Jumat, 07 November 2008

PUISI-PUISI PILIHAN KARYA SISWA-SISWI XII IPA 1 0809

Puisi itu memang indah. Puisi itu memang bermakna. Puisi itu memang luas. Puisi itu memang kaya hakikat hidup dan kehidupan. Puisi itu penuh nuansa romantika kehidupan. Wujudkanlah bahwa engkau ada. Selamat berkarya.

43 komentar:

Gloria Marcella mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Gloria Marcella mengatakan...

Nama: Gloria Marcella M.W
Kelas : XII IPA 1
No: 14


Puisi Sosial:

Senyumku untuk Dunia

Aku ingin menabur benih bahagia
Bahagia di hatiku
Juga di hatimu

Benih yang dimiliki siapapun
Namun tidak semua menyadari
Begitupun aku

Aku tak tahu
Bahwa aku punya lukisan yang indah
Indah dipandang

Dahulu yang ku pandang sebelah mata
Kini begitu berharga
Harganya tak sanggup dibeli dunia

Saat aku mengeluarkan lukisanku kepada dirimu
Kau pun membalas demikian

Semua lukisan
Sungguh indah dan mempesona
Pesonanya kan membuat dirimu
Memintanya lagi suatu hari nanti

Kn kulukiskan senyum di wajahku
Kurangkul namamu di bibirku
Tak lupa kulemparkan salamku

Saat senyumku terukir di hatimu
Lukislah senyummu
Berikan kepada yang lain
Teruslah melukis hingga habis umurmu

Puisi Krisis Sosial:

Bukan Sampah Dunia

Ku tatap sekelilingku
Ku lihat wajah-wajah penuh derita
Penuh kesesakan
Penuh kehampaan

Kedua bola mata mereka
Menceritakan kejamnya dunia
Air mata mereka
Menumpahkan segudang kisah

Tubuh yang lunglai
Kaki yang tak kuasa berdiri
Perut yang selalu mengaum
Rambut yang telah ditelan waktu

Mereka hanya bisa duduk
Meminta belas kasihan
Menjulurkan tangan di tengah ramainya dunia
Namun tiada seorang peduli

Inikah hidup
Hidup yang harus mereka jalani
Entah berapa kali mereka mengeluh
Berapa klai pula Engkau menguatkan mereka

Semuanya mereka terima
Semua hinaan orang
Semua perilaku orang

Orang lain boleh merendahkan mereka
Tapi saya mau katakan
Mereka bukan sampah dunia

Puisi Cinta:

Terpesona

Pertama bertemu
Ada sebuah rasa dalam hati kecilku
Perasaan kagum
Kagum atas dirimu, pangeranku
Kau berdiri terlalu jauh dariku
Membuatku tak dapat menggapai dirimu
Haruskah aku berlari megejarmu?
Mengejar cinta petamaku

Wajahmu penuh kasih
Senyummu menenangkan hatiku
Cintamu memuaskanku

Kau memenuhi isi hatiku
Membuat diriku terbuai akan cintamu
Cinta ini tidak dapat lagi ku bendung
Cinta yang begitu luas
Seluas samudera

Pandanganmu menyejukkan hatiku
Hatiku penuh kasihmu
Diriku terpukau karena cintamu

Saat diriku menatapmu
Perasaanku berbunga-bunga
Saat diriku menyentuhmu
Hatiku menari
Saat diriku menyapamu
Cintaku bergetar

Penuhi hari-hariku dengan cintamu
Cinta yang tulus
Diriku terpesona karena kau

Ari Tubagus mengatakan...

Nama : Gerardus Ari Tubagus Angkasa
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 13


Puisi Sosial:

Pengamen Jalanan

Setiap hari aku bernyanyi
Aku bernyanyi lagu-lagu gembira
Untuk menghibur orang lain sekaligus diriku sendiri
Diri yang tak kenal lelah bernyanyi
Terus mencari sesuap nasi
Bagi keluarga di rumah, dibawah kolong jembatan
Yang berharap nanti saat aku pulang
Nasi bungkus ada ditangan kananku

Setiap hari aku bernyanyi
Bernyanyi mencari uang recehan
Kadang aku tak dapat, yah... belum rejeki pikirku
Mungkin nanti, atau esok, atau mungkin suatu saat nanti
Aku akan mendapatkannya

Setiap hari aku bernyanyi
Mencari rejeki dengan cara yang halal
Tidak dengan menipu, tidak juga dengan mengemis

Setiap hari aku bernyanyi
Dengan gayaku yang sok keren ini
Mungkin ini yang membuat orang benci padaku
Padahal.. aku melakukan ini untuk menarik perhatian orang
Bukan untuk senang-senang

Orang pikir aku senang begini
Yang setiap hari bernyanyi
Tidak tahu akan penderitaanku
Berjemur dibawah terik matahari
Dengan bayangan adik-adik nanti menyambutku
Jika aku membawakan nasi bungkus
Jika tidak? Masamlah muka mereka
Setiap hari ibu menghibur aku dan ayah
Mudah-mudahan nanti aku jadi kaya katanya



Puisi Pendidikan:

Terima Kasihku

Dunia pendidikan ini sangat luas
Banyak aspek yang terkandung didalamnya
Namun ternyata ada satu bagian penting
Yang sangat penting dan tak kalah penting
Mereka adalah para karyawan yang bekerja tak kenal lelah
Membersihkan, merawat, dan menjaga sekolah
Mereka seringkali terlupakan
Terlupakan karena tidak diperhatikan
Dan juga terlupakan karena memang tidak ingin diperhatikan
Entah mengapa.. mungkin malu..

Inilah mereka yang masih mau mengabdikan dirinya bagi sesama
Walaupun hanya sebagai karyawan
Yang membersihkan seluruh gedung sekolah setiap hari
Tapi hanya inilah yang dapat mereka perbuat
Sebagai bentuk pengabdian
Kepada dunia pendidikan

Mereka tidak dapat mengajar
Bukan karena tidak mau berusaha, namun tidak bisa
Karena mereka tidak pintar
SD pun mungkin tidak lulus
Namun apa yang sudah mereka lakukan
Yang tidak dilakukan oleh bagian-bagian lain dalam dunia pendidikan
Telah menjadi salah satu kunci keberhasilan
dalam dunia pendidikan
Terima kasih ku ucapkan
Kepada mereka yang tidak ingin disebut



Puisi Krisis Moral :

Makna Mimpiku

Waktu itu aku melihat
Anak-anak melempari orang gila dijalanan dengan batu
Sambil tertawa-tawa lalu berlari
Aku juga melihat
Sebuah mobil menabrak motor begitu saja
Lalu pergi meninggalkan pengendara motor tersebut
Terbaring di tengah jalan minta tolong
Kalau tidak salah
Aku juga mendengar suara perkelahian
Disalah satu rumah di perempatan jalan
Aku mendengar ada suara kaca yang pecah
Di iringi dengan teriakan-teriakan nyaring
Dan tangisan yang tak kunjung reda
Namun tiba-tiba ada pecahan kaca yang menyambar mukaku
Lalu aku terbangun dari mimpiku
“Untung, cumi, cuma mimpi”, kataku

Tapi segera aku berpikir
Apakah dunia tempat aku tinggal ini tidak seperti itu?
Rasanya sama saja
Anak melawan orangtua dan guru
Ayah bertengkar dengan ibu
Kakak menjahili adiknya hingga menangis
Pegawai melawan tuannya
Tuan bertindak semena-mena terhadap pegawainya
Ini baru contoh di sekitarku
Belum dimasyarakatku
Belum tentang negaraku
Dan belum aku membahas duniaku ini

Begitu banyak pertentangan yang terjadi
Dikarenakan krisis moral pada diri kita ini
Apakah kita sadar?

~FileMOn mengatakan...

Nama : Filemon Rido Yasin
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 11

Puisi kemerdekaan

Satu

Kami yang terhenti disini
Seakan menunggu dalam angan2 mimpi
Menanti sesuatu yang tak pasti
sadar kan sesuatu yang telah tersisih
dari dalam lubuk hati ini

Berjuang kami mencoba mengingat
apa yang telah terlupa sesaat
demi suatu jawaban kami teringat
Berharap mungkin engkau tlah mencatat
Ingatan perjuangan kemerdekaan

Kami merasa malu atas perjuangaan
yang menanggung banyak penderitaan
Kami mulai berdiri,berjalan ke depan
mencari suatu alasan dan tujuan
serta harapan yang tertahan

kini kamu telah berumur 63 tahun
walau terlihat agak rentah

tetap saja, Merah putih benderamu
Indonesiaku yang satu
Maju terus negaraku
Jangan kalah dimakan waktu

karena kami kan selalu ada disampingmu
meneriakan KEMERDEKAANmu..
menghubungkan masa depan dan masa lalu
bersama, kita semua bersatu
siapapun juga..semuanya adalah satu

Puisi Sosial

Arti Sahabat

Sahabat itu cinta
tapi bukan jatuh cinta
Sahabat itu senyum
Yang begitu lembut

Sahabat itu tangan
Yang selalu menuntun keluar dari kegelapan
Sahabat itu punggung
yang begitu lebar hingga kw mampu mengangis di atasnya

Sahabat itu waktu
saat kita habiskan bersama
Dalam sukda dan duka
Sahabat itu janji
yang tak mungkin diingkari

Sahabat itu harapan
Sama seperti dirimu
sahabatku

Puisi Ekonomi

Ketika ekonomi

Ketika ekonomi mulai diabaikan
Ketika hidup seseoarng telah dilupakan
Ketika kemeralatan mulai muncul
Ketika kemiskinan mulai nampak

Tangisan terpapar dimana-mana
Kelaparan meraja lela
Kehidupan semakin susah
Kebutuhan semakin menggila

Nasib rakyat miskin dan susah
Hidup lebih jadi sulit
Dalam hal begini
Bagaimana kita menghadap krisis

Ekonomi yang tak kian kian berhenti
Dengan hutang negara yang membebani
belum terlebih korupsi
dan para koruptor yang terus menari

yang telah mendaging dalam negara kita
akankah krisis ini berakhir..

Anonim mengatakan...

-Pemuda Harapan Bangsa-


Generasi Muda penerus bangsa
Pemegang tampuk citra bangsa
Cermin jati diri bangsa
Harapan bagi bangsa

Namun apa yang kini terjadi ?
Rusakkah moral bangsa ?
Di manakah api para pemuda ?

Mungkin ini dari barat
Kumpulan duri-duri sesat
Bagai asap pekat
Membutakan indera penglihat

Tak perlu ‘tuk salahkan
Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan
Hanya malas yang dipertahankan
Tanpa udara untuk menahan

Tuntut sadar dalam diri
Percaya pada sang ilahi
Ciptakan tujuan yang murni
Pegang Tut Wuri Handayani

Tak perlu beribu berjuta kata
Utamakan upaya
Kobarkan semangat Pancasila
Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara

Majulah Indonesia



-Kemerdekaan Kita-

Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya
Tak kunjung dilewati juga
Jalan pasti menuju tujuannya

Duka panjang mengalir pada aliran sungai
Membanjiri korban-korban kekerasan
Menenggelamkan korban-korban pelecehan

Dahulu meriam berdentum dan gelora
Semangat mengoyak malam membara
Berjuang terus tiada henti
Membasmi musuh sampai mati

Nyawa seakan tak berarti
Tetap bertahan walau perih
Demi kemerdekaan sejati
Bukan hanya sesumbar janji

Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan
Sudah terlalu jauh dari saat ini
Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi
Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi

Apakah jalan menuju kemerdekaan ?
Bebaskah kita dari perbudakan ?
Jika penderitaan tak kunjung pudar
Sampai kapan kita bersabar ?


-Perjuangan Sang Anak-

Anak manusia yang malang
Langit ibunya bumi ayahnya

Sang surya mencuat tinggi melanglang
Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang
Berjalanlah ia sambil memegang perutnya
Mencari riak air untuk mukanya

Sekumpulan jahat mengintai titisan awan
Sang anak lanjutkan perjuangan
Merasuki dusun-dusun
Lewati jalan terjal bebatuan

Perjuangan masih berlanjut
Lantunan suara merdu terus berdenyut
Menggemparkan rumah-rumah di dusun

Sekeping, dua keping, empat lembar
Suara menjemput sampai tangan kecilnya
Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya
Terus menerus terlantun nada-nada indah

Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar
Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar
Tertangkap sang anak malang
Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya

Tolong, suara dari bibir anak itu
Merataplah yang jahat pergi dari situ
Tinggallah nafas tinggal satu
Sang anak terbujur kaku

ti2_n BerKatA... mengatakan...

Nama : Christine Chandra
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 06


*Puisi Religiusitas

Ketika Aku dan Tanah Bersatu


Tak kusadari bahwa ini adalah hari terakhirku
Hari saat aku tertidur untuk selamanya
Meninggalkan semua yang tersisa di dunia
Mataku tertutup rapat
Begitu pun hidupku

Bila Kau memberikan satu kali kesempatan
biarkanlah aku hidup satu hari lebih lama
Tak banyak yang kuminta
hanya satu hari
Satu hari yang akan mengubah semua

Kini itu hanya tinggal harapan
Disinilah aku sendiri
menunggu kepastian
mendengarkan keputusan terakhir
yang akan Kau berikan untukku

Tuhanku,
begitu sesal diri ini
menyiakan waktu yang telah Kau berikan
Semua berlalu tanpa makna
habis tak bersisa

Kini aku sendirian
di tempat gelap yang tak pernah terbayang
yang selama ini kujauhi
Sekarang semua telah pergi meniggalkanku
membiarkan aku bersatu dengan tanah



*Puisi Keprihatinan Sosial

Aku Malu

Aku malu dengan nenek moyangku
yang berusaha keras membangun kehidupan ini
Aku malu dengan bumiku
dimana semua kekayaannya telah dikeruk habis
Entah harus kuletakkan dimana mukaku ini

Dibangun dengan susah payah
mengorbankan segalanya
Dijaga dengan sepenuh hati
untuk dapat bertahan
agar nantinya kita sebagai penerus dapat terus hidup di dalamnya

Lalu,
apa yang telah kuperbuat?
Menghancurkan segalanya
mengandaskan impian para pejuang
Sampai aku terpuruk ke dasar jurang

Aku malu melihat teman-temanku yang bekerja
dengan upah yang tak layak
Aku malu melihat temanku yang lain
meminta belas kasih di sepanjang jalan
Aku hanya bisa bersembunyi

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan
Habis keberanianku menatap pandangan mata mereka
Aku adalah penghancur
Aku menkhianati kepercayaan yang diberikan padaku
Aku tak lebih dari seonggok sampah

Namun aku tak akan menyerah
Akan kubalikkan rasa malu itu
menjadi sebuah kebanggaan tak terkira
Aku memang sampah
tapi aku bukanlah sampah yang tak dapat berubah



*Puisi Sosial

Ketika Hidupnya Kembali Bermakna


Tergolek bagaikan boneka kayu yang patah
Tak lagi ada semangat
dengan mata menerawang jauh
Pikirannya pun kosong
layaknya boneka yang kehilangan jiwa

Saat itulah aku melihatnya
Dia ada di dalam diriku
saat aku tak punya arah
saat aku kehilangan jejak
saat penderitaan adalah hidupku

Seketika butiran air mata jatuh
dan dengan cepat aku hapus
Kukuatkan hati
Aku tak lagi seperti dulu
menunggu datangnya harapan palsu

Kakiku bergerak ke arahnya
tanpa perintah kurangkul dirinya
Berharap kehangatan sampai ke hatinya
Layaknya selimut hangat kasih seorang ibu
yang sepertinya tak lagi ia temukan

Sesaat kurasakan sesuatu menembus perutku
Aku terdiam membisu
dan kulihat pisau itu menancap dengan pasti
dilanjutkan dengan aliran darah yang mengalir deras
layaknya sungai di musim hujan

Dia menjebakku dengan wajah polosnya
Dengan tangan terlatih merampas hartaku
Aku merasa ringan mengapung di udara
Aku hanya bisa tersenyum puas
karena kusadari bahwa aku pernah membrinya kehangatan

Anonim mengatakan...

