku tak bisa berbuat apa-apa
hanya duduk bersantai
menikmati karunia yang diberikan oleh Tuhan, dan oleh ayah-ibuku
Nama Malvin Hariyanto
Kelas XIIPI
No. 28
Hancurnya Dunia
Pepohonan hijau pembawa angina segar
Rapi tertanam di seluruh dunia
Pemandangan menentramkan hati
Memberi perlindungan bagi satwa
Memberi makanan bagi dunia
Satwa liar berkeliaran
Melompat dari pohon ke pohon
Semuanya tampak indah dan harmonis
Tapi kini
Semua hilang
Semua habis
Tanaman ditebang
Kayunya diambil
Satwa dibunuh
Kulitnya diambil
Demi kepentingan manusa semata
Manusia-manusia egois
Mementingkan diri sendiri
Sungguh menyedihkan
Dunia yang akan hancur ini
Kesedihan Rakyat
Aku melihat...
Anak kecil mengamen,
Orang tua mengemis,
pemuda mengais sampah,
pencuri, perampok, penipu.
Kenapa?
Kenapa ini terjadi?
Indonesiaku penuh dengan kekayaan,
tetapi kenapa banyak rakyat miskin?
Apa yang salah?
Para penguasa hidup senang,
makan kenyang,
tidur nyenyak.
Uang rakyat mereka ambil
Tak sedikitpun terlintas di benak mereka
Nasib rakyat jelata
Mengais sampah demi sesuap nasi.
Sungguh memprihatinkan,
Menusuk hati,
Membuatku ingin menangis.
Ingin kutolong mereka,
Tapi, apa daya.
Ku tak dapat berbuat apa apa
Ku hanya terdiam, terpaku
Menangis melihat mereka
Nasib Rakyat Miskin
Indonesia
Negara kaya akan sumber daya alam
Tanah yang subur
Laut penuh dengan ikan
Tambang-tambang tersebar di seluruh negri
Minyak bumi berlimpah
Anehnya...
Rakyat hidup sengsara
Menangis, memohon-mohon
Dan marah
Mereka hidup tak layak
Makan seadanya
Gizi tak mencukupi
Penyakitan
Hidup mereka susah
Lingkungan kumuh di mana-mana
Naiknya harga bahan pangan
Membuat rakyat menjerit
Harga sembako tak terkendali
Yang miskin, semakin miskin
Ada yang pergi merantau
Merantau ke negri lain demi mencari uang
Menjadi pembantu
Tetapi
Disiksa, dibunuh, diperlakukan bagai binatang
Sungguh menyedihkan
Nama: Felicia Fanny
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 10
PUISI Cinta:
Ibu Tercinta
Terkadang kau membuatku kesal
Dengan nasehat-nasehatmu
Dengan amarahmu
Aku kesal, benci, marah
Kau tak pernah membiarkanku bebas
Melarangku melakukan ini dan itu
Menasehatiku lagi saat berbuat salah
Memarahiku saat tidak patuh
Aku sangat kesal, benci, marah
Aku bahkan mengejekmu
Membantahmu saat kesal
Mencela saat kau memarahiku
Aku seharusnya tahu
Kau melakukannya untuk melindungiku
Kau marah karena saying padaku
Menasehatiku karena kau peduli padaku
Tapi apa balasanku
Aku melukaimu dengan celaanku
Aku menyakitimu dengan tindakanku
Aku menyiksamu dengan ketidakpatuhanku
Aku minta maaf
Engkau adalah ibu terbaik
Seandainya aku menyadarinya
Aku sangat menyesal
Maafkan aku anakmu
Maafkan aku atas tindakkanku
Maafkan aku atas perkataanku
Doakan aku agar menjadi anak yang baik
PUISI Pendidikan:
Siswa Belajar
Belajar, belajar, belajar
Inilah kewajiban semua siswa
Siswa harus belajar
Belajar giat hasil baik
Berhitung, bahasa, menghafal
Inilah yang harus dikuasai
Siswa harus menguasai pelajaran
Cepat dikuasai cepat pintar
Tugas, ulangan, PR
Inilah yang harus dikerjakan
Siswa harus menyelesaikannya
Cepat kerja nilai baik
Lelah, bosan, kesal
Inilah yang harus dilalui
Siswa harus menjalaninya
Semua beban harus ditanggung
Akupun berpikir
Untuk apa kulakukan ini?
Apa Manfaatnya?
Hanya kesal, lelah, bosan yang kudapat
Lalu kupikirkan lagi
Bagaimana masa depanku nanti?
Pengorbanan orang tuaku
Pengorbanan guruku
Aku sadar aku tak boleh mundur
Aku harus terus maju
Tak ada kata lelah, kesal dan bosan
Aku harus belajar
Nama : Mirayunitha Pandora
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 33
Puisi Romantika
Psikopat Cinta
Cantik engkau, manisku....
Seperti bunga mawar merah merekah di antara duri-duri yang tajam
Demikianlah engkau manis di antara gadis-gadis lainnya
Betapa cantik...
Betapa jelita engkau...
Hai yang tercinta di antara segala yang disenangi
Taruhlah aku seperti materai pada hatimu...
Seperti materai pada lenganmu...
Karena cintaku kuat seperti maut
Kegigihanku sekeras baja
Hatiku menyala-nyala
Bukan nyala biasa
Nyala api membara
Air yang banyak tak dapat memadamkannya
Sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya
Saatku memiliki engkau, maka akan ada kata masa depan bagiku
Harapanku tidak akan surut.....
Memilikimu, membuatku menjadi orang terkaya sejagat raya....
Tak ada kesusahan menimpaku....
Tak ada kegelisahan dalam hidupku....
Tapi....
Hatiku punah, remuk, hancur, musnah
Kemolekanmu adalah bohong
Kecantikanmu sia-sia
Semua mimpi buruk, lebih buruk dari kematian
Baru kusadari engkau hanyalah perempuan jalang yang menarikku terus....
Lebih dalam ke suatu lobang dalam, sangat dalam....
Meninggalkan, mencampakkan, dan membuangku
Engkau tak bedanya dengan mawar yang menipu....