Nama : G. E. T. Hakiki S.
Kelas : XII IPA 1
No. : 15

-Pemuda Harapan Bangsa-

Generasi Muda penerus bangsa
Pemegang tampuk citra bangsa
Cermin jati diri bangsa
Harapan bagi bangsa

Namun apa yang kini terjadi ?
Rusakkah moral bangsa ?
Di manakah api para pemuda ?

Mungkin ini dari barat
Kumpulan duri-duri sesat
Bagai asap pekat
Membutakan indera penglihat

Tak perlu ‘tuk salahkan
Kekebalan dan kebebalan sukar dibedakan
Hanya malas yang dipertahankan
Tanpa udara untuk menahan

Tuntut sadar dalam diri
Percaya pada sang ilahi
Ciptakan tujuan yang murni
Pegang Tut Wuri Handayani

Tak perlu beribu berjuta kata
Utamakan upaya
Kobarkan semangat Pancasila
Bangkitkan gelora Ki Hajar Dewantara

Majulah Indonesia



-Kemerdekaan Kita-

Kemerdekaan ini lelah menapaki jalannya
Tak kunjung dilewati juga
Jalan pasti menuju tujuannya

Duka panjang mengalir pada aliran sungai
Membanjiri korban-korban kekerasan
Menenggelamkan korban-korban pelecehan

Dahulu meriam berdentum dan gelora
Semangat mengoyak malam membara
Berjuang terus tiada henti
Membasmi musuh sampai mati

Nyawa seakan tak berarti
Tetap bertahan walau perih
Demi kemerdekaan sejati
Bukan hanya sesumbar janji

Kenangan itu hanya tergurat di batu nisan
Sudah terlalu jauh dari saat ini
Mungkin proklamasi hanya sekedar dokumentasi
Pancasila, hanyakah sekedar basa-basi

Apakah jalan menuju kemerdekaan ?
Bebaskah kita dari perbudakan ?
Jika penderitaan tak kunjung pudar
Sampai kapan kita bersabar ?



-Perjuangan Sang Anak-

Anak manusia yang malang
Langit ibunya bumi ayahnya

Sang surya mencuat tinggi melanglang
Sang anak bangun dari atas dua garis yang panjang
Berjalanlah ia sambil memegang perutnya
Mencari riak air untuk mukanya

Sekumpulan jahat mengintai titisan awan
Sang anak lanjutkan perjuangan
Merasuki dusun-dusun
Lewati jalan terjal bebatuan

Perjuangan masih berlanjut
Lantunan suara merdu terus berdenyut
Menggemparkan rumah-rumah di dusun

Sekeping, dua keping, empat lembar
Suara menjemput sampai tangan kecilnya
Hati riang dan senyum mungil dari bibirnya
Terus menerus terlantun nada-nada indah

Pekik niat sekumpulan jahat menggelegar
Kaki-kaki beranjak menuju tangan kecil berkobar
Tertangkap sang anak malang
Kerasnya hantaman dan paksaan menenggelamkan dirinya

Tolong, suara dari bibir anak itu
Merataplah yang jahat pergi dari situ
Tinggallah nafas tinggal satu
Sang anak terbujur kaku

Brigitta Gani mengatakan...

Nama: Brigitta Steffi Valegata De Kekko Gani
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 04

==Dunia Baru==

Kuterasing dalam komunitas itu
Wajah-wajah baru tak bersahabat,
mengantarku ke urutan terbelakang
Terpojok seorang diri,
dalam beribu prasangka

Berbagai benteng pertahanan kubangun,
demi melindungi pribadi
Uluran sosialisasi kutepis dan kuabaikan
Aku selalu waspada seraya menjaga kuda-kuda
terhadap kemungkinan buruk yang mengancam eksistensiku

Waktu terus memutar roda kehidupan
Benteng-benteng itu tak lagi melindungiku
Ia memenjarakanku seorang diri
Di tengah warna-warni dunia

Perlahan kusadari
Tiada bisa ku sendiri
Kubutuh individu lain
tuk berbagi pahit manis kehidupan
Butuh perspektif lain
dalam membuka cakrawala pengetahuan

Bertahap kuhancurkan bui,
yang memenjarakan hati dan pikiran
Kubuka topeng besi penutup wajah
Kubiarkan diriku hanyut dalam pelangi komunitas itu,
dalam hitam putih karya merajut mimpi hari depan
Kulemparkan semua pemikiran negatif,
jauh ke dalam tubir laut
Dan menenggelamkan diri
dalam euforia positif yang membangun

Kini, kurasakan gradasi warna dalam hari
Senyum, tawa dan canda, serta tangis ini adalah bukti
Sungguh, aku seorang manusia sosial


==Musik dalam Derita==

Segerombolan tubuh kecil itu mendekat,
menghampiri besi beroda empat yang kutumpangi
Bermodal sebentuk ukulele senar empat,
ditambah kecrek-kecrekan sederhana
Mereka siap dengan pertunjukkan kecilnya

Wajah-wajah lugu berlapis debu jalanan itu,
mengingat-ingat lirik dan irama lagu yang diagendakan tampil
Tangan kecil itu memetik nada pembuka,
disambut riuhnya benturan tutup-tutup botol
Memecah kegersangan di tengah terik Sang Surya

Oops ...
Mereka keliru melafalkan lirik,
Sang ukulelis memetik senar yang salah
Mereka yang berpandang-pandangan,
seraya mengukir sebersit senyum konyol di wajah

Lampu hijau menyongsong kami
Tanpa ragu mereka meminta imbalan
atas pagelaran musik amatir yang telah ditampilkan

Mesin beroda empat ini membawa tubuhku pergi
Dari kejauhan, tampak sukacita atas honor yang tak seberapa itu
Dengan cermat, jari-jari itu mengkalkulasikan tiap peser recehan
Dengan jujur, mereka membagi sama rata

Kasihan, belum sempat mereka menikmati nada-nada itu
untuk pribadinya sendiri
Tapi harus membaginya dengan orang lain,
demi sekoin rupiah pemenuh asa


==Semangat Putih Abu-Abu==

Seragam itu,
seragamku,
kebanggaanku,
kehormatanku,
identitas pendidikan yang sedang kutiti
Putih abu-abunya menempatkanku pada kasta tertinggi
Di antara siswa putih merah dan putih biru

Tiga tahun ia setia melindungi jasmaniku dari panas dan hujan
Ia menyerap butir-butir peluh dari pori-pori kulitku
Kualitasnya tercabik-cabik kejam dunia yang menghampiriku
Namun tak kan sekalipun melunturkan semangat putih abu-abunya

Ialah saksi bisu jatuh bangun kumenempatkan setumpuk ilmu pengetahuan di kepala
Ia jugalah selimut tubuh yang merasakan degup jantungku
menghadapi kejutan-kejutan yang menantiku di sekolah

Sayang, usang dalam serat-serat kainnya
tak mampu cerminkan khazanah ilmu yang mengisi relung-relung otakku
Ia tak cukup menggambarkan suka duka yang kutelan
Pun tak mampu melukiskan pincangnya langkahku,
mengayomi tiap anak tangga pendidikan

Akhirnya, ia mengantarkanku menyongsong gerbang pengetahuan lain
yang lebih megah
Walau kumelepas dan menggantinya dengan warna lain,
semangat putih abu-abu itu kan senantiasa hidup di atas sadarku

meL.ia suRya.Ni mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
meL.ia suRya.Ni mengatakan...

Nama : Melia Suryani
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 31


*Puisi Keprihatinan Sosial*
Sang Peminta - Minta

Duduk terlantar
Bersanding dengan pohon besar meneduhi
Terlewati oleh beratus orang berlalu lalang
Tanpa dipandang bahkan dikenang

Panas membentang
Tak menjadi sebuah halang
Debu bertebaran
Menambah keluh dan derita
Membuatnya bertambah hitam dan kusam
Dan menambah kesan terbuang
Namun tak menghentikan langkahnya
Berjuang demi hidup di belantara kejamnya dunia

Berjalan membawa kaleng yang bergemerincing
Berisi koin dari sang pemberi
Beribu ucapan terima kasih teruca
Tanpanya, dia mungkin tak kan bertahan

Sang peminta-minta yang kesusahan
Mencoba mencari sebuah pertolongan di antara keangkuhan
Mencoba mencari sebuah kehidupan di antara semua penderitaan
Mencoba mencari kebahagiaan di antara kesedihan
Dan ia pun terus berjuang
Tanap mengenal rasa takut dan ragu
Bahkan lebih kuat dari didriku yang hanya membisu

Sang peminta-minta yang mencari uang
Demi kelanjutan hidup di hari berikutnya


*Puisi Sosial*
Awal

Peralahan tapi pasti
Kita lalui perjalanan ini
Melewati kabut dan bukit
Melintasi semua hal
Sampai tak terasa kita sudah berada di ujung
Sampai kita harus berkata kata perpisahan
Dengan menitikan air mata
Berjuang untuk rela
Untuk menunda semua pertemuan kita
sampai saatnya tiba

Tanpa tangis dan kesedihan
Mencoba untuk bertahan
Demi utuhnya jalinan sahabat
yang tak pernah direncanakan

Kembali memulai sebuah hidup
dengan semangat dan khayalan
Yakin
bahwa ini hanyalah awal pertemuan


*Puisi Cinta*
Rasaku

Udara dingin membekukan diri
Menghiasi embun di daun pagi
Merangkai kehangatan di dalam pelukan

Hujan turun tak henti
Menghiasi hari yang kuanggap itu perih
Membuat semuanya semakin lirih
Tersayat - sayat dan terasa sakit

Hilang rasaku
Betapa semua pedih dan pilu
Hilang pikirku
Betapa banyak kerinduan yang hanya terpendam
Hilang harapku
Betapa aku begitu mencintaimu

Kisah kasih yang terukir
Hilang dan musnah
Oleh jiwa yang terluka dan sepi

Tapi,
kinipun masih di sini
Di dalam hati
dan kuakui

ku bagai mentari
Yang menghilang,
tertutupi awan yang kelam
Bersembunyi dari rintik- rintik kesedihan

Tersenyum dan seakan berseru
bahwa hidup itu indah
Dan tak akan indah jika kata hanyalah kata
bahwa dari kata timbulah rasa
dan akan selalu terasa

novikey mengatakan...

Nama:Novianty Kosasih
Kelas:XII IPA 1
No. Absen:36

Puisi Cinta:

Keluargaku Tercinta

Cinta,
Tak pernah kurasakan setulus ini
Tak pernah kurasakan sebanyak ini
Hanya dari sini, dari rumahku kuperoleh itu

Keluargaku,
Kalian tak pernah lelah membimbingku
Kalian tak pernah berhenti mendukungku
Kalian tak pernah berhenti menyayangiku

Hangatnya kasih sayang
Hangatnya pelukan
Hangatnya kebersamaan
Disinilah kuperoleh

Saat kusedih
Merasakan keterpurukan
Merasakan pukulan yang menyakitkan
Keluargaku tak pernah lelah menghiburku

Saat kubahagia
Merasakan kesuksesan
Merasakan keindahan
Keluargaku tak pernah berhenti menyanyangiku

Tak pernah kurasakan cinta sedalam ini di tempat lain
Tak pernah kutemukan kasih setulus ini ditempat lain
Tak dapat kuperoleh hangatnya kebersamaan di tempat lain
Hanya di rumahku, keluargaku, aku dapat menemukannya

Terima kasih keluargaku
Cinta yang tulus
Kasih yang dalam
Kebersamaan yang kuat
Semua dapat kurasakan



Puisi Peduli Lingkungan:

Hutanku Masa Depanku

Indonesia negeriku tercinta
Terbentang dari Sabang hingga Merauke
Berjuta-juta kota beriri diatasnya
Hutan nan hijaupun turut meramaikan

Hutan yang indah
Hutan yang penuh guna
Hutan yang subur dan permai
Itulah hutanku, hutan Indonesiaku

Sedih rasanya hatiku ini
Melihat hutan-hutan yang tak lagi berpohon
Melihat hutan-hutan yang telah beralih fungsi
Melihat hutan-hutan yang dimanfaatkan demi kepentingan pribadi

Karena mereka, orang-orang yang tidak bertanggungjawab
Mereka yang hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri
Mereka yang tidak memikirkan orang lain
Mereka yang tega melakukannya

Hutan nan indah
Hutan nan subur
Hutan nan permai
Itulah impian kita semua

Mari semua bergandengan tangan
Mari generasi muda
Mari lestarikan hutan kita
Yang pada akhirnya demi kita jua

Tidakkah kau rasakan
Udara segar yabg kau hirup
Kebutuhan yang kau peroleh
Semua karena hutan kita yang permai
Ayo peduli hutan, peduli pada diri kita di masa depan


Puisi Pendidikan:

Harta Yang Paling Berharga

Ilmu bagaikan harta
Harta yang tak akan hilang dimakan waktu
Harta yang tak akan habis bila terus kau pakai
Harta yang abadi, yang akan kau bawa seumur hidupmu

Ilmu,
Tak semua orang bisa merasakannya
Tak semua orang bisa merasakan nikmatnya
Tak semua orang mengetahuinya

Ilmu itu abadi
Ilmu itu indah
Ilmu itu adalah seni
Ilmu adalah harta teramat penting

Hai kau,
Para pemuda dan pemudi
Orang-orang yang diberi kesempatan untuk belajar
Orang-orang yang diberi kesempatan untuk merasakan ilmu

Gunakanlah ilmumu dengan sebaik mungkin
Ilmu yang akan berguna bagimu
Kelak bagi kehidupan
Dan bagi masa depanmu

Janganlah pernah ragu
Untuk berbagi ilmu
Untuk menambah ilmu
Untuk mempertahankan ilmu

Karena ilmulah yang akan menuntunmu
Menuntun masa depanmu
Menuntun keluar dari kemelaratan dan kebodohan
Itulah ilmu,hartaku yang paling berharga

herputra mengatakan...

Nama : Herputra Labune Gunawan
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 17

Puisi Cinta :


Kerinduan Cinta


Jauh di dalam hati ini
Masih ada dirimu
Cahaya dalam gelapku. . .
Kau selalu menerangi hariku
Ceriakan seiap malamku. . .
Pada saat itu aku ingin bersamamu selalu
Tak ingin tergantikan dengan yang lain
Biarlah kau di sini hanya untuk menemaniku
Hanya bayanganmu yang selalu menemaniku
Tetap ada dirimu dalam hati ini
Sejauh mata hatiku memandang hanya ada dirimu
Karena tujuan dalam hati ini hanya ingin dekat denganmu
Biarku merasakan kehangatan dalam cahaya pelangi
Sebagai tempatku bersandar denganmu
di saat hati ini berkeluh luka
Tak satupun kehadiran waktu datang menghibur
Hingga jiwaku hilang jauh terkubur dalam embun pagi ini
Menghembuskan kabut kehampaan Begitu senyap dan hening tanpa jawaban
Hujan di bulan September
Yang selalu dingin kini hangat menyentuh
Siapa yang telah memanggilku?
Apakah gaung hutan?
Ataukah kesenyapan malam yang membangunkanku?
Mengapa rasa ini terasa indah?
Suatu rasa yang membuatku terasa hidup
Semua karena kehadiranmu. . .
Kasih. . .
Temani aku di sini
Hiburlah hatiku agar tenang jiwaku kini
Bersamamu. . .
Berikanlah aku sebuah hadiah
Hadiah yang selalu kunanti dan kudamba
Sebuah cinta sejatimu
Adakah semua itu akan kau berikan dan berjanji setia padaku?
Aku hanyalah raga yang tak bernyawa
Berikan aku nafas kehidupan
Dengan cinta dan kasih sayang Darimu. . .