Dengan duri kau menikamku, lambat, lambat, tepat di jatungku yang berdetak
Air mataku bercucuran siang dan malam tapi engkau tidak mengindahkannya
Napasku berhenti ketika engkau meninggalkanku tanpa sebab....
Kau tumpahkan tinta pada lembar sejarah yang baru hendak kubingkai
Semua hitam, kelam, gelap, tak ada cahaya
Anehnya engkau tak tersentuh sedikit pun
Tak bereaksi....
Tetap menebar pesona pada korbanmu yang lain....
Tetap menjajalkan senyum manis tanpa dosa....
Janganlah menginginkan kecatikkannya dalam hatimu
Janganlah terpikat oleh bulu matanya
Engkau psikopat cinta!
Bibirmu menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutmu lebih licin dari pada minyak
Pandai menutupi kebusukkanmu
Tapi akhirnya ku tahu
Engkau pahit bagai empedu
Engkau tajam seperti pedang bermata dua
Manusuk tanpa alasan....
Tanpa sebab....
Hanya sakit padaku engkau tinggalkan
Sakit yang menggerogotiku sampai akhir hayat....
Sampai maut memanggilku....
Puisi Pendidikan
Mencari Hikmat Paling Berharga
Bukankah hikmat berseru-seru dan kepandaian memperdengarkan suaranya?
Dimana?
Di atas tempat-tempat yang tinggi di tepi jalan....
Di persimpangan jalan-jalan....
Di sanalah ia berdiri
Di samping pintu-pintu gerbang....
Di depan kota....
Pada jalan masuk, ia berseru dengan nyaring
Hai orang yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan
Hai orang bebal, mengertilah dalam hatimu
Dengarlah karena akan dikatakan perkara-perkara yang dalam
Dengarlah karena akan ada bibir terbuka tentang perkara-perkara yang tepat
Karena lidahnya mengatakan kebenaran dan kebohongan adalah kekejian bagi bibirnya
Segala perkataannya adalah adil, tidak berbelat-belit, tidak serong
Terimalah didikannya lebih dari pada perak
Terimalah pengetahuannya lebih dari pada emas pilihan
Karena hikmat lebih berharga dari pada permata....
Apapun yang diinginkan orang.....
Tidak dapat menyamainya....
Padanya ada nasihat dan pertimbangan
Dialah pengertian, padanyalah kekuatan
Kekayaan dan kehormatan ada padanya, juga harta yang tetap dan keadilan
Hikmat telah mendirikan rumahnya....
Menegakkan ketujuh tiangnya....
Menyediakan hidangannya....
Pelayan-pelayannya telah berseru,
”Siapa yang tak berpengalaman singgahlah kemari...”
”Siapa yang tak berakal budi makanlah rotinya...”
Karena ia akan menjadi sandaranmu dan akan menghindarkan kakimu dari jerat...
Puisi Religiusitas
Antara Aku dan Tuhan
Kepada-Mu.....
Ya Tuhan....
Gunung batuku, aku berseru....
Janganlah berdiam diri terhadap aku
Aku menjadi seorang yang turun dalam liang kubur....
Gelap, sunyi, tanpa seorangpun di sisiku....
Dengarkanlah suara permohonanku
Apabila aku berteriak pada-Mu....
Meminta pertolongan dan pernyetaan-Mu....
Apabila aku mengangkat tanganku....
Ke arah tempat-Mu yang maha kudus....
Janganlah menyeretku bersama-sama dengan orang munafik
Bersama-sama dengan orang yang melakukan kejahatan
Bersama-sama dengan orang yang ramah dengan teman-temannya, tetapi....
Yang hatinya penuh kejahatan...
Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka
Menurut kelakuan mereka yang jahat...
Ganjarilah mereka setimpal dengan perbuatan tangan mereka
Balaslah kepada mereka apa yang telah mereka lakukan
Karena mereka tidak mengindahkan-Mu
Terpujilah Tuhan karena Ia telah mendengar suara permohonanku
Tuhan adalah kekkuatanku dan perisaiku
Kepada-Nya hatiku percaya dan bersandar
Ia peduli....
Sebab itu aku beria-ria dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya
Ingin kuserahkan hidupku dalam kuasa penyertaan-Mu
Ambilah dan pakai hidupku menjadi alat pernyataan tangan kasih-Mu
Sebab aku bukanlah lagi hamba bagi-Mu
Dengan kasih-Mu aku telah menjadi anak-Mu
Menjadi bola mata-Mu yang berharga....
Terpujilah nama-Mu....
Sesungguhnya aku percaya pada-Mu...
Nama : Rifan Agustian
No : 37
Kelas : XII IPA 1
Puisi Krisis sosial:
Moral yang pudar
Dahulu kala, semua masih normal-normal saja
Setiap anak patuh pada orang tuanya
Murid-murid menghormati gurunya
Sangat harmonis dan sejuk perasaan semuanya
Namun, kini semua berbeda
Tidak lagi cermin sama dari dulu
Melainkan suatu noda yang amat tidak tertolong lagi
Mungkin zaman sudah berbeda
Tapi, apakah yang tidak baik harus muncul?
Banyak anak-anak yang membantah orang tuanya
Hormat pada guru sudah menjadi permainan
Mereka terlihat menghormati, namun pada hakikatnya
Itu semua hanya kepalsuan
Apa yang sebenarnya terjadi?
Pengaruh apa yang membuat itu?