Puisi keprihatinan sosial


Balada Penghuni Gubuk


Terlihat seorang anak kecil yang sekarat
Di bawah gubuk reyot nan kecil
Untuk berkata sepatah pun ia tak sanggup
Pandangan hanya terpaku pada satu sisi
Tak terlihat lagi semangat hidupnya
Seribu mata memandang padanya
Tangan yang terkulai lemas
Kaki tak bisa sedikitpun digerakkan
Sekujur tubuh yang dihinggapi lalat-lalat berterbangan
Hati-hati yang ingin membantu
Tak sampai untuk meraih
Mengapa keadaan semiris begitu adanya?
Apakah ini suatu karma?
Ataukah sebuah pertanda dari Sang Maha Pencipta?
Apa yang telah ia perbuat?
Ia hanya seorang anak kecil yang tak bisa melakukan apa-apa
Anak kecil yang tak berdosa
Waktu demi waktu berlalu begitu saja
Tiada yang dapat membantunya
Dokter, obat, bahkan uang sekalipun
Tidak ada gunanya. . .
Ia hanya dapat menunggu. . .
Menunggu hingga Sang Pencipta memanggilnya kembali




Puisi Ekonomi


Sepotong Cerita dari Negeriku



Pengangguran bertebaran di negeriku
Layaknya pasir di tepi pantai
Kini segala kebutuhan tak bisa terpenuhi
Untuk makan pun hanya cukup untuk dua kali sehari

Sungguh malang nasib rakyat negeriku
Untuk makan saja pas-pasan
Apalagi untuk kebutuhan sandan dan papan

Semalam panjang mereka menikmati malam ditemani sebatang lilin
Tiada yang bersinar terang seperti matahari
Hanya satu api kecil pengganti pelita

Semakin hari semakin bertambah penderitaan mereka
Ekonomi di negeri semakin gawat
Banyak orang tak bisa bertahan hidup
Hingga bekerja serabutan seadanya

Apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kecil seperti mereka?
banyak orang berkata
"Mereka hanya malas hingga tak memiliki penghasilan"
Tetapi itu semua salah
Fakta berbicara rakyat kecil hanya menjadi korban
Mereka tidak akan menderita
Hanya oleh karena pemerintah yang tidak bijaksana

Buat seluruh pemerintah negaraku
Berjuanglah untuk memajukan negeri ini
Untuk generasi bangsa kini dan seterusnya

Haryogi wirawan salim mengatakan...

Nama : Haryogi Wirawan S
Kelas : XII P 1
No : 16
Puisi religiusitas

Cahaya Doa

Kucoba untuk melihat ke dalam
lebih dalam , lebih jauh
demi menemukan diriMu
dimanakah engkau Tuhanku?

Bait demi bait doa terucap di bibirku
Namun tetap tak kutemuka diriMu
Yang ada hanya aku ...
tenggelam dalam gelapnya dosa

Apakah tiada pengampunan bagiku?
Pertanyaan itu terus menghantuiku
Kegelapan pun menyelimutiku
lemas rasanya aku tak berdaya

ingin rasanya aku diberi kesempatan lagi
Namun, masih adakah kesempatan untukku?
aku hanya bisa berharap,berdoa menunggu pertolongan
Yang bisa mengeluarkanku dari lubang yang gelap, menyeramkan

Aku pun terus berdoa
meminta pengampunan pada yang punya
hanya bisa berharao
mendapat apa yang kutuju

gelap tenggelam cahaya terang muncul
cahaya itu tak memakai listrik sebagai sumbernya
cahaya itu tak berasal
namun hangat bagai sebuah pelukan

terjawablah sudah pertanyaanku
sujudku kuberikan kepadaNya
yang telah memberiku kesempatan kedua

Puisi Patriotisme

Kemerdekaan

Kulihat bangsaku telah mati nuraninya
karena lapar saling menyikut dan menindas
yang ada diatas malah tersenyum senyum
berlawanan dengan yang dulu dijanjikannya

Bebas sudah kita dari orang asing
Sekarang malah bangsa sendiri yang menindas kita
Aku hanya bisa tertegun,terpana ...
Menyaksikan wajah - wajah yang tak kenal malu

Habis sudah harta kita
ludes diambil orang - orang biadab itu
aku jadi bertanya -tanya lagi
kapan kita akan merdeka?

Kemerdekaan itu bak kaki yang menopang sebuah negara
tanpanya, negara akan jatuh dan rusak
Dan matilah juga negara itu bila hukumnya bisa dibeli dengan uang
karena rakyatnya sudah dibelenggu oleh kedunguan dan penguasanya sudah diperbudak oleh kekuasaan

Sekarang aku hanya bisa menunggu
dengan mengabdikan waktuku yang tersisa saat ini
demi bangsaku, Negeriku.


Puisi Cinta

Jatuh Cinta

Bertemu dengannya adalah hal terbaik bagiku
Senyumnya bagai cahaya dunia yang menerangi hariku
sorot matanya saat memandang mataku bagai pemberi semangat bagiku
Suaranya bagaikan melodi yang beralun harmonis

Berbincang dengannya adalah hal terasik bagiku
saat ia tanyakan semua tentang diriku
saat gerai tawa menghiasi wajahnya
semua itu yang membuatku jatuh ..
jatuh hati kepadanya

Engaku bagaikan bintang di malam hari
menghiasi kegelapan malam dengan sinarmu
memberiku keberanian dalam cahayamu
tanpa dirimu dunia terasa gelap...
suram...

Engkaulah cinta dalam hidupku
penerang jiwaku yang dingin dan sepi
aku jatuh cinta kepadamu
sungguh jatuh cinta...

Syl'Blog mengatakan...

Nama :Syl Via
Kelas :XII IPA 1
No :39


Tema :Patriotisme

Arti Kemerdekaan

Berlari mengejar mimpi
Menggengam harapan dan cita cita
Melawan segala rintangan
Sampai titik darah penghabisan

Darah bercucuran
Nyawa hilang melayang
Penuh duka lara
Namun tak ada yang dapat mencegahnya

Merdeka…
Terniang di telingaku
Lagu Indonesia raya dikumandangkan
Membawakan sejuta melodi perjuangan

Maju…
Langkahku ke depan
Menatap Sang Bendera Pusaka
Merah Putih yang berkibar

Semua menghadap kepadanya
Memberi hormat agung nan mulia
Menggengam tangan di dada
Penuh kepuasan

Langit seakan berkata
Wahai penerus bangsa, pelita negeri
Tanah air ini tetap harus kau jaga
Selamanya






Tema :Peduli Lingkungan
Alam Berubah

Dulu…
Terdengar suara nan merdu di balik ranting pepohonan
Indah menenangkan hati

Dulu
Ikan-ikan menari di laut biru bagai permata
Sejuk tak tertandingi

Dulu
Bunga-bunga berwarna warni
Cantik bak bidadari

Kemudian…
Alam berubah
Langit tak tersenyum lagi padanya
Keindahanya telah lenyap

Kulihat ke atas
Langit mendung menagisi alam
Lautan merintih kesakitan

Alam berteriak, meronta
Merenungi nasibnya
Keindahannya telah lenyap
Kelestraianya berkurang

Alam bertanya pada dunia
Akan sebab ia berubah
Ingin kujawab
Tetapi mult ini hanya diam, membisu

Alam..
Maafkan kami
Kami yang telah membuatmu berubah
Sehingga kau tak tampak indah






Tema :budaya

Tari Tanggai

Lemah gemulai gerakanmu
Menciptakan kebesaran nan mulia
Melodi mengiringimu
Tanpa mengenal rasa lelah

Berasal dari ujung barat negeri
Dikenal di seluruh tanah air
Dengan adat yang dipertahankan
Menjadikannya budaya yang patut diagungkan

Semua mata tertuju kearahmu
Terpana akan keelokanmu
Pesona yang kau pancarkan
Membawakan kebanggan bagi bangsamu

Tak hanya di Sriwijaya
Tetapi di seluruh negri
Kau selayak harta
Harta yang tak ternilai harganya

Kau ada sejak dulu kala
Pada zaman kerajaan lamanya
Namun kau tetap setia
Menghiasi keragaman budaya bangsa

Kan kujaga kau selalu
Sampai kapan pun jua
Agar dapat kupersembahkan kepada anak cucuku tercinta

kerubin mengatakan...

Kerubin SS
XIIP1
25


Puisi peduli lingkungan.

Sang Beringin

Saat itu sungguh teduh
Begitu asyik becanda tawa bersama
Bersenandung bersama
Dinaungi sang Beringin
Saat itu sungguh teduh hati ini

Dedaunan kakek beringin melindungi
Melindungi kita para cucu dunia
Dari terik sang surya
Begitu gemulai ia menari
Bilamana angin mulai bertiup

Apa yang kita lakukan
Merusak
Menebang
Membakar mereka
Semua hanya demi keegoisan semata

Walaupun kini kota ini telah maju
Sadarkah engkau
Ingatkah engkau
Sang pelindung bumi
Sang Beringin kini telah tiada




Puisi sosial

Kita Kala Itu

Saat itu kita tertawa bersama
Saat itu kita bejalan bersama
Saat itu kita tertawa bersama
Begitu manis tawa persahabatan kita

Tidak pernah kita bertengkar
Tidak pernah kita membenci
Tiap saat selalu mendukung
Selalu menopang di saat sulit

Saat ini kita masih bersama
Adalah berkat Tuhan yang berharga
Kesetiaan kawan
adalah hal yang sangat jarang di jaman ini
hal yang patut diperjuangkan
terlebih, dipertahankan

cepat lambat kita akan terpisah
demi mencari arti hidup masing-masing
apabila saat itu tiba
ingatlah selalu kita pernah bersama
kita pernah bersahabat
ingatlah engkau selalu miliki sahabat ini
inilah janji sahabat




puisi cinta

Tenanglah Sayang

Kutatap langit biru yang tiada batas
Begitu luas membahana
Dapatkah aku seperti langit
Berhati lapang luas
Menerima dia apa adanya

Kurasakan angin semilir
Berhembus lembut, namun tanpa tujuan
Dapatkah aku seperti angin
Terus menjalani hubungan ini
Menjaga dia sepenuh hati

Kulihat bintang bergemerlapan
Di malam gelap tanpa sang surya
Dapatkah aku seperti sang bintang
Menghibur dirinya disaat sedih

Tenanglah sayang...
Hati ini telah memutuskan
Berusaha untuk selalu lebih baik demi dirimu
Selalu menghiburmu
Selalu ada untukmu
Karena, dirimulah nafas hidupku

GabRieL mengatakan...

Nama : Gabriella Gunawan
Kelas : XII IPA 1
No : 12

Puisi Patriotisme

-Akhir dari Sebuah Perjuangan-

Suara dentuman bergemuruh
Berpadu dengan lengkingan sendu
Satu lagi kembali gugur
Teman seperjuanganku
Aku tetap bersembunyi
Mengatur nafas
Ku siap membalas!

Meskipun…
Mungkin ini adalah akhir dari segalanya
Aku tidak gentar
Berbanggalah jiwa dalam diriku
Jika aku tak disini
Bangsaku tidak akan berdiri
Kugenggam erat tombakku
Kupandang dengan tajam

Dengan gagah aku berdiri
Berbalik, menatap musuh menanti
Teriakan mundur terdengar
Tapi buat apa mundur
Jika aku bisa maju
Tekadku bulat
Aku berlari menyongsong pengakhiran
Asalkan mereka tidak menyerang bangsaku lagi
Aku rela mati….


Puisi Religiositas

-Sang Penenang Jiwa-

Setiap nafas yang kuhembuskan
Siapa yang menghendaki?
Setiap tangis yang kuteteskan
Siapa yang menadahi?

Setiap saat
Desah kerinduanku pada-Mu
Kulantunkan dalam syair indah
Kitab abadimu yang sempurna

Setiap waktu
Kutengadahkan tanganku
Memuji nama-Mu
Memohon pada-Mu

Tuhanku…
Cahaya penerang hidupku
Aku percaya
Engkaulah satu-satunya
Yang tidak pernah meninggalkanku
Yang terus menggandeng tanganku

Bersamamu semua berarti
Pengabdianku hanya kepada-Mu
Tuhanku…
Aku berserah pada-Mu


Puisi Pendidikan

-Tolonglah Muridmu-

Rupamu yang dewasa
pemikiranmu yang luas
Kesabaranmu yang terus diuji
Membuatku kagum padamu

Namun perlahan…
Aku merasa tertekan
Tuntutanmu yang nyaris tak bercela
Akupun ingin menggapainya

Guruku yang terkasih
Kharismamu sungguh tak terelakkan
Menghormatimu…
Menghargaimu…

Namun aku ingin kau mengerti
Kami bukanlah anak-anak, bukan seorang dewasa
Kami hanyalah remaja
Kami masih ingin bebas

Maaf jika kami mengecewakanmu
Kami tidak sesempurna yang kau harapkan
Tapi satu hal yang perlu kau tahu
Kami terus berusaha untuk mebuatmu tersenyum

Princess -Jr- mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Princess -Jr- mengatakan...

Nama : Junita Rosliacova
Kelas : XII IPA 1
Abesn : 23

Puisi Cinta:

Cinta Maya

Siapa kira kaulah cinta?
Kaulah Cassiopeia
Terbaik di antara yang baik
Satu di antara sejuta

Terlahir dari suatu kesempurnaan
Singgah dalam dirimu yang sejuk
Memberi suatu ketenangan
Kebahagiaan yang pekat

Tatapan dan senyuman
Tawa dan canda
Pemikiran dan tangismu
Tak ada yang harus ditata ulang

Kau adalah kau
Manusia yang hidup dalam mimpi
Melebur menjadi suatu aura yang indah
Aku tak dapat lagi melepaskan diriku dari dirimu

Tetapi kau di sana
Tempat yang tak pernah kupijak
Itu adalah aurora di duniaku
Indah, namun maya

Perlahan aku terhisap oleh lumpur di kakiku
Menjauh dari bayanganmu
Bawalah aku bersama cinta
Hingga kita menghilang bersama


Puisi Krisis Ekonomi:

Siapakah yang Bersalah?

Lihatlah si tua itu
Mengengkol becak
Melawan teriknya siang
Dengan tubuhnya yang renta

Berjuang untuk hidup
Di dunia yang menolaknya
Di dunia yang tak dapat digapainya
Di dunia yang pahit baginya

Ia tua
Ia miskin
Tetapi ia punya keluarga
Di bawah tanggung jawabnya

Semua harga melambung tinggi
Tinggi sekali hingga mustahil bagiya untuk menggapai
Dengan usianya yang tua,
Dengan tubuhnya yang rapuh

Memeras keringat,
Membanting tulang,
Semuanya kurang!
Tak ada tempat baginya untuk memohon

Suaranya bagai bisikan
Tak didengar oleh para penduduk kursi agung.
Ia memohon keringanan
Tetapi semuanya dipersulit

Bapak tua itu sakit
Ia mati
Bagaimana dengan keluarganya?
Siapakah yang bersalah?


Puisi Pendidikan:

Tragedi Seorang Murid

Sekolah...
Apa itu?
Tempat untuk menjadi pintar,
Atau sekedar mencari tugas?

Kuprihatin!
Kubelajar untuk menjadi linglung
Kubelajar hingga kulupa apa itu do re mi
Kubelajar hingga kurasa waktu berhenti

Kuberjuang untuk memahami
Memahami pelajaran yang bahkan sulit dipahami
Pelajaran yang bahkan tak jelas apa kelak kupakai
Pelajaran yang bahkan hanya menambah beban otak saja!

Bagiku, 24 jam sehari itu kurang!
Tak dapat menemukan waktu untuk berselang
Sibuk!
Jadwal bertabrakan seperti tanah longsor

Kumerasa sekolah menyeramkan
Aku takut ke sana
Bukan karena itu hutan berhantu
Tetapi karena banyaknya tugas yang tak dapat kubendung

Aku tak bermaksud mendemo
Aku hanya mencurahkan apa yang selama ini tertahan
Mencurahkan perasaanku
Dalam sebuah seni dan damai

Tapi tak apa
Bukankah itu yang disebut kewajiban?
Belajar dan belajar
Hingga semuanya memudar

Sir BRiAN mengatakan...

Nama : Brian Stefanus Chan
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 3

Puisi Cinta

Maafkan Diriku

Maafkan aku
untuk semua ketidakmengertianku
akan gundah di hatimu
akan sakit di ragamu

Aku tidak pernah mengerti
hanya ingin dimengerti
betapa besar egoku padamu

Aku tidak pernah hadir
saat dukamu
ataupun saat sedihmu

Aku tidak perna menemani
saat gundahmu
ataupun saat gelisahmu
Meski ku tahu berartinya diriku
saat keterpurukanmu

Maafkan aku
untuk semua egoku



Puisi Pendidikan

Masa Depanku

Pendidikan
Merupakan ilmu yang kita dapat
melalui suatu proses
dimana ilmu tersebut dimatangkan

Salam menjawab
Tidak teliti
Nilai yang kecil
Semuanya merupakan proses
menuju kematangan
yang kita dambakan

Dengan bermodal pendidikan
dari SD, SMP, SMA
dan Perguruan Tinggi
Cita-cita kita tergapai
Bersaing di masa depan
Untuk
kehidupan yang mapan

Mulai sekarang
Belajarlah dengan rajin
untuk mengais
mimpi kita



Puisi Sosial

Persahabatan Sejati

Tak mengenal ras maupun bangsa
Jangan pandang dari warnanya
Papa dan kaya bukan bencana
Susah dan senang lalui cerita

Terdiam kita dalam kesunyian
Merenung ia tak kunjung datang
Menangisi kenangan mati di jalan
Seribu keceriaan tak terlupakan

Jagalah kesucian dari sang hitam

Mengapa perlu kita mengotorinya
padahal suci di depan mata
Mengapa hati mesti dikhianati
demi kesenangan pribadi

Febrian mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lenni mengatakan...

Nama : Lenni
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 27

Puisi Cinta :

Hatiku

Aku menyadari kesalahanku
Telah meninggalkanmu
Hanya untuk dirinya
Dan itu tak pantas untukmu

Maafkan aku
Aku tak bisa hidup sendiri
kembalilah bersamaku
Itu yang aku butuhkan saat ini

Nyanyikanlah sebuah lagu untukku
Dan aku akan menyanyikannya pula untukmu.
Kita dapat bernyanyi bersama
Mengulangi kembali masa-masa itu

Namun kini aku sendiri
Sendiri menjalani hari-hari
Aku berharap
Sebuah lagu terdengar lagi olehku

Ini hatiku
Yang berdetak untukmu
Hanya untukmu
Dan hatiku adalah milikmu

Aku tak sanggup
Tak sanggup berdiri sendiri
Karena...
Hatiku telah menjadi milikmu seutuhnya



Puisi Peduli Lingkungan :


Dimana Hutanku?

Lihat...
Pohon-pohon menangis
Menangisi nasib mereka
Berusaha memberontak namun tak bisa.

Dimana hutanku?
Dimana...
Jangan teruskan penebangan itu
Berhentilah menyakiti mereka

Tanpa pohon-pohon itu
Apa jadinya bumi ini
Gundul...
Tak kan ada keindahan yang tersisa.

Ketahuilah wahai orang-orang tak bertanggung jawab
Akibat ulahmu itu bencana alam akan datang.
Menghampiri kita semua sambil tertawa.

Kapan bencana alam itu tiba?
Dimana bencana alam itu akan singgah?
Semua menggelengkan kepala,
tak tahu katanya

Sadarilah, hentikanlah
Bayangkanlah betapa menderitanya bumi ini.
Lestarikanlah hutan
Demi keselamatan kita semua.



Puisi Patriotisme :


Rapatkan Barisanmu

Eratkan tangan
Bersatu padu melawan musuh
Kuatkan tekad
Untuk mencapai satu kemenangan

Tak usah gentar
Terus maju
Pantang mundur
Hadapilah musuh dengan gagah berani

Suara senapan bersahut-sahutan
Tangisan menggema
Teriakan-teriakan memekikkan telinga
Luka pedih menusuk dada
Berserakan tubuh bersimbah darah

Serang...
Terjang...
Kalahkan rasa takut
Berjuanglah untuk menang

Rapatkan barisanmu
Satukan tekad dan semangat
Raihlah kemenangan
Pertahankan terus tanah air kita.

Teruslah bertahan
Sampai titik darah penghabisan
Basmi musuh
Bela ibu pertiwi

Kobarkan semangat perjuangan
Runtuhkan ketakutan itu
Jangan lengah
Bangkitkan persatuan
Raihlah Indonesia merdeka
Merdeka...

wandarie mengatakan...

Puisi Keprihatinan:

Bencana Ini

Dunia ini sedang berduka
Awan hitam masih enggan beranjak dari tempatnya
Jerit tangis masih terdengar
Semakin lama semakin keras
Menggema ke seluruh dunia

Dunia ini masih terluka
Bencana tak henti-hentinya datang
Belum kering air mata ini
Sudah muncul lagi luka yang baru
Memaksa untuk melanjutkan hidup
Tanpa sempat meratapi apa yang telah terjadi

Entah sudah berapa banyak airmata ini menetes
Entah berapa besar pengorbanan ini
Tapi penderitaan ini seolah abadi
Seakan tak akan ada lagi matahari

Tetapi satu hal
Apa pun yang akan terjadi
Tak peduli betapa menderitanya jiwa ini
Tak peduli betapa sakitnya raga ini
Dan tak peduli betapa kejamnya hidup ini
Ingatlah bahwa kita harus tetap berjuang
Memperbaiki kehidupan
Memperbaiki dunia

Karena semua bencana ini
Hanyalah batu penghalang
Yang harus dilewati
Untuk sampai ke tempat yang lebih tinngi


Puisi Peduli Lingkungan :

Surgaku

Aku bisa merasakan kesejukkannya
Aku bisa menghirup aromanya
Aku bisa melihat keindahannya
Sungguh indah

Itulah sirgaku, itulah taman Eden-ku
Disanalah aku pulang
Disanalah aku memikirkan segalanya
Didalam sebuah bingkai di kepalaku
Bingkai yang telah lama ada
Yang selalu muncul saat penatku datang

Namun itu hanya ilusi
Saat kubuka mata
Semuanya sirna
Kehidupan masih berantakan
Alamku sudah rusak
Dan lingkunganku semakin tercemar

Aku ingin selalu berada di surgaku
Bahkan saat aku membuka mataku
Aku ingin semuanya menjadi nyata
Aku ingin semuanya abadi

Aku ingin mengubahnya
Mengubah alamku menjadi sugaku
Aku ingin memperbaiki semuanya
Akan kutunjukkan pada dunia
Bahwa alam itu begitu indah
Inilah alamku
Inilah surgaku


Puisi Cinta

Dia

Dia begitu indah
Indah tak terlukiskan
Namun jauh tak tergapai
Tak akan bisa kusentuh
Tak akan bisa kumiliki

Dia adalah senyumku
Senyum bahagia dan senyum pedihku
Dia adalah kekuatanku
Sumber segala perasaanku

Dia tak tahu
Dan dia tak akan pernah tahu
Tentang diriku
Yang akan selalu mengawasinya
Yang akan selalu mengagumi keindahannya
Dari sudut gelapku

Tapi biarlah
Biarlah tetap seperti ini
Karena aku masih mampu bertahan
Aku masih mampu menikmati rasa sakit ini
Rasa sakit karena mencintainya

Mungkin suatu saat, cinta ini akan pergi
Mungkin waktu akan mengikisnya
Mungkin semuanya akan berlalu
Tapi cinta ini akan selalu kuingat
Dia yang telah membuatku seperti ini
Dia yang telah membuatku tersenyum
Dia yang telah membuatku menangis
Dan dia,
Yang tak akan pernah terganti

N__H mengatakan...

Nama: Netti Herawati
Kelas : XII IPA 1
No: 35

Topik : Peduli Dunia
Apa Kata Dunia?

Berjalanku diatas dunia
Mencuri pandang indahnya panorama
Air dan api, tanah dan besi, terang dan gelap
Mewarnai arti hidup, manusia

Dunia itu bulat, fakta
Dunia itu berputar, fakta
Dunia itu indah, fakta
Dunia itu sakit, tahukah?
Dunia itu merana, sadarkah?
Dunia itu melemah, benarkah?

Hati senang orang bilang dunia itu ceria
Perut kenyang orang bilang dunia itu kaya
Tidur nyenyak orang bilang dunia itu mewah
Tapi sakitnya dunia, siapa peduli?

Biar saja orang lain yang peduli
Aku hanya hidup menumpang disini
Aku hanya satu disbanding berjuta milyar insani
Apa artinya aku peduli, jika orang-orang melarikan diri

Hei kau manusia muna!
Lihat sekelilingmu
Duniamu baru saja rusak
Tapi kau acuh tak acuh
Kau memang hidup sekali
Tapi tidak berarti riwayatmu hanya satu kali

Hei kau manusia muna!
Lihat sekelilingmu
Air meluap di ujung dunia
Membawa kenangan nuh lama
Suatu hari akan kau rasa

Maka itu bangkit!
Lawan dan hindari sakiti dunia
Kau tak rugi, itu namanya berkorban
Simpan dan tahan loyalmu
Kau tak kikir, itu namanya hemat
Sayang dan cintai lingkunganmu
Kau tak jahat, itu namanya mulai
Masa bodoh semua orang
Yang kau rasa adalah ‘Apa kata dunia?’


Topik : Cinta
Senja Dibalik Bayangnya


Mematung kuberdiri, melihatnya, memandangnya
Bahkan ketika itu waktu pertama kita berjumpa
Parasnya yang menawan
Memancar pesona sejuta safir
Memasung mataku si matanya

Tapi dia memilih menjauh
Memupus cinta dan harapanku
Meninggalkan aku yang terombang
Oleh rasa yang aku tak yakin

Aku tak tahu, aku bingung
Tiap tingkah dia yang tidak menentu
Garis takdir kita yang menyatu, dia tak percaya
Dia kubur, dia pendam habis cintanya
Baginya seabad kehidupan itu mudah
Dibanding cintanya sedetik padaku

Hatiku sudah jatuh, kalah melawan
Tertawan oleh senyumnya yang menawan
Terkurung oleh harumnya yang merindukan
Terikat oleh cinta yang terlarang

Ketika senja datang
Kau berbeda
Ketika malam membayang
Kau tak sama

Jadikan aku sepertinya
Bahagia aku mendapatkannya
Menapak hidup abadi selamanya

Topik: Krisis Moral
Wanita Kerudung Putih


Kau membuka mulutmu
Berharap jeritan memilukan akan terdengar
Sunyi
Tanpa satu pun desis suara
Tapi hatimu menjerit
Ketika tangan-tangan kotor itu menyentuk kulitmu
Tubuh yang kau balut rapat
Tertutup dalam kerudung suci
Tangan itu memaksa
Menarik, merobek, menghancurkan
Semua, semua yang kau pendam tersucikan

Kau bertanya,
Masih adakah Tuhan di sana?
Masih Tuhankah penerang hidupmu?
Masih adakah Tuhan menjagamu?
Kemana Tuhan ketika kau tersiksa?
Kemana Tuhan ketika orang-orang memfitnahmu?
Kemana Tuhan ketika orang-orang mengucilkan dirimu
atas dosa yang dilimpahkan kepadamu?

Noda
Hanya bukti bisu selain bisumu
Terkutuklah biadab itu
Yang bertopeng emas bertangan besi
Menodaimu si balik layar

Kau menjerit
Membuka paksa layar-layar itu
Berharap bau busuk akan terkuak
Tapi semua hidung tertutup
Tersumpal oleh wangi parfum memabukkan

Kau berdoa
Biarlah Tuhan mengujiku
Hanya Dia Yang Maha Tahu
Semua kalbu dan ceritaku

cal[V]na mengatakan...

Nama : Calvina Chandra
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 5

Puisi peduli lingkungan

Biarkan dunia tersenyum

Jika aku adalah matahari
Akan ku sinari semesta ini
Agar terlepas dari kegelapan yang meliputi

Jika aku adalah hujan
Akan kubasahi bumi ini
Agar terlepas dari polusi yang mematikan

Jika aku adalah bunga
Akan kuindahkan dunia ini
Agar terlepas dari kejahatan yang membelenggu

Akan tetapi,
Jika aku adalah aku.
Apa yang akan kulakukan?

Kan kukumpulkan teman-temanku
Tuk bangun dunia baru
Di mana canda tawa kan merayu

Beri dunia ini warna baru
Ketika hujan telah kembali menghijau
Dan sungai telah membiru



Puisi pendidikan

Terimakasih Guru

Kau seperti lilin yang menerangi
Memberi sinar dalam kegelapan yang menyelimuti
Agar aku jadi mengerti
Tanpamu belajar tiada arti
Tak mungkin pula aku ada di sini

Di saat ragu engkau lah pembantu
Memberi ilmu tanpa jemu
Tak kenal tenaga dan waktu
Jasamu itu kan kukenang selalu
Biarpun waktu sudah berlalu

Sesekali melangkah pasti lelah
Nasihatmu kan kuingat tuk hilangkan gundah
Agar diri ini menjadi lebih gagah
Aku pasti tak mungkin mengalah
Ilmu dan pengalaman diberi sudah
Setelah berusaha dan berdoa, smua reda

Wahai guruku yang kukasihi
Terima maaf dan ampun ini
Lantaran berbudi tak berbakti
Untuk satu perjuangan yang terjadi
Kami kan berusaha tuk berdikari

Terima kasih



Puisi cinta

Sahabat

Ingin kubangunkan kau sebuah gunung
Agar ketika hatimu berkecamuk
Kau dapat menyepi kesana mencari tentram
Ingin kutangkap dan kukotakkan sepuluh kupu
Agar kala sedih tiba
Kau dapat membuka kotak itu untuk memberimu riang

Ingin kugapai dan kuberi kau seratus pelangi
Agar di tengah badai mengamuk
Aku dapat bersamamu mengusir sedih
Ingin kupetik dan kuberi kau seribu mawar
Agar kala kemarau datang menyengat
Aku dapat bersamamu menebar senyum

Hatiku ruah dengan semangat membubung
Untuk menyentuh hatimu
Dan membuatnya girang
Dengan sejuta angan-angan
Aku berikan diriku
Agar kau dapat mengejar mimpi riang

Aku sadar sahabat, diriku terbatas
Aku sedang belajar
Menggapai pelangi
Menanam mawar
Mengejar kupui
Membangun gunung
Tapi sementara aku belajar melakukan semua itu
Mari kau pegang tanganku erat
Sandarkanlah dirimu di bahuku
Karena aku sahabatmu

Doraemon's Blog mengatakan...

Nama : Jesslyn Claresta
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 21

Ketetapan Hati Sang Serdadu

Kuambil senapanku, kuarahkan ke depan musuh dengan tatapan sang pemburu liar
Kuhilangkan segala noda di sepatuku
Seragam kebanggaanku telah menanti kedatanganku dengan gagahnya
Lencana yang hanya ada satu di muka bumi ini menatapku seolah berkata "Maju!!"