Semua saling menuduh, saling menyalahkan
Tunjuk sana tunjuk sini
Tidak sadar kesalahannya sendiri
Moral sudah pudar
Dan itu katanya salah orang luar sana
Pengaruh budaya luar, itu yang orang-orang katakana
Tetapi di luar negri, moral tetap ada tuh
Jadi hal itu mungkin tidak benar
Ya, jadi semua itu mungkin salah kita sendiri
Harusnya pengaruh luar bias dipilah-pilah
Ambil baiknya, buang buruknya
Sehingga moral bangsa ini
Tidak pudar dimakan waktu yang berjalan cepat
Puisi cinta
Cinta Yang Lain
Mencintai orang lain
Itu mungkin suatu hal yang sudah biasa
Semua orang pasti sering mengalaminya
Cinta pada orang tua, saudara, kakek, nenek
Namun, sepertinya yang satu ini berbeda
Cinta ini tentang seseorang yang special
Dia bukanlah bagian keluargaku
Tapi dia berarti seperti keluargaku
Dia bukan sesuatu yang mahal harganya
Kalo yang itu sudah sesuatu yang lain
Itu hanya cinta harta, tidak semurni cinta ini
Cinta tentang dia yang special
Aku bingung, bingung bagai tersesat di hutan gelap
Yang dia lakukan seperti pertunjukan yang amat menarik
Senyumnya bagai lukisan pemandangan yang tak tertandingi
Tak tertandingi oleh apapun, kapanpun, dimanapun
Apapun yang kulakukan, dimanapun aku berada
Selalu teringat pada satu sosok
Sosoknya selalu lewat, dengan setia memberikan kebahagiaan
Sosok itu adalah dia, dia sang cinta yang lain.
Puisi Alam
Keindahan yang tercoreng
Alam yang amat indah, tak tertandingi oleh apapun
Betapa mempesonanya dirimu bagai cahaya pelangi
Engkau adalah anugrah, anugrah terbaik
Anugrah yang tidak akan tergantikan oleh apapun
Hingga kapanpun waktu telah berlari dan berpetualang
Meskipun Engkau adalah anugrah
Tapi aku heran, kami sering merusakmu
Kami memang amat bodoh sebagai manusia
Yang konon makhluk tertinggi derajatnya di bumi ini
Kami merusakmu, membuat semuanya tercoret
Kami tidak menghargaimu
Tinta perusak mulai menjalar dari pena kami
Pohon-pohon hijau mulai hilang ditelan gelapnya
Menjadi ladang gundul, gundul dari anugrah
Sungai-sungai juga mulai tertutupi
Tertutupi oleh tinta hitam, tinta hitam limbah
Mungkin kami sudah merusakmu, tak tertolong lagi
Tapi, kami akan, bahkan harus berusaha
Berusaha hapuskan lagi noda yang menelanmu
Berusaha berikan lagi hijaumu yang ternilai
Untukmu, untuk masa depan kami kelak
Nama : Juvita
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 24
Puisi Romantika Remaja
Penantian: Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan
Yang aku tahu, otakku senantiasa menstimulasiku untuk menunggunya
Ya, menunggu…
Menunggu bangku di salah satu barisan kelas itu tidak sedih ditinggal penghuninya
Menunggu dirinya ‘tuk melafalkan sepotong klausa padaku
Menunggu namanya terukir di inbox handphoneku setiap waktu
Menunggu senyuman dan tawanya...
Meski aku mengerti, hal itu bukan untuk diriku seorang
Mereka bilang aku bodoh
Hanya menari dalam pelita redup dan bayangan semunya
Yang selalu bernapas dalam lentera hati dan anganku
Untuk menemani sisi getir dalam hari-hariku
Entah mengapa, keberanian dan kejujuran tidak menyambut jabat tanganku
Demi dia...
Aku mencoba berusaha keras
Memahami dirinya
Menyukai kegemarannya
Bahkan berkorban baginya
Namun kenapa semuanya berbuah puing-puing derita, bertangkai air mata, dan berdaun kekecewaan?
Padahal, selama ini ada seseorang yang menanti diriku
Meski ia mengerti, aku terkungkung dalam penjara penyesalanku
Meski ia tahu, aku sering membuatnya kecewa
Meski ia hapal, betapa sering aku menyakitinya
Pun di saat terakhir aku menjauh dan meninggalkannya, ia tetap setia dalam penantiannya yang tak berujung
Ketika sayapku patah, ia tulus mengulurkan tangannya dan memapahku
Ia selalu berusaha menyeka kepedihanku dengan sapu tangan kelembutannya
Menerbitkan sukacita dan senyuman dalam langkahku
Sejak dulu, saat ini, dan mungkin selamanya...
Bintang di langit, akhirnya aku mengerti
Kadangkala orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita
Dan dia, yang membawa kita ke pelukannya dan menangis bersamanya
..... adalah cinta yang tidak kita sadari
Puisi Sosial (Persahabatan)
Pesan Terakhir Buat Seorang Sahabat
Persahabatan...
Atas namanya, kita awali bersama
Menyongsong sumringah matahariku dalam birunya ombak lautmu
Berlari kecil dalam taman surgawi
Sambil merangkai zamrud kepercayaan dan kemilau safir kejujuran
Pun mengucap sejuta asa dan cita dengan polosnya
Pernah pula kita menyusuri terowongan gelap berpekat keegoisan
Hingga bersaing mencari peniti di dasar palung berkaram semu
Demi busungkan dada, tengadahkan kepala
Bahkan bersama lewati cucuran pilu hati berpayungkan kelabu
Dan pupuskan cerahnya pelangi dalam jiwa lemah kita
Di lain waktu, engkau tetap duduk manis di sampingku dalam detik waktu yang terus melaju dan antre menunggu
Meski aku dapat meraba senyum kecut telah tersungging dalam hati kecilmu
Namun, canda tawa dalam pelukan angin selalu menyoroti panggung kita
Melepuhkan lembar kebencian yang tersimpan dalam skenario hidupku
Meski tak kupungkiri, pintu dendam pernah kudatangi atas sikapmu
Sadarkah kau, sahabat?
Engkau menjadi batu langka bagiku
Batu langka yang kokoh, hingga aku dapat menghampirimu saat hujan menerpa
Hari kita bertemu akan selalu terbaca dalam hati
Kuingin persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu
Karena sesungguhnya, kita ini hanya sejauh pikiran
Sahabat...
Suatu waktu jika memang terjadi, dan esok aku tidak bersamamu lagi
Ketahuilah...
Aku hanya berharap ketika dirimu mendengar namaku, kamu tersenyum dan bilang,
”Dia sahabat aku...”
Dan, kenangan paling indah yang kubawa pergi adalah
...”Aku pernah mengenalmu”...
Puisi Pendidikan
Kamu, Orang Tuamu, dan Aku
Di balik fisikmu yang gagah perkasa
Terekam berbagai kenangan yang takkan tergantikan
Kenangan lucu saat aku memulai perkenalan denganmu dengan bantuan masa orientasi
Kenangan indah saat aku menjalin persaudaraan dengan teman-teman sekelasku
Kenangan pahit saat aku dan teman-temanku dijemur orang tuamu, para guruku
Kenangan manis saat aku merajut kasih dengannya, pujaan hatiku
Kenangan sedih saat aku terpaksa kehilangan orang tuamu, satu per satu
Berjuta kata telah terlontar tanpa gentar dari mulut orang tuamu
Ada yang pantas mengajar, ada pula yang menyiksa kami para pelajar
Suara orang tuamulah yang membuat kami mengecap setetes embun penuh wawasan
Namun satu yang tidak terlupakan: pr, pr, pr,pr, pr, pr, pr, pr, dan pr!
Kadang aliran darah ke otakku tersendat dengan paradigma orang tuamu
Mereka mengenakan dasi bermotif visi-standar kompetensi-target yang mencekik leherku tanpa berusaha menjelaskan apa itu dasi
Hingga aku tak berdaya, tinggal seonggok jasad tanpa kesadaran
Bahkan aku terkadang merasa takjub, darimana datanganya bongkahan energi bertronton-tronton
Hanya ’tuk penuhi semua kemauan dan ketulusan hati kalian dalam menganugerahkan tugas
Satu pintaku, agar kolom nilai senantiasa terisi oleh orang tuamu
Tepat di absen dua puluh empat
Semuanya terus bergulir, seperti siklus terbentuknya hujan di geografi yang tak kunjung usai
Dan, akhirnya tiba saatnya bagiku untuk pamit padamu, sekolah!
Semoga asa dan cita tak sebatas angan di kalbu
Namun senantiasa mengalun lembut, getarkan ingatanku
Hingga mampu menuntunku tuk menatokan grafiti bercat emas pada sisi tubuhmu
Dan menggapai bintang terjauh di langit
Tuk persembahkan padamu, sekolah...
Nama : Vincentia A. S. Gozali
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 40
puisi Cinta
Cinta
Sesuatu yang begitu indah
Tak dapat diungkapkan dengan kata- kata
Cinta itu datang…
Cinta itu pergi…
Ia datang tanpa diundang
Betapa indah rasanya jatuh cinta
Tak pernah ada rasa yang mampu mengalahkan cinta
Cinta mampu mengalahkan segalanya
Tak ada yang mampu menghalangi kedatangannya
Cinta datang begitu saja
Tak ada yang tahu kapan ia datang
Cinta bisa datang kapan saja,
dimana saja dan dengan berbagai macam cara
Cinta membuat orang mabuk kepayang
Hanya ada seorang dihati ini
Takkan ada cinta yang lain
Cinta ini hanya untukmu
Kau kembali membuka hatiku yang
selama ini telah tertutup
Tak pernah aku temukan orang seperti dirimu
Yang membuat hidupku begitu indah seperti ini
Kuharap, kita akan selalu bersama
hingga tiba akhir masa menjemput kita.
Puisi Patriotisme
Semangat Berjuang
Kau begitu mulia
Tak pantang mundur membela Negara ini
Demi satu tujuan
Merdeka!
Berikanlah semangatmu pada generasi muda saat ini
Semangat membela tanah air yang tercinta ini
Semangat yang membara
Semangat yang kuat untuk terus maju
membela negara tanpa pantang mundur
Bangkitlah!
Bangkitlah generasi muda!
Bangkitkan semangatmu demi Negara ini
Agar jangan sampai Negara ini makin terpuruk
Karena hanya generasi mudalah yang mampu
membangun Negara ini kembali agar menjadi kuat
Tidak mudah dihancurkan oleh apapun
Pahlawanku..
Salurkan semangat juangmu pada kami semua
Generasi- generasi penerus bangsa yang
akan meneruskan perjuanganmu demi
kemerdekaan yang kita inginkan
Kemerdekaan seutuhnya bagi seluruh rakyat.
Puisi Krisis Moral
Tindakan Amoral
Pemerasan…
Penyiksaan…
Pembunuhan..
Masih banyak hal lain lagi yang terjadi
didunia saat ini
Banyak kekerasan yang dilakukan
orang-orang yang tak bermoral
kekejaman terjadi dimana- mana
Banyak orang yang mengalami krisis moral saat ini
Orang sudah tidak mengenal belaskasih lagi
Sampai hal yang paling kejam terjadi
Menghilangkan nyawa orang!
Entah apa yang terjadi sekarang..
Orang – orang didunia betul- betul
mengalami krisis moral yang seharusnya tidak terjadi
Menyebabkan orang lain yang tidak bersalah menjadi korbannya
Pemerasan..
Orang yang sudah kalap akan melakukan apa saja!
Tidak berhasil dengan pemerasan, mungkin akan
terjadi pembunuhan
Betapa sulit menjalani hidup sekarang
Yang semua orang sudah mengalami krisis moral.
Nama : Kiki Sumanti
Kelas: XII IPA 1
No absen : 26
Tema : Religius
Judul : Jalan Tobat
Duniaku hitam
tanpa ada sedikit warna
Duniaku gelap
tanpa ada titik terang
Pintu telah tertutup
Jendela telah terkunci
Akupun terkurung
Terkurung dalam ruang
Ruang yang gelap
Ruang ygan dingin
Ruang tanap udara
Tanpa adanya oksigen
Aku takut akan hal ini
Apakah ini akibat dari dosaku?
Adakah jalan keluar untukku?
Akupun menangis teraung-aung
Aku ingin menghirup udara segar
Aku ingin menikmati indahnya dunia
Adakah yang dapat menolongku?
Adakah yang busa menyelamatkanku dari derita ini?
Tidak!