Kubusungkkan dadaku
Kulangkahkan kakiku dengan gagah berani
Langkahg awal yang menentukan harus kulakukan
Keluar dari pintu kecil istanaku
Langah semut kaki ini akan merubah segala kehidupanku

Kudengar isak tangis sang permaisuri membahana di dalam istanaku
Anak-anak yang masih kecil hanya dapat meratapi ibundanya dengan penuh tanya
Jika aku sang raja, tentu aku akan mendampingi sang permaisuri hingga akhir hayatnya
Semua itu tinggal kenangan
Kukecup keningnya
Kuseka air mata di pipinya dengan lembut
Kata perpisahan tak tertahankan lagi
Keluar bak air yang mengalir

Sang pangeran duduk
Melamunkan semua kondisi yang serba membingungkan
Kupeluk ia hangat
Kubelai halus rambutnya
Harapanku
Jika aku dapat melihat ia tumbuh besar
Kelak pasti ia akan menjadi pria gagah
Segagah ayahnya

Kuharap kelak aku dapat menjumpai mereka lagi
Kutinggalkan istanaku
Kata maaf kuucapkan tak terhitung banyaknya
Kejamkah aku?
Di tengah segala kericuhan ini, aku terus berjuang
Bertahan hidup
Menembak mati segala musuh negara tercintaku
Kehidupan layak bagi orang banyak harus tercapai
Maju, maju, dan maju
Kami harus menang
Kami pasti menang!

Doa Seorang Anak Durhaka

Detik demi detik, waktu terus berjalan
Waktu berjalan
Entah mengapa terasa seperti menunggu kura-kura di sisi lain lapangan
Ya Tuhan, ingin rasanya kupasrahkan semuanya kepada-Mu
Tetapi tak bisa
Entah mengapa aku tak kuasa menahan gejolak perasaan di dalam dada ini

Hujan deras membasahi tubuhku
Mengguyur tubuh lemah di tengah badai angin yang tak henti-hentinya
Tak terasa
Entah mengapa, semua itu tak terasa olehku
Halilintar yang menyambar bersahut-sahutan terasa seperti nyanyian indah di telingaku
Membuatku bertahan dan terus terjaga
Ingin rasanya aku berteriak
Mencaci maki diriku sendiri
Di tengah gelapnya malam, hanya kepada-Mu aku berpasrah

Kuhantamkan pintu rumah ke dinding tak bergerak sekeras kerasnya
Sekeras amarahku yang bergelora
Kata-kata caci maki yang tak pantas keluar dari mulutku bak air terjun yang jatuh membasahi bumi
Sungguh tak kusangka itu semua adalah salam terakhir dariku
Apakah Tuhan masih akan membukakan pintu maaf bagi anak durhaka sepertiku?

Aku menangis
Di tengah bisingnya malam di kotaku, aku meraung-raung
Kupacu mobil kebanggaanku dengan pikiran yang tak tentu
Semua terasa kosong dan sangat gelap
Semua kulalui dengan cepat
Tak ada yang kuperdulikan
Ingin rasanya kususul mereka
Mencium kaki ibu, memohon ampun atas segala perbuatanku
Memeluk hangat ayah, mengatakan bahwa aku minta maaf dan aku menyesal
Aku bahkan tak dapat mengingat kapan terakhir kali ayah memelukku dengan lembut

Tiba-tiba senyum hangato kedua orangtuaku terlintas di benakku
Kuingat belaian hangat ibuku
Semua terasa masih sangat baru dan masih membekas di hatiku
Aku tak sanggup lagi
Jika aku dapat memutar waktu
Ya Tuhan, izinkanlah hambamu ini memutar waktu
Biarkanlah anak yang durhaka ini yang menggantikan mereka di sisi-MU
Izinkan aku mengulang hari-hariku, Ya Tuhan
Kupejamkan mataku, kurasakan aku telah berada di depan pintu-Mu
Kuketuk perlahan dan kusampaikan pesanku
Maaf....

Selamatkan Teman-Teman Kita

Kulihat kelinci berlarian dengan riangnya
Tupai-tupai melompat dari satu dahan ke dahan lainnya
Rusa-rusa menyegarkan tenggorokan mereka di pinggir sungai
Padang rumput indah membentng luas dengan gagahnya
Ah, alangkah indahnya

Suara sungai yang mengalir deras terasa bak nyanyian selamat pagi
Angin berhembus sepoi-sepoi membelai dan memeluk sekujur tubuhku
Kicauan para merpati kecil membuat hatiku terasa sangat tentram
Ah, alangkah indahnya

KIni, bangunan tinggi menjulang di mana-mana
Rerumputan dilapisi oleh aspal tebal dan keras
Sungai dan parit terlihat bak saudara lain ibu
Di manakah alam yang damai dan indah tadi?

Burun-burung kecil temanku terpaksa beristirahat di sebuah kabel tipis
Rusa-rusa ttak tahu lagi harus tinggal di mana
Mereka mulai diburu secara liar
Seliar kelakuan manusia di kota besar
Sungguh teman-temanku yang malang

Pepohonan hijau lenyap dari hadapanku
Warna hijau yang dahulu menyala kini tergantikan dengan warna merah menyala
Warna api yang berkobar di mana-mana
Kini yang tertinggal hanya sehamparan luas tanah kosong yang siap diisi dengan bangunan-bangunan megah lainnya

Marilah kita bantu teman-teman kita
Mengembalikan tempat hidup mereka
Menanam pepohonan, menghijaukan kota kita
Hentikan perburuan liar dan pembakaran hutan sembarangan
Cintailah alam asri kita

JeJe =3 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mr_-tanamal-_ mengatakan...

Nama : Herry Tanamal
Kelas : XII IPA 1
No : 18


Puisi Peduli Lingkungan :

Kemurkaan Alam

Aku ini adalah korban dari ketamakan saudara-saudaramu
Aku telah kehilangan segala harta yang kumiliki
Keindahanku, kerindanganku, kehijauanku
Semuanya telah dirampas oleh saudaramu

Saudaramu itu memang tak tahu di untung
Diberi hati, mintanya jantung
Mereka telah merampas semua milikku
Tanpa membalas sedikit pun budi baikku

Telah sering aku menjerit
Menjerit kesakitan disiksa dan dibantai
Tapi tak seorang pun mendengar jeritanku
Mereka tak kan peduli akan diriku

Bukan hanya aku yang menderita
Teman hidupku pun ikut sengsara
Kehilangan rumah, tempat berkumpul keluarga
Kelaparan, kehilangan sumber makanan mereka

Kini aku sudah murka
Aku tak tahu lagi apa yang kan mereka lakukan
Kini biarlah hukum alam yang berbicara
Menghukum kerakusan dan ketamakan saudaramu itu



Puisi Keprihatinan Sosial :

Ungkapan Hati TKW

Disini aku duduk terdiam
Merindukan tawa lepas dari mulut ini
Disini aku menatap hampa
Termenung meratap masa depan

Sudah biasa aku dicacimaki
Layaknya tak punya harga diri
Sudah terbiasa pula 10 jari mendarat di pipi
Layaknya aku ini benda mati

Aku ini memang manusia berkasta rendah
Tapi aku bukan binatang jalang
Aku hanya ingin mencari sesuap nasi
Tapi mengapa seperti ingin dibuat mati ?

Hatiku telah penuh dengan luka
Bak dicabik dengan cambuk
Ragaku pun penuh cidera
Tak berbentuk, penuh lebam yang parah

Sebenarnya, apa salahku ini ?
Hingga penderitaan ini tak lepas membelenggu diri
Apakah ini cobaan, ataukah ini karma
Apapun itu sungguh ku tak sanggup lagi


Puisi Pendidikan :

Guru yang Telah Tiada

Engkau laksana air di padang pasir
Memberikan kelegaan dalam kehausan
Engkau laksana rembulan malam
Memberikan cahaya dalam kegelapan

Masih kuingat wajahmu
Tak kan kulupa senyumanmu
Senyuman kehangatan bagi jiwa ini
Memberikan kedamaian dalam hidup ini

Sungguh besar pengorbananmu
Kau rela mengabdikan hidupmu demi bangsamu
Kau rela meneteskan ribuan keringatmu demi muridmu
Memberikan semua yang menjadi modalmu

Jiwamu sungguh kaya
Kaya akan kasih dan cinta
Hatimu sungguh indah
Bak permata dalam cahaya

Tapi kini engkau telah tiada
Engakau telah pergi bersama-Nya di sana
Tapi guru tercintaku, tak kulupa jasamu
Kan kuukir pengabdianmu didalam hatiku

Na-Nie.. mengatakan...

Nama: Nanie Intan Pratiwi
Kelas: XII IPA 1
No. absen: 34

Puisi Peduli Lingkungan:

Hilangnya Hutanku

Asap membumbung hitam
Gelap merengkuh udara
Sesak tercium baunya
Memenuhi paru dalam jiwa

Gila...
Mana hutanku kini
Mana hijaunya bumi
Mana burung-burung yang bernyanyi

Semua musnah
Hilang oleh amarah
Memanas, marah membakar
Apapun yang didekatnya

Seenaknya mereka berbuah
Membakar dan membumihanguskan
Menghilangkan hijaunya
Meniadakan lembut nyanyiannya

Hai para penguasa
Sadarkah kau merusak bumi
Sadarkah kau menghancurkan dunia
Membunuh generasimu

Bumi butuh hijau
Birunya langit yang membuai
Butuh udara yang mengisi paru
Membuat jiwa yang melega


Puisi Keprihatinan:

Mana Keadilan Itu

Aku duduk diam
Membisu dalam sedih
Melirih dalam sendu
Tangis yang mengiris

Di sana ada anak yang mengais
Mencari plastik-plastik bekas dalam tong sampah
Bau dan penuh kotoran
Mengumpulkan untuk ditukar dengan kehidupan

Di sana ada yang terbahak
Menumpuk dan mengoleksi pundi-pundi kekayaan
Mencuri dan merampas
Dengan korupsi dan manipulasi

Aku duduk diam membisu
Tanpa dapat berkata
Tanpa dapat berbuat
Hanya tanya dalam dada
Mana keadilan itu


Puisi Budaya:

Penari

Gemerincing gelang berbunyi
Lentik jari yang meruncing
Melenggak lenggok goyang yang gemulai
Mengikuti tabuhan genderang yang berderai

Wajah-wajah cantik penari
Berbaju merah berselendang hijau
Ramai berputar bergandeng tangan
Tampak serasi dan indah dipandang

Semua bertepuk dan ikut bersama
Membaur dalam gembira budaya bangsa
Tanpa melihat siapa Anda
Yang ada hanya kebanggaan
Bangga karena aku anak Indonesia

Wajah-wajah cantik penari
Berbaju merah berselendang hijau
Alangkah elok lenggak-lenggokmu
Mengikuti tabuhan genderang yang berderai

velvet_ching mengatakan...

Nama : Suryana
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 38

Puisi bertema patriotisme :

Pemerdeka Tanah Air

Wahai Tanah airku yang tercinta
Sudah berapa lamanya kau dijajah oleh bangsa asing
Menyengsarakan jutaan rakyatmu
Rakyatmu yang tak berdosa itu

Wahai Tanah airku yang terkasih
Kini engkau telah bebas
Berkat para pahlawan yang telah berjuang keras
Yang telah berjuang dengan gigihnya

Engkau berjuang dengan tulus
Tanpa mengutamakan kepentingan materiil
Apakah yang utama bagimu
Yakni kepentingan bangsamu

Jiwamu yang begitu patriot
Membela tanah air dengan segenap tenaga
Semangatmu yang berkobar
Berjuang demi tanah air tercinta

Begitu besar pengorbananmu bagi ibu pertiwi
Tanah air beta
Rela mati demi kemerdekaan negara
Tanpa mengharap imbalan apa pun

Selalu siap menghadapi kesulitan apapun
Berjuang sampai titik darah penghabisan
Hanya satu yang engkau impikan
Negara yang bebas dan merdeka

Sejak kecil hingga dewasa
Aku mendengarkan dan membaca cerita perjuanganmu
Aku begitu kagum
Aku begitu terharu

Kuingin agar seluruh rakyat terus mengingatmu
Meneruskan perjuanganmu yang gigih
Meneruskan semangatmu yang berkobar
Meneruskan jiwamu yang begitu patriot dan cinta tanah air



Puisi bertema ekonomi :

Kebusukan akibat uang

Dimanapun kulihat di sekitarku
Penuh sesak orang-orang yang gila akan kekayaan
Begitu hausnya akan uang

Tak pernah lah ia merasa puas
Akan harta benda miliknya sendiri
Selalu mencari dan mencari
Kesempatan dalam kesempitan
Kesempatan dimana ia bisa
Mendapatkan keuntungan diatas kerugian seseorang

Telah sering kulihat dan kudengar
Tentang orang-orang yang tamak itu
Baik wajah-wajah yang sering kulihat di televisi
Ataupun yang tampak di halaman koran

Mereka yang telah berkecukupan itu
Mereka yang telah berlebihan itu
Dengan tamaknya terus meraup uang

Tidakkah kalian merasa kasihan??
Tidakkah kalian merasa bersalah??
Tidakkah kalian merasa berdosa??
Atas segala tindak tanduk yang licik itu
Merugikan begitu banyak orang
Orang-orang yang berkekurangan
Orang-orang yang membutuhkan

Tiadakah di dunia ini yang bisa menghakimi mereka??
Orang-orang yang licik itu
Orang-orang yang tamak itu

Melihat tindak tanduk mereka
Aku hanya bisa duduk berpangku tangan
Sambil memendam rasa kesal di lubuk hati
Dan terus berharap
Seseorang berani berdiri di bawah cahaya
Menunjuk orang-orang itu




Puisi bertema sosial :

Dunia Luar

Ketika kulihat di sekelilingku
Dalam dunia yang luas
Baru lah aku tersadar
betapa berbahagianya diriku
betapa berkecukupannya diriku
betapa tersayangnya diriku

melihat di dunia yang luas ini
di pinggir jalan
orang-orang yang seumuran diriku
mencari nafkah dengan begitu sulitnya
ketika aku
duduk bersantai di dalam mobil

melihat di dunia yang luas ini
di pinggir jalan
orang-orang yang seumuran diriku
mencari makan dengan begitu sulitnya
ketika aku
duduk bersantai di dalam restoran

aku merasa iba
melihat mereka hidup dalam kesengsaraan
aku merasa sedih
melihat mereka hidup dalam berkekurangan
aku merasa beruntung
melihat bahwa diriku hidup tanpa berkekurangan

tiadakah yang bisa kulakukan selain menyumbang
untuk mereka yang begitu berkekurangan
begitu banyak jumlahnya mereka yang berkekurangan di luar sana
sedangkan aku tak bisa berbuat apa-apa
hanya duduk bersantai
menikmati karunia yang diberikan oleh Tuhan, dan oleh ayah-ibuku

Malvin mengatakan...

Nama Malvin Hariyanto
Kelas XIIPI
No. 28


Hancurnya Dunia

Pepohonan hijau pembawa angina segar
Rapi tertanam di seluruh dunia

Pemandangan menentramkan hati
Memberi perlindungan bagi satwa
Memberi makanan bagi dunia

Satwa liar berkeliaran
Melompat dari pohon ke pohon
Semuanya tampak indah dan harmonis

Tapi kini
Semua hilang
Semua habis

Tanaman ditebang
Kayunya diambil

Satwa dibunuh
Kulitnya diambil

Demi kepentingan manusa semata
Manusia-manusia egois
Mementingkan diri sendiri

Sungguh menyedihkan
Dunia yang akan hancur ini



Kesedihan Rakyat

Aku melihat...
Anak kecil mengamen,
Orang tua mengemis,
pemuda mengais sampah,
pencuri, perampok, penipu.

Kenapa?
Kenapa ini terjadi?

Indonesiaku penuh dengan kekayaan,
tetapi kenapa banyak rakyat miskin?
Apa yang salah?

Para penguasa hidup senang,
makan kenyang,
tidur nyenyak.