Hanya aku sendiri yang bis
Tiada lain yang mampu
Inilah tanggunganku
Aku akan berusaha mencari kuncinya
Kunci untuk keluar dari ruangan itu
Kunci kebebesan
dan kunci kebahagiaan
Tema : Pendidikan
Judul : Guruku
Matamu bersinar
Bagaiakan matahari dipagi hari
Membuat hatiku tenang
Memberikan aku harapan
Senyummu sungguh indah
Bagaikan hujan dimusim panas
Memberi kesejukan
Menyelamatkan jiwa
Suaramu begitu merdu
Bagaikan angin diruang kosong
Begitu menenangkan
Menyebuhkan luka
Tapi kini engkau telah tiada
Engkau pergi nun jauh disana
Tempat ygn tidak terjangkau olehku
Bahkan orang lain
Engkau pergi
Memberi luka sesaat
Luka yang hilang dengan berjalannya waktu
Luka yang akan sembuh sesaat
Tapi Engkau meninggalkan kenangan
Kenangan yang indah
Kenangan bahfai
Dan kenangan tak terlupakan
Selamat jalan guruku
Puisi ini kupersembahkan
Hanya untukmu
Dari hatiku yang terdalam
Tema : Cinta
Judul : Pentingnya dirimu
Hidupku bagaikan kertas
Ada hitam
Dan ada putih
Tanpa memiliki banyak warna
Tapi kau dating
Memberiku semangat
Memberiku lembaran baru
Memberiku kebahagiaan
Kau membawa warna
Breaneka ragam warna
Warna yang sangat cerah
Warna yang begitu indah
Indahnya bagaikan pelangi
Pelangi yang menghibur
Pelangi penenang
Dan pelangi kebahagiaan
Aku adalah kertas putih
Dan kaulah pensil warna
Aku tidak bernilai
Bila itu tanpa dirimu
Aku hanyalah bermakna
Jika kau disisiku
Disampingku
Menemani hari-hariku
Tanpamu
Aku hanya tersisa raga
Jiwaku hilang
Akupun tak berarti
Nama : Juvita
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 24
Puisi Romantika Remaja
Penantian: Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan
Yang aku tahu, otakku senantiasa menstimulasiku untuk menunggunya
Ya, menunggu…
Menunggu bangku di salah satu barisan kelas itu tidak sedih ditinggal penghuninya
Menunggu dirinya ‘tuk melafalkan sepotong klausa padaku
Menunggu namanya terukir di inbox handphoneku setiap waktu
Menunggu senyuman dan tawanya...
Meski aku mengerti, hal itu bukan untuk diriku seorang
Mereka bilang aku bodoh
Hanya menari dalam pelita redup dan bayangan semunya
Yang selalu bernapas dalam lentera hati dan anganku
Untuk menemani sisi getir dalam hari-hariku
Entah mengapa, keberanian dan kejujuran tidak menyambut jabat tanganku
Demi dia...
Aku mencoba berusaha keras
Memahami dirinya
Menyukai kegemarannya
Bahkan berkorban baginya
Namun kenapa semuanya berbuah puing-puing derita, bertangkai air mata, dan berdaun kekecewaan?
Padahal, selama ini ada seseorang yang menanti diriku
Meski ia mengerti, aku terkungkung dalam penjara penyesalanku
Meski ia tahu, aku sering membuatnya kecewa
Meski ia hapal, betapa sering aku menyakitinya
Pun di saat terakhir aku menjauh dan meninggalkannya, ia tetap setia dalam penantiannya yang tak berujung
Ketika sayapku patah, ia tulus mengulurkan tangannya dan memapahku
Ia selalu berusaha menyeka kepedihanku dengan sapu tangan kelembutannya
Menerbitkan sukacita dan senyuman dalam langkahku
Sejak dulu, saat ini, dan mungkin selamanya...
Bintang di langit, akhirnya aku mengerti
Kadangkala orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita
Dan dia, yang membawa kita ke pelukannya dan menangis bersamanya
..... adalah cinta yang tidak kita sadari
Puisi Sosial (Persahabatan)
Pesan Terakhir Buat Seorang Sahabat
Persahabatan...
Atas namanya, kita awali bersama
Menyongsong sumringah matahariku dalam birunya ombak lautmu
Berlari kecil dalam taman surgawi
Sambil merangkai zamrud kepercayaan dan kemilau safir kejujuran
Pun mengucap sejuta asa dan cita dengan polosnya
Pernah pula kita menyusuri terowongan gelap berpekat keegoisan
Hingga bersaing mencari peniti di dasar palung berkaram semu
Demi busungkan dada, tengadahkan kepala
Bahkan bersama lewati cucuran pilu hati berpayungkan kelabu
Dan pupuskan cerahnya pelangi dalam jiwa lemah kita
Di lain waktu, engkau tetap duduk manis di sampingku dalam detik waktu yang terus melaju dan antre menunggu
Meski aku dapat meraba senyum kecut telah tersungging dalam hati kecilmu
Namun, canda tawa dalam pelukan angin selalu menyoroti panggung kita
Melepuhkan lembar kebencian yang tersimpan dalam skenario hidupku
Meski tak kupungkiri, pintu dendam pernah kudatangi atas sikapmu
Sadarkah kau, sahabat?
Engkau menjadi batu langka bagiku
Batu langka yang kokoh, hingga aku dapat menghampirimu saat hujan menerpa
Hari kita bertemu akan selalu terbaca dalam hati
Kuingin persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu
Karena sesungguhnya, kita ini hanya sejauh pikiran
Sahabat...
Suatu waktu jika memang terjadi, dan esok aku tidak bersamamu lagi
Ketahuilah...
Aku hanya berharap ketika dirimu mendengar namaku, kamu tersenyum dan bilang,
”Dia sahabat aku...”
Dan, kenangan paling indah yang kubawa pergi adalah
...”Aku pernah mengenalmu”...