Uang rakyat mereka ambil
Tak sedikitpun terlintas di benak mereka
Nasib rakyat jelata
Mengais sampah demi sesuap nasi.

Sungguh memprihatinkan,
Menusuk hati,
Membuatku ingin menangis.

Ingin kutolong mereka,
Tapi, apa daya.
Ku tak dapat berbuat apa apa
Ku hanya terdiam, terpaku
Menangis melihat mereka



Nasib Rakyat Miskin

Indonesia
Negara kaya akan sumber daya alam
Tanah yang subur
Laut penuh dengan ikan
Tambang-tambang tersebar di seluruh negri
Minyak bumi berlimpah

Anehnya...
Rakyat hidup sengsara
Menangis, memohon-mohon
Dan marah

Mereka hidup tak layak
Makan seadanya
Gizi tak mencukupi
Penyakitan
Hidup mereka susah
Lingkungan kumuh di mana-mana

Naiknya harga bahan pangan
Membuat rakyat menjerit
Harga sembako tak terkendali
Yang miskin, semakin miskin

Ada yang pergi merantau
Merantau ke negri lain demi mencari uang
Menjadi pembantu
Tetapi
Disiksa, dibunuh, diperlakukan bagai binatang

Sungguh menyedihkan

Fanny mengatakan...

Nama: Felicia Fanny
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 10

PUISI Cinta:

Ibu Tercinta

Terkadang kau membuatku kesal
Dengan nasehat-nasehatmu
Dengan amarahmu
Aku kesal, benci, marah

Kau tak pernah membiarkanku bebas
Melarangku melakukan ini dan itu
Menasehatiku lagi saat berbuat salah
Memarahiku saat tidak patuh

Aku sangat kesal, benci, marah
Aku bahkan mengejekmu
Membantahmu saat kesal
Mencela saat kau memarahiku

Aku seharusnya tahu
Kau melakukannya untuk melindungiku
Kau marah karena saying padaku
Menasehatiku karena kau peduli padaku

Tapi apa balasanku
Aku melukaimu dengan celaanku
Aku menyakitimu dengan tindakanku
Aku menyiksamu dengan ketidakpatuhanku

Aku minta maaf
Engkau adalah ibu terbaik
Seandainya aku menyadarinya
Aku sangat menyesal

Maafkan aku anakmu
Maafkan aku atas tindakkanku
Maafkan aku atas perkataanku
Doakan aku agar menjadi anak yang baik


PUISI Pendidikan:

Siswa Belajar

Belajar, belajar, belajar
Inilah kewajiban semua siswa
Siswa harus belajar
Belajar giat hasil baik

Berhitung, bahasa, menghafal
Inilah yang harus dikuasai
Siswa harus menguasai pelajaran
Cepat dikuasai cepat pintar

Tugas, ulangan, PR
Inilah yang harus dikerjakan
Siswa harus menyelesaikannya
Cepat kerja nilai baik

Lelah, bosan, kesal
Inilah yang harus dilalui
Siswa harus menjalaninya
Semua beban harus ditanggung

Akupun berpikir
Untuk apa kulakukan ini?
Apa Manfaatnya?
Hanya kesal, lelah, bosan yang kudapat

Lalu kupikirkan lagi
Bagaimana masa depanku nanti?
Pengorbanan orang tuaku
Pengorbanan guruku

Aku sadar aku tak boleh mundur
Aku harus terus maju
Tak ada kata lelah, kesal dan bosan
Aku harus belajar

MY_Pandora mengatakan...

Nama : Mirayunitha Pandora
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 33

Puisi Romantika
Psikopat Cinta

Cantik engkau, manisku....
Seperti bunga mawar merah merekah di antara duri-duri yang tajam
Demikianlah engkau manis di antara gadis-gadis lainnya

Betapa cantik...
Betapa jelita engkau...
Hai yang tercinta di antara segala yang disenangi

Taruhlah aku seperti materai pada hatimu...
Seperti materai pada lenganmu...
Karena cintaku kuat seperti maut
Kegigihanku sekeras baja
Hatiku menyala-nyala
Bukan nyala biasa
Nyala api membara
Air yang banyak tak dapat memadamkannya
Sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya

Saatku memiliki engkau, maka akan ada kata masa depan bagiku
Harapanku tidak akan surut.....
Memilikimu, membuatku menjadi orang terkaya sejagat raya....
Tak ada kesusahan menimpaku....
Tak ada kegelisahan dalam hidupku....

Tapi....
Hatiku punah, remuk, hancur, musnah
Kemolekanmu adalah bohong
Kecantikanmu sia-sia
Semua mimpi buruk, lebih buruk dari kematian

Baru kusadari engkau hanyalah perempuan jalang yang menarikku terus....
Lebih dalam ke suatu lobang dalam, sangat dalam....
Meninggalkan, mencampakkan, dan membuangku
Engkau tak bedanya dengan mawar yang menipu....
Dengan duri kau menikamku, lambat, lambat, tepat di jatungku yang berdetak
Air mataku bercucuran siang dan malam tapi engkau tidak mengindahkannya
Napasku berhenti ketika engkau meninggalkanku tanpa sebab....
Kau tumpahkan tinta pada lembar sejarah yang baru hendak kubingkai
Semua hitam, kelam, gelap, tak ada cahaya
Anehnya engkau tak tersentuh sedikit pun
Tak bereaksi....
Tetap menebar pesona pada korbanmu yang lain....
Tetap menjajalkan senyum manis tanpa dosa....
Janganlah menginginkan kecatikkannya dalam hatimu
Janganlah terpikat oleh bulu matanya

Engkau psikopat cinta!
Bibirmu menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutmu lebih licin dari pada minyak
Pandai menutupi kebusukkanmu
Tapi akhirnya ku tahu
Engkau pahit bagai empedu
Engkau tajam seperti pedang bermata dua
Manusuk tanpa alasan....
Tanpa sebab....
Hanya sakit padaku engkau tinggalkan
Sakit yang menggerogotiku sampai akhir hayat....
Sampai maut memanggilku....

Puisi Pendidikan
Mencari Hikmat Paling Berharga

Bukankah hikmat berseru-seru dan kepandaian memperdengarkan suaranya?
Dimana?

Di atas tempat-tempat yang tinggi di tepi jalan....
Di persimpangan jalan-jalan....
Di sanalah ia berdiri

Di samping pintu-pintu gerbang....
Di depan kota....
Pada jalan masuk, ia berseru dengan nyaring

Hai orang yang tak berpengalaman, tuntutlah kecerdasan
Hai orang bebal, mengertilah dalam hatimu
Dengarlah karena akan dikatakan perkara-perkara yang dalam
Dengarlah karena akan ada bibir terbuka tentang perkara-perkara yang tepat
Karena lidahnya mengatakan kebenaran dan kebohongan adalah kekejian bagi bibirnya
Segala perkataannya adalah adil, tidak berbelat-belit, tidak serong

Terimalah didikannya lebih dari pada perak
Terimalah pengetahuannya lebih dari pada emas pilihan
Karena hikmat lebih berharga dari pada permata....
Apapun yang diinginkan orang.....
Tidak dapat menyamainya....

Padanya ada nasihat dan pertimbangan
Dialah pengertian, padanyalah kekuatan
Kekayaan dan kehormatan ada padanya, juga harta yang tetap dan keadilan

Hikmat telah mendirikan rumahnya....
Menegakkan ketujuh tiangnya....
Menyediakan hidangannya....
Pelayan-pelayannya telah berseru,
”Siapa yang tak berpengalaman singgahlah kemari...”
”Siapa yang tak berakal budi makanlah rotinya...”
Karena ia akan menjadi sandaranmu dan akan menghindarkan kakimu dari jerat...

Puisi Religiusitas
Antara Aku dan Tuhan

Kepada-Mu.....
Ya Tuhan....
Gunung batuku, aku berseru....

Janganlah berdiam diri terhadap aku
Aku menjadi seorang yang turun dalam liang kubur....
Gelap, sunyi, tanpa seorangpun di sisiku....

Dengarkanlah suara permohonanku
Apabila aku berteriak pada-Mu....
Meminta pertolongan dan pernyetaan-Mu....
Apabila aku mengangkat tanganku....
Ke arah tempat-Mu yang maha kudus....

Janganlah menyeretku bersama-sama dengan orang munafik
Bersama-sama dengan orang yang melakukan kejahatan
Bersama-sama dengan orang yang ramah dengan teman-temannya, tetapi....
Yang hatinya penuh kejahatan...

Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka
Menurut kelakuan mereka yang jahat...
Ganjarilah mereka setimpal dengan perbuatan tangan mereka
Balaslah kepada mereka apa yang telah mereka lakukan
Karena mereka tidak mengindahkan-Mu

Terpujilah Tuhan karena Ia telah mendengar suara permohonanku
Tuhan adalah kekkuatanku dan perisaiku
Kepada-Nya hatiku percaya dan bersandar

Ia peduli....
Sebab itu aku beria-ria dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya
Ingin kuserahkan hidupku dalam kuasa penyertaan-Mu
Ambilah dan pakai hidupku menjadi alat pernyataan tangan kasih-Mu
Sebab aku bukanlah lagi hamba bagi-Mu
Dengan kasih-Mu aku telah menjadi anak-Mu
Menjadi bola mata-Mu yang berharga....
Terpujilah nama-Mu....
Sesungguhnya aku percaya pada-Mu...

Yi@zmat mengatakan...

Nama : Rifan Agustian
No : 37
Kelas : XII IPA 1

Puisi Krisis sosial:
Moral yang pudar

Dahulu kala, semua masih normal-normal saja
Setiap anak patuh pada orang tuanya
Murid-murid menghormati gurunya
Sangat harmonis dan sejuk perasaan semuanya

Namun, kini semua berbeda
Tidak lagi cermin sama dari dulu
Melainkan suatu noda yang amat tidak tertolong lagi
Mungkin zaman sudah berbeda
Tapi, apakah yang tidak baik harus muncul?

Banyak anak-anak yang membantah orang tuanya
Hormat pada guru sudah menjadi permainan
Mereka terlihat menghormati, namun pada hakikatnya
Itu semua hanya kepalsuan

Apa yang sebenarnya terjadi?
Pengaruh apa yang membuat itu?
Semua saling menuduh, saling menyalahkan
Tunjuk sana tunjuk sini
Tidak sadar kesalahannya sendiri

Moral sudah pudar
Dan itu katanya salah orang luar sana
Pengaruh budaya luar, itu yang orang-orang katakana
Tetapi di luar negri, moral tetap ada tuh
Jadi hal itu mungkin tidak benar

Ya, jadi semua itu mungkin salah kita sendiri
Harusnya pengaruh luar bias dipilah-pilah
Ambil baiknya, buang buruknya
Sehingga moral bangsa ini
Tidak pudar dimakan waktu yang berjalan cepat

Puisi cinta

Cinta Yang Lain

Mencintai orang lain
Itu mungkin suatu hal yang sudah biasa
Semua orang pasti sering mengalaminya
Cinta pada orang tua, saudara, kakek, nenek

Namun, sepertinya yang satu ini berbeda
Cinta ini tentang seseorang yang special
Dia bukanlah bagian keluargaku
Tapi dia berarti seperti keluargaku

Dia bukan sesuatu yang mahal harganya
Kalo yang itu sudah sesuatu yang lain
Itu hanya cinta harta, tidak semurni cinta ini
Cinta tentang dia yang special

Aku bingung, bingung bagai tersesat di hutan gelap
Yang dia lakukan seperti pertunjukan yang amat menarik
Senyumnya bagai lukisan pemandangan yang tak tertandingi
Tak tertandingi oleh apapun, kapanpun, dimanapun

Apapun yang kulakukan, dimanapun aku berada
Selalu teringat pada satu sosok
Sosoknya selalu lewat, dengan setia memberikan kebahagiaan
Sosok itu adalah dia, dia sang cinta yang lain.

Puisi Alam
Keindahan yang tercoreng
Alam yang amat indah, tak tertandingi oleh apapun
Betapa mempesonanya dirimu bagai cahaya pelangi
Engkau adalah anugrah, anugrah terbaik
Anugrah yang tidak akan tergantikan oleh apapun
Hingga kapanpun waktu telah berlari dan berpetualang

Meskipun Engkau adalah anugrah
Tapi aku heran, kami sering merusakmu
Kami memang amat bodoh sebagai manusia
Yang konon makhluk tertinggi derajatnya di bumi ini
Kami merusakmu, membuat semuanya tercoret
Kami tidak menghargaimu

Tinta perusak mulai menjalar dari pena kami
Pohon-pohon hijau mulai hilang ditelan gelapnya
Menjadi ladang gundul, gundul dari anugrah
Sungai-sungai juga mulai tertutupi
Tertutupi oleh tinta hitam, tinta hitam limbah

Mungkin kami sudah merusakmu, tak tertolong lagi
Tapi, kami akan, bahkan harus berusaha
Berusaha hapuskan lagi noda yang menelanmu
Berusaha berikan lagi hijaumu yang ternilai
Untukmu, untuk masa depan kami kelak

MY_Pandora mengatakan...

Nama : Juvita
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 24

Puisi Romantika Remaja
Penantian: Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan

Yang aku tahu, otakku senantiasa menstimulasiku untuk menunggunya
Ya, menunggu…
Menunggu bangku di salah satu barisan kelas itu tidak sedih ditinggal penghuninya
Menunggu dirinya ‘tuk melafalkan sepotong klausa padaku
Menunggu namanya terukir di inbox handphoneku setiap waktu
Menunggu senyuman dan tawanya...
Meski aku mengerti, hal itu bukan untuk diriku seorang

Mereka bilang aku bodoh
Hanya menari dalam pelita redup dan bayangan semunya
Yang selalu bernapas dalam lentera hati dan anganku
Untuk menemani sisi getir dalam hari-hariku
Entah mengapa, keberanian dan kejujuran tidak menyambut jabat tanganku

Demi dia...
Aku mencoba berusaha keras
Memahami dirinya
Menyukai kegemarannya
Bahkan berkorban baginya
Namun kenapa semuanya berbuah puing-puing derita, bertangkai air mata, dan berdaun kekecewaan?

Padahal, selama ini ada seseorang yang menanti diriku
Meski ia mengerti, aku terkungkung dalam penjara penyesalanku
Meski ia tahu, aku sering membuatnya kecewa
Meski ia hapal, betapa sering aku menyakitinya
Pun di saat terakhir aku menjauh dan meninggalkannya, ia tetap setia dalam penantiannya yang tak berujung

Ketika sayapku patah, ia tulus mengulurkan tangannya dan memapahku
Ia selalu berusaha menyeka kepedihanku dengan sapu tangan kelembutannya
Menerbitkan sukacita dan senyuman dalam langkahku
Sejak dulu, saat ini, dan mungkin selamanya...

Bintang di langit, akhirnya aku mengerti
Kadangkala orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita
Dan dia, yang membawa kita ke pelukannya dan menangis bersamanya
..... adalah cinta yang tidak kita sadari

Puisi Sosial (Persahabatan)
Pesan Terakhir Buat Seorang Sahabat

Persahabatan...
Atas namanya, kita awali bersama
Menyongsong sumringah matahariku dalam birunya ombak lautmu
Berlari kecil dalam taman surgawi
Sambil merangkai zamrud kepercayaan dan kemilau safir kejujuran
Pun mengucap sejuta asa dan cita dengan polosnya

Pernah pula kita menyusuri terowongan gelap berpekat keegoisan
Hingga bersaing mencari peniti di dasar palung berkaram semu
Demi busungkan dada, tengadahkan kepala
Bahkan bersama lewati cucuran pilu hati berpayungkan kelabu
Dan pupuskan cerahnya pelangi dalam jiwa lemah kita
Di lain waktu, engkau tetap duduk manis di sampingku dalam detik waktu yang terus melaju dan antre menunggu
Meski aku dapat meraba senyum kecut telah tersungging dalam hati kecilmu

Namun, canda tawa dalam pelukan angin selalu menyoroti panggung kita
Melepuhkan lembar kebencian yang tersimpan dalam skenario hidupku
Meski tak kupungkiri, pintu dendam pernah kudatangi atas sikapmu
Sadarkah kau, sahabat?
Engkau menjadi batu langka bagiku
Batu langka yang kokoh, hingga aku dapat menghampirimu saat hujan menerpa

Hari kita bertemu akan selalu terbaca dalam hati
Kuingin persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu
Karena sesungguhnya, kita ini hanya sejauh pikiran

Sahabat...
Suatu waktu jika memang terjadi, dan esok aku tidak bersamamu lagi
Ketahuilah...
Aku hanya berharap ketika dirimu mendengar namaku, kamu tersenyum dan bilang,
”Dia sahabat aku...”
Dan, kenangan paling indah yang kubawa pergi adalah
...”Aku pernah mengenalmu”...









Puisi Pendidikan
Kamu, Orang Tuamu, dan Aku

Di balik fisikmu yang gagah perkasa
Terekam berbagai kenangan yang takkan tergantikan
Kenangan lucu saat aku memulai perkenalan denganmu dengan bantuan masa orientasi
Kenangan indah saat aku menjalin persaudaraan dengan teman-teman sekelasku
Kenangan pahit saat aku dan teman-temanku dijemur orang tuamu, para guruku
Kenangan manis saat aku merajut kasih dengannya, pujaan hatiku
Kenangan sedih saat aku terpaksa kehilangan orang tuamu, satu per satu

Berjuta kata telah terlontar tanpa gentar dari mulut orang tuamu
Ada yang pantas mengajar, ada pula yang menyiksa kami para pelajar
Suara orang tuamulah yang membuat kami mengecap setetes embun penuh wawasan
Namun satu yang tidak terlupakan: pr, pr, pr,pr, pr, pr, pr, pr, dan pr!

Kadang aliran darah ke otakku tersendat dengan paradigma orang tuamu
Mereka mengenakan dasi bermotif visi-standar kompetensi-target yang mencekik leherku tanpa berusaha menjelaskan apa itu dasi
Hingga aku tak berdaya, tinggal seonggok jasad tanpa kesadaran
Bahkan aku terkadang merasa takjub, darimana datanganya bongkahan energi bertronton-tronton
Hanya ’tuk penuhi semua kemauan dan ketulusan hati kalian dalam menganugerahkan tugas
Satu pintaku, agar kolom nilai senantiasa terisi oleh orang tuamu
Tepat di absen dua puluh empat

Semuanya terus bergulir, seperti siklus terbentuknya hujan di geografi yang tak kunjung usai
Dan, akhirnya tiba saatnya bagiku untuk pamit padamu, sekolah!
Semoga asa dan cita tak sebatas angan di kalbu
Namun senantiasa mengalun lembut, getarkan ingatanku
Hingga mampu menuntunku tuk menatokan grafiti bercat emas pada sisi tubuhmu
Dan menggapai bintang terjauh di langit
Tuk persembahkan padamu, sekolah...

Ncent mengatakan...

Nama : Vincentia A. S. Gozali
Kelas : XII IPA 1
No. Absen : 40

puisi Cinta

Cinta

Sesuatu yang begitu indah
Tak dapat diungkapkan dengan kata- kata
Cinta itu datang…
Cinta itu pergi…
Ia datang tanpa diundang

Betapa indah rasanya jatuh cinta
Tak pernah ada rasa yang mampu mengalahkan cinta
Cinta mampu mengalahkan segalanya
Tak ada yang mampu menghalangi kedatangannya

Cinta datang begitu saja
Tak ada yang tahu kapan ia datang
Cinta bisa datang kapan saja,
dimana saja dan dengan berbagai macam cara

Cinta membuat orang mabuk kepayang
Hanya ada seorang dihati ini
Takkan ada cinta yang lain
Cinta ini hanya untukmu

Kau kembali membuka hatiku yang
selama ini telah tertutup
Tak pernah aku temukan orang seperti dirimu
Yang membuat hidupku begitu indah seperti ini
Kuharap, kita akan selalu bersama
hingga tiba akhir masa menjemput kita.

Puisi Patriotisme

Semangat Berjuang

Kau begitu mulia
Tak pantang mundur membela Negara ini
Demi satu tujuan
Merdeka!

Berikanlah semangatmu pada generasi muda saat ini
Semangat membela tanah air yang tercinta ini
Semangat yang membara
Semangat yang kuat untuk terus maju
membela negara tanpa pantang mundur

Bangkitlah!
Bangkitlah generasi muda!
Bangkitkan semangatmu demi Negara ini
Agar jangan sampai Negara ini makin terpuruk
Karena hanya generasi mudalah yang mampu
membangun Negara ini kembali agar menjadi kuat
Tidak mudah dihancurkan oleh apapun

Pahlawanku..
Salurkan semangat juangmu pada kami semua
Generasi- generasi penerus bangsa yang
akan meneruskan perjuanganmu demi
kemerdekaan yang kita inginkan
Kemerdekaan seutuhnya bagi seluruh rakyat.

Puisi Krisis Moral

Tindakan Amoral

Pemerasan…
Penyiksaan…
Pembunuhan..
Masih banyak hal lain lagi yang terjadi
didunia saat ini
Banyak kekerasan yang dilakukan
orang-orang yang tak bermoral
kekejaman terjadi dimana- mana

Banyak orang yang mengalami krisis moral saat ini
Orang sudah tidak mengenal belaskasih lagi
Sampai hal yang paling kejam terjadi
Menghilangkan nyawa orang!

Entah apa yang terjadi sekarang..
Orang – orang didunia betul- betul
mengalami krisis moral yang seharusnya tidak terjadi
Menyebabkan orang lain yang tidak bersalah menjadi korbannya

Pemerasan..
Orang yang sudah kalap akan melakukan apa saja!
Tidak berhasil dengan pemerasan, mungkin akan
terjadi pembunuhan
Betapa sulit menjalani hidup sekarang
Yang semua orang sudah mengalami krisis moral.

Rea mengatakan...

Nama : Kiki Sumanti
Kelas: XII IPA 1
No absen : 26

Tema : Religius
Judul : Jalan Tobat

Duniaku hitam
tanpa ada sedikit warna
Duniaku gelap
tanpa ada titik terang

Pintu telah tertutup
Jendela telah terkunci
Akupun terkurung
Terkurung dalam ruang

Ruang yang gelap
Ruang ygan dingin
Ruang tanap udara
Tanpa adanya oksigen

Aku takut akan hal ini
Apakah ini akibat dari dosaku?
Adakah jalan keluar untukku?
Akupun menangis teraung-aung

Aku ingin menghirup udara segar
Aku ingin menikmati indahnya dunia
Adakah yang dapat menolongku?
Adakah yang busa menyelamatkanku dari derita ini?

Tidak!
Hanya aku sendiri yang bis
Tiada lain yang mampu
Inilah tanggunganku

Aku akan berusaha mencari kuncinya
Kunci untuk keluar dari ruangan itu
Kunci kebebesan
dan kunci kebahagiaan



Tema : Pendidikan
Judul : Guruku
Matamu bersinar
Bagaiakan matahari dipagi hari
Membuat hatiku tenang
Memberikan aku harapan

Senyummu sungguh indah
Bagaikan hujan dimusim panas
Memberi kesejukan
Menyelamatkan jiwa

Suaramu begitu merdu
Bagaikan angin diruang kosong
Begitu menenangkan
Menyebuhkan luka

Tapi kini engkau telah tiada
Engkau pergi nun jauh disana
Tempat ygn tidak terjangkau olehku
Bahkan orang lain

Engkau pergi
Memberi luka sesaat
Luka yang hilang dengan berjalannya waktu
Luka yang akan sembuh sesaat

Tapi Engkau meninggalkan kenangan
Kenangan yang indah
Kenangan bahfai
Dan kenangan tak terlupakan

Selamat jalan guruku
Puisi ini kupersembahkan
Hanya untukmu
Dari hatiku yang terdalam



Tema : Cinta
Judul : Pentingnya dirimu

Hidupku bagaikan kertas
Ada hitam
Dan ada putih
Tanpa memiliki banyak warna

Tapi kau dating
Memberiku semangat
Memberiku lembaran baru
Memberiku kebahagiaan

Kau membawa warna
Breaneka ragam warna
Warna yang sangat cerah
Warna yang begitu indah

Indahnya bagaikan pelangi
Pelangi yang menghibur
Pelangi penenang
Dan pelangi kebahagiaan

Aku adalah kertas putih
Dan kaulah pensil warna
Aku tidak bernilai
Bila itu tanpa dirimu

Aku hanyalah bermakna
Jika kau disisiku
Disampingku
Menemani hari-hariku

Tanpamu
Aku hanya tersisa raga
Jiwaku hilang
Akupun tak berarti

Anonim mengatakan...

Nama : Juvita

Kelas : XII IPA 1

No. Absen : 24



Puisi Romantika Remaja

Penantian: Saat Harapan Tak Seindah Kenyataan



Yang aku tahu, otakku senantiasa menstimulasiku untuk menunggunya

Ya, menunggu…

Menunggu bangku di salah satu barisan kelas itu tidak sedih ditinggal penghuninya

Menunggu dirinya ‘tuk melafalkan sepotong klausa padaku

Menunggu namanya terukir di inbox handphoneku setiap waktu

Menunggu senyuman dan tawanya...

Meski aku mengerti, hal itu bukan untuk diriku seorang



Mereka bilang aku bodoh

Hanya menari dalam pelita redup dan bayangan semunya

Yang selalu bernapas dalam lentera hati dan anganku

Untuk menemani sisi getir dalam hari-hariku

Entah mengapa, keberanian dan kejujuran tidak menyambut jabat tanganku



Demi dia...

Aku mencoba berusaha keras

Memahami dirinya

Menyukai kegemarannya

Bahkan berkorban baginya

Namun kenapa semuanya berbuah puing-puing derita, bertangkai air mata, dan berdaun kekecewaan?



Padahal, selama ini ada seseorang yang menanti diriku

Meski ia mengerti, aku terkungkung dalam penjara penyesalanku

Meski ia tahu, aku sering membuatnya kecewa

Meski ia hapal, betapa sering aku menyakitinya

Pun di saat terakhir aku menjauh dan meninggalkannya, ia tetap setia dalam penantiannya yang tak berujung



Ketika sayapku patah, ia tulus mengulurkan tangannya dan memapahku

Ia selalu berusaha menyeka kepedihanku dengan sapu tangan kelembutannya

Menerbitkan sukacita dan senyuman dalam langkahku

Sejak dulu, saat ini, dan mungkin selamanya...



Bintang di langit, akhirnya aku mengerti

Kadangkala orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti hati kita

Dan dia, yang membawa kita ke pelukannya dan menangis bersamanya

..... adalah cinta yang tidak kita sadari



Puisi Sosial (Persahabatan)

Pesan Terakhir Buat Seorang Sahabat



Persahabatan...

Atas namanya, kita awali bersama

Menyongsong sumringah matahariku dalam birunya ombak lautmu

Berlari kecil dalam taman surgawi

Sambil merangkai zamrud kepercayaan dan kemilau safir kejujuran

Pun mengucap sejuta asa dan cita dengan polosnya



Pernah pula kita menyusuri terowongan gelap berpekat keegoisan

Hingga bersaing mencari peniti di dasar palung berkaram semu

Demi busungkan dada, tengadahkan kepala

Bahkan bersama lewati cucuran pilu hati berpayungkan kelabu

Dan pupuskan cerahnya pelangi dalam jiwa lemah kita

Di lain waktu, engkau tetap duduk manis di sampingku dalam detik waktu yang terus melaju dan antre menunggu

Meski aku dapat meraba senyum kecut telah tersungging dalam hati kecilmu



Namun, canda tawa dalam pelukan angin selalu menyoroti panggung kita

Melepuhkan lembar kebencian yang tersimpan dalam skenario hidupku

Meski tak kupungkiri, pintu dendam pernah kudatangi atas sikapmu

Sadarkah kau, sahabat?

Engkau menjadi batu langka bagiku

Batu langka yang kokoh, hingga aku dapat menghampirimu saat hujan menerpa



Hari kita bertemu akan selalu terbaca dalam hati

Kuingin persahabatan ini tak lekang oleh jarak dan waktu

Karena sesungguhnya, kita ini hanya sejauh pikiran



Sahabat...

Suatu waktu jika memang terjadi, dan esok aku tidak bersamamu lagi

Ketahuilah...

Aku hanya berharap ketika dirimu mendengar namaku, kamu tersenyum dan bilang,

”Dia sahabat aku...”

Dan, kenangan paling indah yang kubawa pergi adalah

...”Aku pernah mengenalmu”...



















Puisi Pendidikan

Kamu, Orang Tuamu, dan Aku



Di balik fisikmu yang gagah perkasa

Terekam berbagai kenangan yang takkan tergantikan

Kenangan lucu saat aku memulai perkenalan denganmu dengan bantuan masa orientasi

Kenangan indah saat aku menjalin persaudaraan dengan teman-teman sekelasku

Kenangan pahit saat aku dan teman-temanku dijemur orang tuamu, para guruku

Kenangan manis saat aku merajut kasih dengannya, pujaan hatiku

Kenangan sedih saat aku terpaksa kehilangan orang tuamu, satu per satu



Berjuta kata telah terlontar tanpa gentar dari mulut orang tuamu

Ada yang pantas mengajar, ada pula yang menyiksa kami para pelajar

Suara orang tuamulah yang membuat kami mengecap setetes embun penuh wawasan

Namun satu yang tidak terlupakan: pr, pr, pr,pr, pr, pr, pr, pr, dan pr!



Kadang aliran darah ke otakku tersendat dengan paradigma orang tuamu

Mereka mengenakan dasi bermotif visi-standar kompetensi-target yang mencekik leherku tanpa berusaha menjelaskan apa itu dasi

Hingga aku tak berdaya, tinggal seonggok jasad tanpa kesadaran

Bahkan aku terkadang merasa takjub, darimana datanganya bongkahan energi bertronton-tronton

Hanya ’tuk penuhi semua kemauan dan ketulusan hati kalian dalam menganugerahkan tugas

Satu pintaku, agar kolom nilai senantiasa terisi oleh orang tuamu

Tepat di absen dua puluh empat



Semuanya terus bergulir, seperti siklus terbentuknya hujan di geografi yang tak kunjung usai

Dan, akhirnya tiba saatnya bagiku untuk pamit padamu, sekolah!

Semoga asa dan cita tak sebatas angan di kalbu

Namun senantiasa mengalun lembut, getarkan ingatanku

Hingga mampu menuntunku tuk menatokan grafiti bercat emas pada sisi tubuhmu

Dan menggapai bintang terjauh di langit

Tuk persembahkan padamu, sekolah...

agi_freakz mengatakan...