Puisi Pendidikan
Kamu, Orang Tuamu, dan Aku
Di balik fisikmu yang gagah perkasa
Terekam berbagai kenangan yang takkan tergantikan
Kenangan lucu saat aku memulai perkenalan denganmu dengan bantuan masa orientasi
Kenangan indah saat aku menjalin persaudaraan dengan teman-teman sekelasku
Kenangan pahit saat aku dan teman-temanku dijemur orang tuamu, para guruku
Kenangan manis saat aku merajut kasih dengannya, pujaan hatiku
Kenangan sedih saat aku terpaksa kehilangan orang tuamu, satu per satu
Berjuta kata telah terlontar tanpa gentar dari mulut orang tuamu
Ada yang pantas mengajar, ada pula yang menyiksa kami para pelajar
Suara orang tuamulah yang membuat kami mengecap setetes embun penuh wawasan
Namun satu yang tidak terlupakan: pr, pr, pr,pr, pr, pr, pr, pr, dan pr!
Kadang aliran darah ke otakku tersendat dengan paradigma orang tuamu
Mereka mengenakan dasi bermotif visi-standar kompetensi-target yang mencekik leherku tanpa berusaha menjelaskan apa itu dasi
Hingga aku tak berdaya, tinggal seonggok jasad tanpa kesadaran
Bahkan aku terkadang merasa takjub, darimana datanganya bongkahan energi bertronton-tronton
Hanya ’tuk penuhi semua kemauan dan ketulusan hati kalian dalam menganugerahkan tugas
Satu pintaku, agar kolom nilai senantiasa terisi oleh orang tuamu
Tepat di absen dua puluh empat
Semuanya terus bergulir, seperti siklus terbentuknya hujan di geografi yang tak kunjung usai
Dan, akhirnya tiba saatnya bagiku untuk pamit padamu, sekolah!
Semoga asa dan cita tak sebatas angan di kalbu
Namun senantiasa mengalun lembut, getarkan ingatanku
Hingga mampu menuntunku tuk menatokan grafiti bercat emas pada sisi tubuhmu
Dan menggapai bintang terjauh di langit
Tuk persembahkan padamu, sekolah...
Nama : I Gusti Bagus Aginda
Kelas : XII IPA 1
No : 19
*Kemenangan Sejati*
Seketika darahku bergejolak
Melihat Sang Saka berkibar kencang di angkasa
Sejenak kuhentikan aktivitasku
Dan memberi hormat kepadanya
Seketika jantungku berdegup kencang
Merasakan kebebasan yang telah lama kuidamkan
Sejenak kuletakkan bedilku
Dan menikmati kebebasan ini
Seketika semangatku berkobar
Mendengar seruan kemenangan dari seberang sana
Sejenak kutarik napasku
Dan ikut bersorak penuh sukacita
Semoga keadaan ini akan abadi
Keadaan ketika kita merasa aman
Keadaan ketika kita merasa menang
Keadaan ketika kita merasa merdeka
Hidup di Bumi Pertiwi
*Jeritan Rakyat*
Wahai para penguasa
Dapatkah engkau dengarkan teriakan kami
Teriakan kesengsaraan kami
Wahai para penguasa
Dapatkah engkau dengarkan tangisan kami
Tangisan penderitaan kami
Kami dahulu mempercayai setiap kata-katamu
Kami dahulu mendukung setiap perbuatanmu
Kini semua itu telah sirna
Sirna tertelan oleh sikapmu yang serakah dan busuk
Wahai para penguasa
Belum puaskah engkau menindas kami
Tegakah engkau menyayat hati kami
Sampai kapan engkau mengkhianati kami
Kami para orang kecil
Hanya dapat berharap
Agar kami bisa terlepas dari jerat rantaimu
*Tobat*
Tuhan
Kutermenung ketika sadar
Bahwa selama ini
aku telah berdosa
aku telah menyimpang dari jalan suci-Mu
Pernahkah Kau murka kepadaku
Ketika kuabaikan perintah-Mu
Pernahkah Kau mengutukku
Ketika aku meninggalkan-Mu
Bisakah aku kembali ke jalan-Mu
Yang penuh dengan kebahagiaan
Dengan ketenangan
Dengan kesucian
Bisakah aku kembali
Dengan tubuh yang lemah
Dan jiwa yang rapuh ini
Puisi Religi
Pedoman Hidup
HIdup harus berdasar pada Tuhan
Baru bisa bertahan
Kalau tidak kuat iman
Maka hidup penuh beban
Kalau suka korupsi
Kalau suka mencuri
Kalau suka membohongi
Pasti dihukum di akhirat nanti
Agama bukan alasan
Melainkan suatu pegangan
Dalam menjalani kehidupan
Tolong jangan disalahartikan
Berbuatlah banyak amal
Jangan hanya karena mau dikenal
Juga janganlah suka membual
Karena membuat orang mual
Banyak-banyaklah berbuat
Tetapi jangan jahat
Apalagi yang sesat
Kalau tidak mau dihujat
Hidup harus punya arti
Jangan berbuat sesuka hati
Jika sering dipuji
Maka dilarang sampai mati
Jangan suka iri hati
Karena menjadi beban hati
Dan hanya meracuni diri sendiri
Kuatkanlah hati dan berusaha lagi
Puisi Sosial
Kardusku Istanaku
Lihatlah kardus-kardus buah
Bagimu mungkin sampah
Tapi bagiku itu rumah
Rumah
Tempatku tidur
Tempatku makan
Tempatku tumbuh
Meskipun itu kardus
Dan tidak ada kakus
Bekas beli mie bungkus
Dan tidak terurus
Bukannya aku senang
Tapi sudah kepalang
Nasibku memang malang
Seperti binatang jalang
Walau badan digigit kutu
Tidak ada yang mau tahu
Hanya mohon tolong dibantu
Jalani hari-hariku
Puisi Lingkungan
Aku Sayang pada Manusia
Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini
Ada kesedihan hati
Ada sesal tertakhta di jiwa
Ada kekecewaan di perasaan
Aku bukan berat pembangunan
Apalagi untuk kemajuan
Ini rejeki kotaku
Mewarnai derajat negeriku
Mengangkat martabat negaraku
Aku bukan arti kehidupan
Bangunan puncakan langit itu
Jalan- jalan lelangit itu
Adalah kebanggaan kita
Majulah negara kita
Namun aku sayang padanya
Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan
Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang
Tapi mereka membesar bersamaku
Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras
Aku mengukir janji cinta pertamaku
Aku bukan benci pembangunan
Jauh sekali menjadi arti kemajuan
Namun aku sayang padanya
Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa
Berkorban sabar hari demi kita semua
Memastikan pencemaran bukan santapan kita
Nama : Aldo Salim
Kelas :XII IPA 1
No :2
Puisi Religi
Pedoman Hidup
HIdup harus berdasar pada Tuhan
Baru bisa bertahan
Kalau tidak kuat iman
Maka hidup penuh beban
Kalau suka korupsi
Kalau suka mencuri
Kalau suka membohongi
Pasti dihukum di akhirat nanti
Agama bukan alasan
Melainkan suatu pegangan
Dalam menjalani kehidupan
Tolong jangan disalahartikan
Berbuatlah banyak amal
Jangan hanya karena mau dikenal
Juga janganlah suka membual
Karena membuat orang mual
Banyak-banyaklah berbuat
Tetapi jangan jahat
Apalagi yang sesat
Kalau tidak mau dihujat
Hidup harus punya arti
Jangan berbuat sesuka hati
Jika sering dipuji
Maka dilarang sampai mati
Jangan suka iri hati
Karena menjadi beban hati
Dan hanya meracuni diri sendiri
Kuatkanlah hati dan berusaha lagi
Puisi Sosial
Kardusku Istanaku
Lihatlah kardus-kardus buah
Bagimu mungkin sampah
Tapi bagiku itu rumah
Rumah
Tempatku tidur
Tempatku makan
Tempatku tumbuh
Meskipun itu kardus
Dan tidak ada kakus
Bekas beli mie bungkus
Dan tidak terurus
Bukannya aku senang
Tapi sudah kepalang
Nasibku memang malang
Seperti binatang jalang
Walau badan digigit kutu
Tidak ada yang mau tahu
Hanya mohon tolong dibantu
Jalani hari-hariku
Puisi Lingkungan
Aku Sayang pada Manusia
Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini
Ada kesedihan hati
Ada sesal tertakhta di jiwa
Ada kekecewaan di perasaan
Aku bukan berat pembangunan
Apalagi untuk kemajuan
Ini rejeki kotaku
Mewarnai derajat negeriku
Mengangkat martabat negaraku
Aku bukan arti kehidupan
Bangunan puncakan langit itu
Jalan- jalan lelangit itu
Adalah kebanggaan kita
Majulah negara kita
Namun aku sayang padanya
Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan
Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang
Tapi mereka membesar bersamaku
Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras
Aku mengukir janji cinta pertamaku
Aku bukan benci pembangunan
Jauh sekali menjadi arti kemajuan
Namun aku sayang padanya
Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa
Berkorban sabar hari demi kita semua
Memastikan pencemaran bukan santapan kita
Nama : Maria lily Kesuma
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 30
Puisi Pendidikan:
Terlanjur Sayang
Sekolah…
Itu tempat yang aneh
Sejatinya tempat membuka cakrawala
Menggali asa yang terkubur
Sekolahku…
Bagaikan penjara ilmu
Dikelilingi pagar-pagar raksasa
Ada serpihan kapur menari-nari
Apa pula deretan meja…
yang seolah memaksa ‘tuk mengasah otak
Sekolah tua penuh kenangan
Terkadang menyebalkan
Tapi dirindukan saat liburan
Tempat berbaurnya beragam insan
Tempat menjalin persahabatan
Sekolahku...
Saksi bisu peradaban dunia
Sekian lama didatangi bagaikan kekasih
Mengapa saat akan berpisah, hati mendadak perih?
Mungkinkah…
Ak terlanjur sayang padanya?
Puisi: Peduli Lingkungan
Suara Kami
Kami memang masih kecil
Tetapi suara kami tidak kecil
Kami dapat berteriak keras
Sekeras adzan di subuh hari
‘tuk menyuarakan nurani kami
Suara hatiku membisikkan kata
Menyapa puing-puing berserakan
Di negeri tercinta
Mengapa semua ini harus terjadi?
Di tengah kesunyian malam
Kududuk seorang diri
Kutatap langit mendung berkabut
Seperti hatiku yang kalut
Ingin sekali…
Aku menyerukan pada semua insan
Bahwa kami tumbuh bersama alam
Bahwa dari alam kami bernafas
Dan dari alam pula kami belajar
Biarkan alam tetap melindungi kami
Alam yang memberi hidup
Lalu bersama-sama kita menjaga alam
Maka alam pun akan memeluk kita
Puisi Cinta:
Pintu Hatimu
Saat kutenggelam dalam kegelapan
Saat itu pula kau datang menghampiriku
Seperti pelita dalam kegelapan
Kau menyinari dan memberi warna
Di hari hampaku
Warna berkilauan
Namun tak dapat terdefinisikan dengan kata-kata belaka
Menyentuh hati
Lubuk hati yang paling dalam
Hingga menyentuh ke dalam dasar jiwa ini
Saat kumasuki gerbang
Gerbang kehidupan yang sangat indah
Kubuka perlahan pintu gerbang itu
Pintu yang penuh akan arti
Pintu yang penuh akan kebahagiaan
Dan…
Ada jendela di sana
Jendela yang penuh rasa
Rasa akan keinduan padamu
Dirimu…
Yang memberi warna di hari-hariku ini
Dan semua itu
Kualami saat kumasuki pintu itu
Pintu dan jendela
Hatimu…
Nama : Inez Wijaya
Kelas : XII IPA 1
Nomor : 20
Puisi
1. Patriotisme
Indonesia Merdeka
Berabad-abad ditindas kompeni
Bertahun- tahun dibodohi nippon
Berbulan- bulan diombang- ambing janji kemerdekaan
s
Cukup sudah martabat pribumi terinjang- injak
Cukup sudah hujan air mata, banjir darah membasahi bumi kathulistiwa
Cukup sudah ibu pertiwi dikelilingi lingkaran setan
Atas keringat dan semangat berapi-api bunga bangsa
Kini tiba saatnya mentari terbit menyinari nusa
Mengusir jauh para mahluk terkutuk berhati batu dari tanah air.
Kumandangkan Proklamasi
Lantunkan Indonesia Raya
Kibarkan Sang Saka Merah Putih di puncak tertinggi
17 Agustus 1945
Babak baru segera dimulai
Indonesia bangkit dari tidur ratusan tahun
Bangkitlah pula wahai pemuda milenia
Jangan biarkan setan- setan kembali menghantui sang bunda pertiwi
Jangan sia-siakan pengorbanan sang pejuang
Bawalah Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya
2. Cinta
Puisiku Untuk Bunda
Wajahnya begitu elok
Berjuta cinta tersimpan didalam
Matanya begitu jernih
Seindah safir tak ternilai harganya
Tangannya sehalus sutra
Mampu mengangkatku ke tempat lebih tinggi
Bibirnya begitu suci
Tak henti mengucap doa bagiku
Andai aku awan
Ia kan menjadi angin yang mengarahkanku
Andai aku langit
Ia kan menjadi pelangi yang mewarnai kesepianku
Andai aku burung
Ia rela menjadi pohon tempatku hinggap tiap saat
Andai aku lebah
Ia pasti menjadi bunga yang menyediakan madu
Kini ku t’lah kehabisan kata-kata
Tuhan.. Oh Tuhan
Ia anugrah terbesar dalam hidupku
Tuhan.. Sayangilah ia
Sayangilah Bundaku..
3. Religiusitas
Hanya-Mu Ya Allah
Ku melangkah dalam gelap
Tanpa arah tujuan
Ku ikuti kemana kaki ini melangkah
Hingga nampak sebuah nur
Makin lama makin luar menerangi sekelilingku
Ku amat terpukau manatap
Indahnya nama-Mu di dalam sata
Kau sadarkanku
Hanya kau satu-satunya pelita
Tak kan pernah padam bagiku
Hanya kau tempat ku memohon
Dan meminta
Hanya kau tujuan akhir hidupku
Di dunia ini
Hanya padaMu kubersujud Ya Allah
Raga Mu tak nampak
Suara Mu tak terdengar
Mata Mu ada dimana-mana
Kasihmu tak pernah padam
Kulah segalanya Ya Allah
Nama: Cindy Prayogo
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 7
-Waspadalah!-
Darahku mendidih terpanaskan suhu walau hanya distorsi semata
Darahku membuih, meggelegak memberontak dalam kuali
Darahku menggebu keluar dari jeruji kukungan ketidakadilan
Hati si perempuan hancur berkeping tak kunjung menyatu
Negerinya lebur
Jadi bubur yang melebur bersama lumpur
Ego si laki-laki tumbang
Tanah kelahirannya mengambang
Mengambang di antara mati dan neraka
Tak ada kata hidup, apalagi surgawi
Sedang aku,
Aku marah
Pada penguasa biadab
Para jahanam pemikir uang
Para koruptor perampas hak fundamental
Mereka yang bertopeng
Mereka yang mengaku revolusioner
Mereka yang melipat tangan di balik meja
Menikmati apa yang bukan milik mereka
Wahai kalian si tak berhati nurani
Dengarkan aku
Jikalau kesabaran ini habis
Jikalau kesabaran ini hilang
Waspadalah!
Engkau para budak nominal
Kalian akan binasa
Bukan karena aku
Bukan karena dia si laki-laki
Bukan karena dia si perempuan
Tapi karena kami semua
Menjatuhkan pinalti mati untukmu
Nasibmu ada di tangan kami
Pelatuk senapan siap dilepas
Waspadalah!
-Kau Punya Aku-
Soekarno-Hatta gugur
Pangeran Diponegoro gugur
Ki Hajar Dewantara gugur
Beribu pahlawan gugur demi mengharumkanmu
Mereka pergi untuk selamanya.
Meninggalkan impian untuk digapai
Mewariskan perjuangan tiada batas
Sekarang, kau punya siapa di samping?
Sekarang, kau punya siapa membela?
Ibarat seekor ikan koi di tengah Samudera Hindia
Ibarat satu bintang di antara galaksi malam bima sakti
Kau kehilangan arah
Membisu diam tak berkutik
Kau ketakutan dan bergetar
Jangan gentar
Jangan kuatir
Jangan goyah
Kau punya aku
Darah ini kukucurkan
Tulang ini kupatahkan
Harta ini kugadaikan
Nyawa ini kupersembahkan
Hidup ini kuabdikan
Jangan gentar
Jangan kuatir
Jangan goyah
Kau punya seribu aku
Kami pasukan siap mati
Mati membelamu
Mati mengharumkanmu
Hanya untukmu
Hanya demimu
Negeriku tercinta
Indonesia
-Nol-Nol di Belakang Nominal-
Perlahan tapi pasti
Angka nol semakin berderet
Mengantri ransum berdempet
Di pangan kita
Di sandang kita
Di papan kita
Seakan ia kertas berserakan
Bisa dikoyak
Bisa dirobek
Kapan saja, di mana saja
Seolah ia daun berguguran
Gugur tiap musim berganti
Tidak berguna, hanya sampah
Tapi sayang,
Ia bukan kertas apalagi daun
Ia adalah keringat, mengalir bulir demi bulir
Satu bulir keringat demi satu bulir beras
Satu bulir keringat demi satu helai benang
Satu bulir keringat demi sejurus kayu
Berapa banyak keringat demi sesuap nasi?
Berapa banyak keringat demi secercah kehidupan?
Sampai nol di belakang nominal menyaingi bulir keringat kah?
Anak bangsa menangis kelaparan
Anak negeri menjerit kedinginan
Tapi,
Kau belum juga menoleh
Haruskah kami menangis darah?
Haruskah kami mengemis di pangkuan kakimu?
Haruskah kami berlutut di hadapanmu?
Tapi,
Aku tahu
Kau belum juga menoleh....
Mungkinkah kau ingin kami mati satu demi satu?
Hingga mayat terseret ke depan batang hidungmu?
Hingga kau lihat akibat ulah serakahmu....
Tapi,
Aku yakin
Kau takkan menoleh.....
Posting Komentar