Nama : I Gusti Bagus Aginda
Kelas : XII IPA 1
No : 19

*Kemenangan Sejati*

Seketika darahku bergejolak
Melihat Sang Saka berkibar kencang di angkasa
Sejenak kuhentikan aktivitasku
Dan memberi hormat kepadanya

Seketika jantungku berdegup kencang
Merasakan kebebasan yang telah lama kuidamkan
Sejenak kuletakkan bedilku
Dan menikmati kebebasan ini

Seketika semangatku berkobar
Mendengar seruan kemenangan dari seberang sana
Sejenak kutarik napasku
Dan ikut bersorak penuh sukacita

Semoga keadaan ini akan abadi
Keadaan ketika kita merasa aman
Keadaan ketika kita merasa menang
Keadaan ketika kita merasa merdeka
Hidup di Bumi Pertiwi

*Jeritan Rakyat*

Wahai para penguasa
Dapatkah engkau dengarkan teriakan kami
Teriakan kesengsaraan kami

Wahai para penguasa
Dapatkah engkau dengarkan tangisan kami
Tangisan penderitaan kami

Kami dahulu mempercayai setiap kata-katamu
Kami dahulu mendukung setiap perbuatanmu
Kini semua itu telah sirna
Sirna tertelan oleh sikapmu yang serakah dan busuk

Wahai para penguasa
Belum puaskah engkau menindas kami
Tegakah engkau menyayat hati kami
Sampai kapan engkau mengkhianati kami

Kami para orang kecil
Hanya dapat berharap
Agar kami bisa terlepas dari jerat rantaimu

*Tobat*

Tuhan
Kutermenung ketika sadar
Bahwa selama ini
aku telah berdosa
aku telah menyimpang dari jalan suci-Mu

Pernahkah Kau murka kepadaku
Ketika kuabaikan perintah-Mu
Pernahkah Kau mengutukku
Ketika aku meninggalkan-Mu

Bisakah aku kembali ke jalan-Mu
Yang penuh dengan kebahagiaan
Dengan ketenangan
Dengan kesucian
Bisakah aku kembali
Dengan tubuh yang lemah
Dan jiwa yang rapuh ini

DoDoZzZ mengatakan...

Puisi Religi

Pedoman Hidup

HIdup harus berdasar pada Tuhan
Baru bisa bertahan
Kalau tidak kuat iman
Maka hidup penuh beban

Kalau suka korupsi
Kalau suka mencuri
Kalau suka membohongi
Pasti dihukum di akhirat nanti

Agama bukan alasan
Melainkan suatu pegangan
Dalam menjalani kehidupan
Tolong jangan disalahartikan

Berbuatlah banyak amal
Jangan hanya karena mau dikenal
Juga janganlah suka membual
Karena membuat orang mual

Banyak-banyaklah berbuat
Tetapi jangan jahat
Apalagi yang sesat
Kalau tidak mau dihujat

Hidup harus punya arti
Jangan berbuat sesuka hati
Jika sering dipuji
Maka dilarang sampai mati

Jangan suka iri hati
Karena menjadi beban hati
Dan hanya meracuni diri sendiri
Kuatkanlah hati dan berusaha lagi



Puisi Sosial

Kardusku Istanaku

Lihatlah kardus-kardus buah
Bagimu mungkin sampah
Tapi bagiku itu rumah

Rumah
Tempatku tidur
Tempatku makan
Tempatku tumbuh

Meskipun itu kardus
Dan tidak ada kakus
Bekas beli mie bungkus
Dan tidak terurus

Bukannya aku senang
Tapi sudah kepalang
Nasibku memang malang
Seperti binatang jalang

Walau badan digigit kutu
Tidak ada yang mau tahu
Hanya mohon tolong dibantu
Jalani hari-hariku



Puisi Lingkungan

Aku Sayang pada Manusia

Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini
Ada kesedihan hati
Ada sesal tertakhta di jiwa
Ada kekecewaan di perasaan

Aku bukan berat pembangunan
Apalagi untuk kemajuan
Ini rejeki kotaku
Mewarnai derajat negeriku
Mengangkat martabat negaraku

Aku bukan arti kehidupan
Bangunan puncakan langit itu
Jalan- jalan lelangit itu
Adalah kebanggaan kita
Majulah negara kita

Namun aku sayang padanya
Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan
Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang
Tapi mereka membesar bersamaku
Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras
Aku mengukir janji cinta pertamaku

Aku bukan benci pembangunan
Jauh sekali menjadi arti kemajuan
Namun aku sayang padanya
Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa
Berkorban sabar hari demi kita semua
Memastikan pencemaran bukan santapan kita

DoDoZzZ mengatakan...

Nama : Aldo Salim
Kelas :XII IPA 1
No :2



Puisi Religi

Pedoman Hidup

HIdup harus berdasar pada Tuhan
Baru bisa bertahan
Kalau tidak kuat iman
Maka hidup penuh beban

Kalau suka korupsi
Kalau suka mencuri
Kalau suka membohongi
Pasti dihukum di akhirat nanti

Agama bukan alasan
Melainkan suatu pegangan
Dalam menjalani kehidupan
Tolong jangan disalahartikan

Berbuatlah banyak amal
Jangan hanya karena mau dikenal
Juga janganlah suka membual
Karena membuat orang mual

Banyak-banyaklah berbuat
Tetapi jangan jahat
Apalagi yang sesat
Kalau tidak mau dihujat

Hidup harus punya arti
Jangan berbuat sesuka hati
Jika sering dipuji
Maka dilarang sampai mati

Jangan suka iri hati
Karena menjadi beban hati
Dan hanya meracuni diri sendiri
Kuatkanlah hati dan berusaha lagi



Puisi Sosial

Kardusku Istanaku

Lihatlah kardus-kardus buah
Bagimu mungkin sampah
Tapi bagiku itu rumah

Rumah
Tempatku tidur
Tempatku makan
Tempatku tumbuh

Meskipun itu kardus
Dan tidak ada kakus
Bekas beli mie bungkus
Dan tidak terurus

Bukannya aku senang
Tapi sudah kepalang
Nasibku memang malang
Seperti binatang jalang

Walau badan digigit kutu
Tidak ada yang mau tahu
Hanya mohon tolong dibantu
Jalani hari-hariku



Puisi Lingkungan

Aku Sayang pada Manusia

Seperti hari-hari berlalu kususuri lagi jalan ini
Ada kesedihan hati
Ada sesal tertakhta di jiwa
Ada kekecewaan di perasaan

Aku bukan berat pembangunan
Apalagi untuk kemajuan
Ini rejeki kotaku
Mewarnai derajat negeriku
Mengangkat martabat negaraku

Aku bukan arti kehidupan
Bangunan puncakan langit itu
Jalan- jalan lelangit itu
Adalah kebanggaan kita
Majulah negara kita

Namun aku sayang padanya
Mereka disana subur sebelah aku dilahirkan
Mungkin ditanam oleh generasi selepas perang
Tapi mereka membesar bersamaku
Masih ingat di atas tubuhnya yang berkulit keras
Aku mengukir janji cinta pertamaku

Aku bukan benci pembangunan
Jauh sekali menjadi arti kemajuan
Namun aku sayang padanya
Pepohon hijau dan rindang menyayangi makhluk bernyawa
Berkorban sabar hari demi kita semua
Memastikan pencemaran bukan santapan kita

Li_kawaii mengatakan...

Nama : Maria lily Kesuma
Kelas : XII IPA 1
No. absen : 30


Puisi Pendidikan:

Terlanjur Sayang

Sekolah…
Itu tempat yang aneh
Sejatinya tempat membuka cakrawala
Menggali asa yang terkubur

Sekolahku…
Bagaikan penjara ilmu
Dikelilingi pagar-pagar raksasa
Ada serpihan kapur menari-nari
Apa pula deretan meja…
yang seolah memaksa ‘tuk mengasah otak

Sekolah tua penuh kenangan
Terkadang menyebalkan
Tapi dirindukan saat liburan
Tempat berbaurnya beragam insan
Tempat menjalin persahabatan

Sekolahku...
Saksi bisu peradaban dunia
Sekian lama didatangi bagaikan kekasih
Mengapa saat akan berpisah, hati mendadak perih?
Mungkinkah…
Ak terlanjur sayang padanya?

Puisi: Peduli Lingkungan

Suara Kami

Kami memang masih kecil
Tetapi suara kami tidak kecil
Kami dapat berteriak keras
Sekeras adzan di subuh hari
‘tuk menyuarakan nurani kami

Suara hatiku membisikkan kata
Menyapa puing-puing berserakan
Di negeri tercinta
Mengapa semua ini harus terjadi?

Di tengah kesunyian malam
Kududuk seorang diri
Kutatap langit mendung berkabut
Seperti hatiku yang kalut

Ingin sekali…
Aku menyerukan pada semua insan
Bahwa kami tumbuh bersama alam
Bahwa dari alam kami bernafas
Dan dari alam pula kami belajar

Biarkan alam tetap melindungi kami
Alam yang memberi hidup
Lalu bersama-sama kita menjaga alam
Maka alam pun akan memeluk kita

Puisi Cinta:

Pintu Hatimu

Saat kutenggelam dalam kegelapan
Saat itu pula kau datang menghampiriku
Seperti pelita dalam kegelapan
Kau menyinari dan memberi warna
Di hari hampaku

Warna berkilauan
Namun tak dapat terdefinisikan dengan kata-kata belaka
Menyentuh hati
Lubuk hati yang paling dalam
Hingga menyentuh ke dalam dasar jiwa ini

Saat kumasuki gerbang
Gerbang kehidupan yang sangat indah
Kubuka perlahan pintu gerbang itu
Pintu yang penuh akan arti
Pintu yang penuh akan kebahagiaan

Dan…
Ada jendela di sana
Jendela yang penuh rasa
Rasa akan keinduan padamu
Dirimu…
Yang memberi warna di hari-hariku ini
Dan semua itu
Kualami saat kumasuki pintu itu
Pintu dan jendela
Hatimu…

Inez mengatakan...

Nama : Inez Wijaya
Kelas : XII IPA 1
Nomor : 20

Puisi

1. Patriotisme

Indonesia Merdeka

Berabad-abad ditindas kompeni
Bertahun- tahun dibodohi nippon
Berbulan- bulan diombang- ambing janji kemerdekaan
s
Cukup sudah martabat pribumi terinjang- injak
Cukup sudah hujan air mata, banjir darah membasahi bumi kathulistiwa
Cukup sudah ibu pertiwi dikelilingi lingkaran setan

Atas keringat dan semangat berapi-api bunga bangsa
Kini tiba saatnya mentari terbit menyinari nusa
Mengusir jauh para mahluk terkutuk berhati batu dari tanah air.

Kumandangkan Proklamasi
Lantunkan Indonesia Raya
Kibarkan Sang Saka Merah Putih di puncak tertinggi

17 Agustus 1945
Babak baru segera dimulai
Indonesia bangkit dari tidur ratusan tahun

Bangkitlah pula wahai pemuda milenia
Jangan biarkan setan- setan kembali menghantui sang bunda pertiwi
Jangan sia-siakan pengorbanan sang pejuang
Bawalah Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya

2. Cinta

Puisiku Untuk Bunda

Wajahnya begitu elok
Berjuta cinta tersimpan didalam
Matanya begitu jernih
Seindah safir tak ternilai harganya
Tangannya sehalus sutra
Mampu mengangkatku ke tempat lebih tinggi

Bibirnya begitu suci
Tak henti mengucap doa bagiku

Andai aku awan
Ia kan menjadi angin yang mengarahkanku
Andai aku langit
Ia kan menjadi pelangi yang mewarnai kesepianku
Andai aku burung
Ia rela menjadi pohon tempatku hinggap tiap saat
Andai aku lebah
Ia pasti menjadi bunga yang menyediakan madu

Kini ku t’lah kehabisan kata-kata
Tuhan.. Oh Tuhan
Ia anugrah terbesar dalam hidupku
Tuhan.. Sayangilah ia
Sayangilah Bundaku..

3. Religiusitas

Hanya-Mu Ya Allah

Ku melangkah dalam gelap
Tanpa arah tujuan
Ku ikuti kemana kaki ini melangkah
Hingga nampak sebuah nur
Makin lama makin luar menerangi sekelilingku
Ku amat terpukau manatap
Indahnya nama-Mu di dalam sata

Kau sadarkanku
Hanya kau satu-satunya pelita
Tak kan pernah padam bagiku
Hanya kau tempat ku memohon
Dan meminta
Hanya kau tujuan akhir hidupku
Di dunia ini
Hanya padaMu kubersujud Ya Allah

Raga Mu tak nampak
Suara Mu tak terdengar
Mata Mu ada dimana-mana
Kasihmu tak pernah padam

Kulah segalanya Ya Allah

~Hope the BEst~ mengatakan...

Nama: Cindy Prayogo
Kelas: XII IPA 1
No. Absen: 7

-Waspadalah!-

Darahku mendidih terpanaskan suhu walau hanya distorsi semata
Darahku membuih, meggelegak memberontak dalam kuali
Darahku menggebu keluar dari jeruji kukungan ketidakadilan

Hati si perempuan hancur berkeping tak kunjung menyatu
Negerinya lebur
Jadi bubur yang melebur bersama lumpur

Ego si laki-laki tumbang
Tanah kelahirannya mengambang
Mengambang di antara mati dan neraka
Tak ada kata hidup, apalagi surgawi

Sedang aku,
Aku marah
Pada penguasa biadab
Para jahanam pemikir uang
Para koruptor perampas hak fundamental

Mereka yang bertopeng
Mereka yang mengaku revolusioner
Mereka yang melipat tangan di balik meja
Menikmati apa yang bukan milik mereka

Wahai kalian si tak berhati nurani
Dengarkan aku
Jikalau kesabaran ini habis
Jikalau kesabaran ini hilang

Waspadalah!
Engkau para budak nominal
Kalian akan binasa
Bukan karena aku
Bukan karena dia si laki-laki
Bukan karena dia si perempuan

Tapi karena kami semua
Menjatuhkan pinalti mati untukmu
Nasibmu ada di tangan kami
Pelatuk senapan siap dilepas
Waspadalah!




-Kau Punya Aku-

Soekarno-Hatta gugur
Pangeran Diponegoro gugur
Ki Hajar Dewantara gugur
Beribu pahlawan gugur demi mengharumkanmu

Mereka pergi untuk selamanya.
Meninggalkan impian untuk digapai
Mewariskan perjuangan tiada batas

Sekarang, kau punya siapa di samping?
Sekarang, kau punya siapa membela?

Ibarat seekor ikan koi di tengah Samudera Hindia
Ibarat satu bintang di antara galaksi malam bima sakti

Kau kehilangan arah
Membisu diam tak berkutik
Kau ketakutan dan bergetar

Jangan gentar
Jangan kuatir
Jangan goyah
Kau punya aku

Darah ini kukucurkan
Tulang ini kupatahkan
Harta ini kugadaikan
Nyawa ini kupersembahkan
Hidup ini kuabdikan

Jangan gentar
Jangan kuatir
Jangan goyah
Kau punya seribu aku

Kami pasukan siap mati
Mati membelamu
Mati mengharumkanmu

Hanya untukmu
Hanya demimu
Negeriku tercinta
Indonesia




-Nol-Nol di Belakang Nominal-

Perlahan tapi pasti
Angka nol semakin berderet
Mengantri ransum berdempet
Di pangan kita
Di sandang kita
Di papan kita

Seakan ia kertas berserakan
Bisa dikoyak
Bisa dirobek
Kapan saja, di mana saja

Seolah ia daun berguguran
Gugur tiap musim berganti
Tidak berguna, hanya sampah

Tapi sayang,
Ia bukan kertas apalagi daun
Ia adalah keringat, mengalir bulir demi bulir
Satu bulir keringat demi satu bulir beras
Satu bulir keringat demi satu helai benang
Satu bulir keringat demi sejurus kayu

Berapa banyak keringat demi sesuap nasi?
Berapa banyak keringat demi secercah kehidupan?
Sampai nol di belakang nominal menyaingi bulir keringat kah?

Anak bangsa menangis kelaparan
Anak negeri menjerit kedinginan

Tapi,
Kau belum juga menoleh

Haruskah kami menangis darah?
Haruskah kami mengemis di pangkuan kakimu?
Haruskah kami berlutut di hadapanmu?

Tapi,
Aku tahu
Kau belum juga menoleh....

Mungkinkah kau ingin kami mati satu demi satu?
Hingga mayat terseret ke depan batang hidungmu?
Hingga kau lihat akibat ulah serakahmu....

Tapi,
Aku yakin
Kau takkan menoleh.....